"Aku mengikuti sokai sejak berusia 18 tahun. Mulai dari sokai Kozuru-sama hingga sokai yang kau pimpin kemarin. Jujur saja, sokai keduamu sangat tenang dibanding semua sokai yang pernah kuikuti," balas Suguru sambil bersandar di pintu kamar Chizuru. Pria 30 tahun itu sedang menunggu sang pemimpin bersiap sebelum mereka melakukan perjalanan menuju Saitama.
"Tentu saja," balas Chizuru dengan percaya diri. Perempuan itu telah menyelesaikan kegiatan memakai sepatu. Kini ia menatap pada cermin besarnya dan memperhatikan penampilan sekali lagi. Dirasa semua sudah pas, ia menarik sebuah jaket berwarna biru muda yang telah disediakan di atas kasur.
"Asal Suguru-kun tahu, sokai yang paling membuat keributan adalah sokai otosan saat ia memutuskan bila aku yang menjadi penerusnya dan bukan Hazuru. Semua anggota Hakatsuru menggila. Mereka yang setia pada otosan tetap diam, sedangkan yang tidak setuju malah berusaha membunuhku, padahal pada saat itu aku baru berusia enam tahun. Alhasil terjadi perpecahan di dalam Hakatsuru itu sendiri." Chizuru melanjutkan dengan menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi bertahun-tahun lalu. Mimpi buruk baginya dan juga sang ayah, yakni Murayama Kozuru.
Suguru terkekeh. "Aku mendengarnya dari Sanzuru. Ia sering bercerita mengenai hal ini. Jujur saja mereka terlalu jahat untuk seorang anak berusia enam tahun," balasnya.
"Yah ... bagaimana pun juga peristiwa itu terjadi dua dekade lepas. Karena peristiwa itu juga aku bisa menjadi Murayama Chizuru yang sekarang." Perempuan dengan rambut dikepang dua itu menghendikkan bahu. Ia melupakan semua yang telah lalu dan tak membiarkan dirinya dilahap oleh rasa takut.
"Haruskah kita berangkat sekarang?" ajak Chizuru pada Kokuryu Suguru.
Suguru yang mengenakan mantel panjang di perubahan musim panas itu hanya menganggukkan kepala. Lalu ia berjalan terlebih dahulu dan diikuti oleh Chizuru di belakangnya. Akan tetapi, baru beberapa langkah, dua orang itu dikejutkan dengan kehadiran sosok berambut pirang yang menghadang jalan. Ryoe Fujio berada di hadapan mereka dengan mengenakan jaket jeans berwarna gelap.
"Ada apa?" tanya Suguru bingung.
"Aku akan ikut kalian berdua."
"Eh? Untuk apa? Bukankah Fujio-kun akan pergi bersama Sanzuru?" Chizuru bertanya penasaran.
Pria dengan rambut dicat pirang itu memutar bola matanya dengan malas. "Hazuru memerintahkanku untuk ikut kalian. Terakhir kali kalian pergi berdua, berakhir dengan Chizuru yang menghilang tanpa kabar. Alhasil kakakmu yang aneh itu memaksaku untuk ikut bersama kalian," tutur Fujio panjang lebar.
"Apakah Hazuru masih berpikir jika aku berusia 12 tahun?" gerutu Chizuru sambil menggumam keras.
"Lebih baik kau jangan marah padaku," peringat Fujio tak mau disalahkan.
Chizuru berdecak. "Baiklah, Fujio-kun boleh ikut. Asalkan hanya untuk kali ini saja."
Tiga orang itu segera berjalan keluar dari kediaman klan Murayama. Rumah Murayama dibangun jauh dari pemukiman penduduk lokal. Jalanannya dibuat sedikit berkelok dan ditanami pepohonan besar guna melindungi sang tuan rumah dari tatapan dunia. Belum lagi penjagaan ketat dari pengawal dan anggota Hakatsuru membuat kepolisian atau siapapun mengalami kesulitan dalam mengendus rumah klan Murayama sekaligus markas utama Hakatsuru.
Chizuru dan dua pria tersebut berjalan kaki menuju stasiun terdekat untuk menaiki kereta yang langsung menuju prefektur Saitama. Kedatangan Murayama Chizuru ke Saitama tak lain untuk menemui salah satu anggota senior Hakatsuru yang telah ia perintahkan mencari informasi mengenai tanggal pemindahan Akamine ke Tokyo.
Alasan Chizuru tak memerintahkan anggota senior itu untuk melapor di Tokyo saja karena pemimpin Hakatsuru tersebut ingin memeriksa langsung keadaan Saitama yang saat ini sedang memanas usai penangkapan Akamine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piercing Moon
Hayran KurguMurayama Chizuru menghadapi masalah besar kala organisasi kriminal yang ia pimpin diburu oleh kepolisian Jepang. Organisasinya dianggap sebagai teroris akibat kesalahan yang Murayama Chizuru perbuat. Perempuan itu pun melakukan pencarian panjang yan...