48. Berbenah Hati

832 92 3
                                    

بِسْـــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْـــــمِ

Assalamu'alaikum...

Maaf banget kemarin saya banyak kerjaan huhu... Jadi baru bisa up🙏🏻

Langsung aja ya...

Jangan lupa shalawat hari ini...

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Allahumma sholli 'alaa sayyidina Muhammad, wa 'alaa aali sayyidina Muhammad.

Vote dan komen yaaa...

Happy reading guys💕💕💕

♡ ♡ ♡

Dalam pencahayaan yang temaram, Nayara berdiri di depan jendela besar di kamar hotelnya. Memandang suasana kota pada malam ini. Malam sudah cukup larut, namun aktivitas manusia masih tampak ramai di kota seperti Jakarta. Gemerlap lampu, serta lalu lintas di jalanan masih ramai di bawah sana.

Nayara menghembuskan nafasnya, sementara pikirannya kembali melayang pada kejadian dua jam lalu. Ia betul-betul yakin kalau orang yang dilihatnya tadi adalah Salman. Tidak salah lagi. Apalagi mereka sempat bertatapan sekian detik. Untung saja Nayara memakai niqab, sehingga wajahnya tidak terlihat.

Terlalu sibuk dengan pikirannya, Nayara tidak menyadari kehadiran suaminya yang mendekat. Hingga saat kedua tangan Fadhil mulai melingkar di perutnya, barulah perempuan itu sadar akan kehadiran suaminya.

Nayara menolehkan menatap Fadhil yang memeluknya dari belakang. Dagu lelaki itu berada di atas bahunya, sementara sisi wajah Fadhil sudah menempel di sisi wajah Nayara yang tidak tertutup jilbab.

"Melamun lagi?" bisik Fadhil.

Nayara terdiam, lalu menarik senyuman tipis. "Aya lihat pemandangan di bawah."

Mata Fadhil ikut bergulir ke arah jendela. Melihat pemandangan kota pada malam hari yang terhampar di bawah sana. Lelaki itu tersenyum.

"Cantik bukan?" tanya Fadhil.

Nayara mengangguk setuju. "Iya, cantik."

"Tapi menurut Mas ada yang lebih cantik dari pemandangan di sana," kata Fadhil dengan tangan yang mulai mengusap lembut perut istrinya.

Nayara tertegun, lalu kembali melirik suaminya itu.

"Apa?"

"Kamu," goda Fadhil. Nayara berdecak sebal mendengar itu. Namun di sisi lain pipinya kembali merona. Untung saja pencahayaan di kamarnya ini temaram, kalau tidak, mungkin Fadhil bisa melihat dirinya yang tersipu.

"Beneran loh Ay, Mas nggak bohong. Kamu itu lebih cantik dari pemandangan apapun," tambah Fadhil.

"Sebut dulu nama Allah Mas," timpal Nayara.

Fadhil tersenyum saat itu. Ia lupa akan hal itu. "Nayara istrinya Mas, kamu masyaallah cantik sekali," katanya.

"Mas selalu bilang gitu tiap hari," kata Nayara.

Fadhil mengerutkan keningnya. "Kamu bosan dengar Mas bilang itu?"

Nayara menggeleng, sementara senyumannya kembali merekah. "Aya nggak akan bosan dengarkan pujian dari suami Aya."

Lantunan Surah Asy-SyamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang