Gulma di pinggir jalan

1.3K 116 47
                                    


Elang kalau kamu kembali, apa Papa akan dimaafkan?
.
.
.

Bagi orang sehat kebanyakan tidur mungkin hanya akan membuat efek badan kaku dan sulit tidur pada malam hari, hanya sebatas itu, namun lain cerita jika terjadi pada Welang dengan segala kondisinya yang berbeda. Kesalahan membiarkan Welang tidur dalam durasi panjang di siang hari akan menimbulkan resiko buruk bahkan bisa sangat fatal. Oleh sebab itu, dokter sangat mewanti-wanti Banar untuk mengawasi penuh tidur siang Welang saat di rumah. Tidur siang memang wajib untuk Welang, tapi jangan sampai berlebihan.

Masalah yang timbul gara-gara tidur siang Welang baru terasa esok harinya. Salahkan Banar dan Dame yang tidak menghubungi dokter Bela pada saat itu lantaran menganggap Welang baik-baik saja, tidak ada masalah serius dari perilakunya. Akan tetapi, menjelang subuh Banar yang tengah pulas dibuat kaget lantaran si bungsu yang dia temani tidur tiba-tiba merintih, tubuhnya menggeliat sampai nyaris terjungkal dari tempat tidur.

Suara-suara yang terdengar samar setelah Banar mendekatkan telinga, rupanya Welang mengadu sakit. Dadanya katanya sakit, kepalanya juga sakit dalam keadaan mata yang memejam.

Banar sempat panik, namun panik tidak akan menyelesaikan masalah. Seingatnya, Banar pernah menghadapi kondisi Welang yang seperti ini. Tindakan pertama yang dia lakukan adalah membantu Welang bernafas karena dokter sempat memberitahu jika masalah otak yang Welang alami menyebabkan beberapa fungsi kerja organ terganggu. Salah satunya adalah pernapasannya, maka dengan siap siaga, Banar membeli tabung oksigen untuk keadaan darurat.

Beranjak dari tempat tidur, Banar segera menarik tabung oksigen dan melakukan tindakan dengan serampangan. Sungkup dipasangkan di hidung dan mulut Welang yang menggeliat. Sempat kesusahan, namun syukurnya berhasil. Namun saat membuka lajur oksigen, udaranya tidak keluar segar seperti biasanya, Pun Welang tetap terlihat kepayahan dengan mulut terbuka lebar seperti belut tanpa air.

Sial, tabung oksigennya habis, dan Banar tidak memiliki cadangan. Antara lupa membeli dan sibuk beda-beda tipis yang malah membuat anaknya dalam bahaya. Setelah meminta bantuan dengan memanggil Dame dalam satu teriakan lantang, Maka tanpa berpikir panjang, Banar lantas segera mengangkat tubuh Welang untuk di larikan ke rumah sakit.

Beberapa lama kemudian, Welang telah di pindahkan di ruang rawat biasa setelah berbagai pemeriksaan di lakukan. Pemuda itu sempat bangun hanya untuk mengeluh sakit di dadanya, kemudian kembali tidur setelah diberi obat.

Dame kini memandang lurus Welang dari sofa. Lega rasanya melihat si adik yang tidur tenang seperti itu, tidak mengeluh sakit ini itu yang membuat Dame menjadi kasihan. Mau menolong tapi tidak bisa berbuat apa. Welang masih dipakaikan selang oksigen karena angka saturasinya masih rendah. Meskipun begitu,syukurnya napas Welang sudah mulai membaik.

Dame melemaskan badan lalu merebahkan kepala di pinggiran sofa. Kepalanya berputar beberapa jam yang lalu saat Welang mengeluh tidak bisa bernapas. Dame jadi merasa bersalah. Dia terlalu cuek mengecek tabung oksigen Welang sampai-sampai keadaan darurat seperti tadi nyaris membuat nyawa adiknya melayang.

Kecerobohannya kali ini tidak boleh berulang atau Dame akan menyesal seumur hidupnya. Dame bersumpah.

"Makan dulu, Dame. Papa gak nemu nasi kuning di sini, adanya bubur Ayam aja sama opor Ayam, gak pa-pa?"

Banar masuk dengan kedua tangan penuh membawa kantong kresek berisi sarapan. Bukan sarapan lebih tepatnya karena sudah siang. Setelah keadaan tenang mereka baru ingat kalau belum mengisi energi sejak subuh tadi.

"Aku opor aja, Pah." Dame meraih kantong kresek dan membuka tutup bungkusan yang mengepul.

Selagi menunggu Dame menyiapkan miliknya, Banar mendekati ranjang, mengusap kening Welang dengan sayang sembari memandang wajah damai yang terlelap. Setelah puas, ia lantas kembali ke sofa.

Memoar HometownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang