Saat ini niana dan Alex berada dikantin rumah sakit dengan segelas minuman dihadapan mereka.
"Bicara apa" ucap niana memulai percakapan.
"Maaf, aku sadar sebanyak apapun aku meminta maaf, kesalahanku terlalu besar untuk dimaafkan" ucap Alex.
"Baru sekarang kamu mengakuinya, dimana kamu saat Devan masih menderita bahkan hampir mati. Dan kamu berlaku seenaknya, bagaimana jika aku tidak pernah bertemu Devan atau zildan tidak membawanya ke mansion azendra. Pasti kamu tetap memperlakukan Devan seperti binatang" ucap niana.
"Bahkan binatang lebih baik daripada kamu Alex" gumam niana meminum jusnya.
Alex hanya menunduk mendengar ucapan niana yang memukul telak hatinya.
"Aku akan memperbaiki semuanya rhea, setelah Devan pergi dari mansion saat itu aku sadar jika dia berharga. Maafkan aku ku mohon maafkan aku niana" ucap Alex sembari menggenggam tangan niana.
"Bukannya kamu harus meminta maaf pada korbannya Alex? Untuk apa kamu meminta maaf padaku jika yang kamu siksa putramu sendiri" ucap niana.
"Semua keputusanku ada pada Devan. Sekalipun dia meminta pergi jauh, aku akan menurutinya. Dan untuk putra kita yang lain aku yakin kamu bisa mengurus mereka" ucap niana.
"Tidak rhea, aku tak bisa mendidik mereka. Bahkan kamu tau sendiri bagaimana sikap Zeland dan Revan" elak Alex.
"Cukup, aku harus kembali. Devan pasti takut ketika aku tidak ada disana" ucap niana beranjak dari duduknya meninggalkan Alex yang masih duduk disana menghabiskan kopinya lalu mengikuti niana.
.
.
.
.
"ANJING!!!! Seboeum" teriak Devan yang tiba tiba terbangun dan langsung mencari ponselnya yang berada disaku.
Saat membuka ponselnya sudah banyak notif chat dan panggilan dari Nico. Segera dia menghubungi Nico mengingat hari sudah petang dan latihan sudah selesai.
"Anjir nicoo gua lupa ada latian, Lo gimana sih nggak jemput gua ah anjir. Pasti besok Seboeum bakal hukum gua. Nicoo bantuin guaa" cerocos Devan tanpa menyadari kakaknya yang memperhatikan dirinya.
"Gua udah bilang sih sama Seboeum, tapi kayaknya Seboeum maunya Lo sendiri yang ijin tadi gua udah hubungin Lo nggak bisa, jadi selamat menikmati hukuman adekkk hahahaha" ucap Nico lalu menutup panggilannya.
"Ah temen bangsat awas aja besok" kesal Devan meremat ponselnya.
Ekhem
Devan menyadari dia duduk ditengah 2 orang akhirnya menoleh dan terkejut dengan keberadaan gio dan Revan.
Seketika dia lupa bernafas dan mematung menatap Revan yang juga menatapnya dengan pandang sendu.
Puk
"Nafas" ucap gio membuat Devan seketika bernafas meski agak sesak. Ingat traumanya belum hilang sepenuhnya.
"Emm gua pergi aja kak, pasti Devan takut sama gua" ucap Revan dan bersiap berdiri.
Namun Devan mencekal tangannya agar tetap duduk disampingnya.
"Disini aja, sok sok an mau pergi padahal kangen" sindir Devan setelah nafasnya membaik.
"Emang Lo nggk takut lagi sama gua" cicit Revan.
"Setan Lo? Sampe gua harus takut sama Lo" ucap Devan.
"Bukan gitu, tapi Lo kan pas itu takut Sampe pingsan juga kan ketemu gua" cicit Revan lagi.
"Ya Lo pikir mommy bakal biarin gua gitu, nggak lah mommy sering bawa gua terapi juga" ucap Devan.
KAMU SEDANG MEMBACA
invisible
General FictionDevan yang harus berpisah dengan kembarannya dan bertahan ditengah keluarga yang tak mengharapkan kehadirannya