16. Kriteria Pendamping

4K 305 72
                                    

بِسْـــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْـــــمِ

Assalamu'alaikum semuaa🤗

Balik lagi nih hehe😁

Nggak nyangka cerita ini bisa rame dan banyak yang baca💕 Makasih ya sudah bersedia baca cerita saya ini🤗

Jangan lupa vote dan komen yaa🥰

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Allahumma sholli 'alaa sayyidina Muhammad, wa 'alaa aali sayyidina Muhammad.

Mohon diingatkan jika ada kesalahan dalam pengetikan atau penyampaian dari saya yaaa☺️

Happy reading guys😊😊😊

♡ ♡ ♡

Usai melaksanakan salat magrib berjamaah di masjid terdekat dari kediaman Nayara. Fadhil berjalan beriringan dengan Ayah perempuan itu sambil berbincang ringan. Tak ada kecanggungan di antara keduanya sebab mereka merasa sama-sama nyambung saat berbincang.

Teringat akan sesuatu, Fadhil tampak sedikit menimang pertanyaan yang akan ia lontarkan pada Wilman. Haruskah ia menanyakan hal ini pada Ayah Nayara atau tidak? Tapi entah mengapa Fadhil merasa perlu untuk menanyakan hal ini. Mengambil nafasnya dalam, Fadhil memutuskan untuk bertanya.

"Pak, boleh kalau saya bertanya sesuatu?" ungkap lelaki itu sebagai permulaan.

Wilman yang di tanya langsung tertegun sejenak. Ia merasa pertanyaan Fadhil kali ini mungkin cukup serius. Sebab sejak tadi berbincang, Fadhil selalu melontarkan pertanyaannya tanpa meminta izin. Dan untuk kali ini...

"Mungkin pertanyaan saya sedikit menyinggung tentang keluarga Bapak. Terutama Nayara dan Aira. Jika menurut Bapak apa yang saya tanyakan adalah sesuatu yang menurut Bapak tidak pantas saya ketahui. Bapak tidak perlu menjawab. Saya bertanya karena saya merasa perlu untuk bertanya tentang itu," tambah Fadhil menjelaskan.

Wilman menatap wajah pemuda 27 tahun itu. Sebelum kemudian tersenyum kecil sambil mengangguk. "Silahkah, tanyakan apa yang hati Nak Fadhil ingin ketahui," ungkapnya.

Fadhil mengambil nafasnya dalam. Lalu menghembuskannya perlahan. "Begini, waktu pertama kali bertemu Aira. Saya pernah bertanya soal ayahnya. Lalu Aira menjawab dia tidak punya Ayah. Nayara pun terlihat selalu sendirian. Bahkan dia bekerja di perusahaan saya. Melihat hal itu serta melihat bagaimana Aira begitu mendambakan sosok Ayah pada saya...." Ucapan Fadhil tergantung sejenak. Sampai ia kembali bersuara mengutarakan rasa penasarannya. "Sebenarnya Ayah Aira ke mana?" tanya Fadhil.

Wilman terdiam sejenak, ia sudah menduga pertanyaan ini yang akan ditanyakan Fadhil. Wilman mengambil nafasnya dalam sebelum kemudian tersenyum kecil pada Fadhil.

"Sebenarnya Ayah Aira ada. Tapi dia tidak bersama kami saat ini. Ayah Aira sudah berpisah dengan Ibu Aira sejak Aira masih dalam kandungan. Saat ini kami tidak tahu dia ada di mana," ungkap Wilman seadanya.

Mendengar itu, nafas Fadhil terasa tercekat. Rasa tak enak langsung menjalar dalam hatinya. "Maaf sudah bertanya hal seperti ini Pak," sesal Fadhil.

Wilman tersenyum sambil menepuk pundak pemuda di sampingnya. "Tidak masalah."

Fadhil tersenyum canggung. Lalu setelah itu tak ada percakapan lagi antara keduanya, hingga beberapa saat kemudian mereka tiba di rumah Nayara. Suasana di dalam cukup hening. Mungkin mereka yang ada di dalam rumah masih melaksanakan kegiatan mereka.

Lantunan Surah Asy-SyamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang