Chapter 9 : Kesepakatan

7.5K 660 2
                                    

Malam sudah tiba cahaya lemburan masuk menyinari seisi ruangan yang penuh dengan furnitur klasik yang dirinya sanksi jika dilelang pun masih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dalam lima tahun ke depan.

Reina berjalan gelisah. Gaun tidur putih transparannya dia selimutin lagi dengan selendang maroon. Dia terus mondar mandir menggigit kuku-kuku jari tangannya berpikir keras. Pasalnya tubuh ini setiap malam pasti selalu dikunjungi tuannya. Percikan suara api memenuhi ruangan sambil memancarkan kehangatan.

Apakah ada cara lain untuk menolak pria itu tanpa membuatnya marah ? Pikir Reina pikir !!

Pasti ada ingatan saat Olivia menolak untuk tidak melayani tuannya. Tapi apa?? Semakin dia berpikir kepalanya hanya semakin pusing.

Arghhh dia tidak bisa berpikir !!!

Semoga aja pria itu hanya berkunjung untuk melihat kondisi Olivia bukan mencari ketenangan atau hasrat laki-lakinya. Ya, semoga saja. Karena jujur Reina masih belum terbiasa berinteraksi dengan pria seintim itu. Dia akan menolaknya dengan cara baik-baik jika pria itu tetap membangunkannya.

Tapi tunggu sebentar, jika dia berubah dia takut monster itu curiga dan cepat atau lambat rencananya pasti terancam.

Dan bagaimana caranya menjadi wanita manja ?

Reina tidak sepandai Olivia dalam berakting. Wanita cerdas itu selalu bisa memutar otak demi keselamatan hidupnya. Berbeda dengan hidup Reina yang penuh luka dan trauma.

Baiklah untuk saat ini berpura-pura tidur adalah jalan satu-satunya. Mungkin saat tau dirinya tidur pria itu akan tega atau membiarkannya istirahat untuk hari ini saja.

Ketika baru akan naik ke tempat tidur, Olivia dikagetkan dengan pria yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu. Nafasnya memburu dengan aura gelap yang kentara. Ruangan ini pun seketika menjadi lebih dingin.

Niels masuk mencari dan langsung memeluk Olivia detik itu juga. Napasnya memburu, pelukannya sangat erat hingga mampu membuat Olivia sesak. Dia menghirup aroma menenangkan milik Olivia rakus. Emosinya benar-benar bisa lepas di hadapan sang ayah jika saja dia tidak memilih pergi.

Bayangkan, apa yang akan terjadi saat dua keturunan Carlov berkelahi dengan kekuatan mereka ? Bisa kalian bayangkan ? Walaupun kekuatan ayahnya sudah mulai melemah akibat batas kutukan yang akan segera berpindah ke penerus selanjutnya. Paling minim sekali kerusakan yang ditimbulkan yah meledakkan kastil utama seperti yang pernah terjadi di menara barat.

Reina yang diam membeku pun hanya membiarkan Niels memeluknya. Jiwa Reina membiarkannya karena dia tahu memeluk atau dipeluk bisa meredakan emosi. Ketika tubuhnya bisa diajak kerja sama tangannya pun terangkat mengelus punggung lebar pria itu menenangkan.

"Aku hampir saja meledakkan ruang kerja ayah,"

Deg

Apa yang membuatnya kesal ? Apa yang dibicarakan sang Duke padanya ? Pria itu tidak mengkhianatinya kan ?

*******

Flashback

Ketika dirinya dipersilahkan masuk, Reina pun langsung disuguhkan beberapa tumpuk berkas disisi kanan pria tua itu. Matanya menelisik setiap benda yang ada disana. Khas seorang Carlov, nuansa gelap dan monoton. Semuanya tampak formal dan bersih.

"Hormat saya Yang Mulia,"

Willoun mengangkat kepalanya dan melihat bagaimana kesayangan anaknya itu berdiri tegap dengan wajah tenang.

Dia kemudian bangkit dan berjalan ke arah sofa tengah yang biasa menjamu tamu dan tempat peristirahatan sementaranya di kala penat.

"Apa yang ingin kau bicarakan ? Katakanlah aku tidak memiliki banyak waktu," Wajah datarnya benar-benar mengganggu Reina yang cukup keringat dingin.

Duke CarlovTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang