Bunyi petikan biwa¹ terdengar indah memenuhi tiap-tiap sudut rumah keluarga Yoshirogawa. Seorang perempuan berkimono merah muda motif teratai duduk manis di tengah ruangan seluas enam tatami dengan alat musik petik di tangan. Rambut hitamnya dikepang indah lalu dikesampingkan ke bahu kiri. Keanggunan memancar kuat dari dalam Yoshirogawa Ayano.
Ini kali pertama Murayama Chizuru melihat Ayano mengenakan kimono seperti sang kakak ipar, yakni Akira. Biasanya perempuan 30 tahun itu selalu mengenakan pakaian kekinian yang feminim dengan sedikit sentuhan eksentrik, walaupun tidak separah gaya berpakaian Chizuru.
Ayano terlihat sangat kalem kala mengenakan kimono, padahal satu minggu terakhir, Chizuru mengenal Ayano sebagai sosok periang dan banyak bicara. Melihat ia memainkan biwa dengan sangat gemulai, membuat Chizuru menjadi terpesona akan kecantikan perempuan tersebut.
"Ayano-san pandai bermain biwa." Chizuru bergumam di teras. Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat dan mendengar dengan jelas apa yang Ayano lakukan di dalam ruangan sana.
Yoshirogawa Wataru yang sibuk menumbuk kedelai untuk membantu pembentukan massa otot pun sontak menoleh pada si pemimpin Hakatsuru. "Oneechan memang pandai bermain biwa sejak masih kecil. Obaasan yang mengajarinya," balas Wataru sambil memukul-pukulkan alu ke lesung.
"Wah ... dia dibesarkan dengan benar," gumam Chizuru lagi. Pandangan matanya tak teralihkan dari permainan biwa Ayano.
Akira yang sedang merajut sebuah selimut pun sontak terkekeh geli. Ia tidak memahami maksud Chizuru. "Apa maksudmu, Chizuru-san?" tanyanya dengan tawa.
Chizuru yang tersadar atas ucapannya barusan pun buru-buru menoleh pada Akira yang duduk di sisinya. "Aku tidak sedang salah berkata, Akira-san." Perempuan itu menggeleng. "Ayano-san beruntung karena ia dibesarkan secara normal meski keluarga kita bisa dibilang tidak normal."
Wataru sontak menghentikan kegiatan memukulnya. "Apa maksud anda, Murayama-san?" Dia bertanya penasaran.
"Ketika aku baru bisa berjalan, aku langsung diajari seni bela diri. Ketika tujuh tahun, aku diajari cara menggunakan katana. Saat berumur 11 tahun, aku diajari cara menembak. Ketika berusia 17 tahun, aku diajari cara memimpin gokudo. Melihat Ayano-san, aku jadi tersadar bila aku tidak pernah diajarkan sesuatu yang sesuai atas apa yang seharusnya aku dapatkan di usiaku."
Akira dan Wataru menutup mulut mereka rapat-rapat. Mereka tak tahu yang dimaksud oleh Murayama Chizuru adalah pengalaman masa kecilnya yang terbilang gelap. Pada umur sekecil itu harusnya Chizuru bisa bermain seperti anak pada umumnya, tetapi ia malah dididik supaya menjadi pemimpin organisasi kriminal sedari kecil.
"Akira-san bagaimana?" Tiba-tiba saja perempuan 29 tahun itu melemparkan pertanyaan pada Akira hingga membuat sosok tersebut gelagapan.
"A-aku?" Yoshirogawa Akira menujuk pada diri sendiri.
"Heum, apa Akira-san pernah mengalami hidup yang normal?"
Meski ragu berbicara karena takut menyakiti hati, Akira sadar jika perempuan dengan nama Murayama Chizuru tersebut kesepian di sepanjang hidupnya. Chizuru tidak pernah hidup normal sehingga ia ingin mendengar cerita bahagia dari orang lain.
"Aku hidup sangat normal. Aku pergi ke sekolah, mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah akhir. Lalu melanjutkan ke jenjang kuliah dan memiliki banyak teman, meski harus mati-matian menutupi identitas keluargaku. Namun, setelah berusia 25 tahun, anggota klan mulai mempersiapkanku menjadi istri Eiji-san. Sejak saat itu aku menutup diri dari semua temanku dan tak pernah bertemu mereka lagi sejak hari itu." Akira bercerita tanpa memandang ke mata Chizuru. Air siap tumpah dari matanya karena sedih akan kisahnya sendiri dan juga ia membayangkan seperti apa perasaan kesepian Murayama Chizuru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piercing Moon
FanfictionMurayama Chizuru menghadapi masalah besar kala organisasi kriminal yang ia pimpin diburu oleh kepolisian Jepang. Organisasinya dianggap sebagai teroris akibat kesalahan yang Murayama Chizuru perbuat. Perempuan itu pun melakukan pencarian panjang yan...