Scarlett : 14

51 8 2
                                    

╭───────── ༺ ⚘ ༻ ─────────╮

Then who is it? ” Yamada mengernyit kebingungan.

Bram tidak langsung menjawabnya. Ia terdiam sejenak. Titik fokus matanya itu ia alihkan ke arah paras Scarlett yang tengah duduk tepat di samping Yamada.

Your granddaughter... i want her, Yamada sama.”

Terlontar lancar seperti angin yang melintas. Kalimatnya itu berhasil masuk ke gendang telinga milik Yamada dan Scarlett dengan sangat jelas.

Tatapan Bram bertemu dengan dua mata berwarna biru terang milik Scarlett. Ia tatap bola mata itu dengan amat lekat. Tanpa berkedip, sekilaspun. Layaknya mata burung elang yang sedang mengunci sasaran mangsanya.

Dan Scarlett, ia membalas tatapan Bram. Dengan raut wajahnya saat ini yang sudah nampak dihiasi ekspresi terkejut bukan main.

Me?! tsk! no, you’re kidding!! ’ batin Scarlett mengelak.

Yamada tertawa tiba-tiba. Kedua tangannya itu ia lipat rapat di dada. “Apa maksudmu menginginkan cucuku?”

“Sepertinya akan lebih baik jika tuan tanyakan langsung padanya. dia tahu kenapa aku menginginkannya.” jawab Bram. Ia melimpahkan pertanyaan itu pada Scarlett.

Dengan sontak Yamada pun menoleh ke arah Scarlett. Perempuan itu hanya diam tak bergeming sedikitpun.

Kedua mata Scarlett sudah nampak terpejam seakan tak ingin mengetahui apapun. Ekspresi wajahnya begitu jelas memaparkan satu kalimat bertuliskan ‘jangan tanya aku’.

Yamada yang melihat itupun kembali menatap Bram. “Cih.... kau ini. berani sekali meminta sesuatu padaku langsung tak tahu diri seperti itu.” ketusnya mencibir.

“Tuan keberatan?” tanya Bram.

“Serakah dan tak tahu diri. kau meminta sesuatu tanpa tanggung-tanggung.... aku menyukai orang sepertimu.” ucap Yamada.

“Kalau begitu bagaimana keputusannya?” tanyanya lagi.

Mendengar itu, seketika Scarlett menggenggam satu lengan milik kakeknya itu dengan amat erat. Yamada kembali menoleh menatap wajah cucunya itu.

Scarlett tak mengeluarkan sepatah katapun. Namun sorot matanya begitu tajam bak seekor kucing yang tengah merasa terancam.

Please no!

Dua kata yang Scarlett lontarkan di dalam hatinya itu, ia berharap semoga Yamada bisa mendengar itu dari tatapan matanya.

Yamada terdiam sesaat.

“Kalau aku ingin satu kaki tangan penembak jitumu... bagaimana dengan itu?” ucap Yamada bertanya balik.

“Saya bisa memanggilnya sekarang juga.” jawab Bram.

Yamada memangut paham. “Alright then, deal.”

WHAT–???!!! ’ batin Scarlett tertegun mantap. Saat ini tubuhnya mematung seperti di sambar petir di tengah cuaca yang cerah tak bergemuruh.

Sedangkan Bram, bisa dilihat senyuman picik sudah nampak telukis begitu sempurna di sudut bibirnya.

Sialan.

Really? you can’t be serious, grandpa! ” ketus Scarlett.

“Masalahmu dengannya itu tidak ada hubungannya denganku. bukankah kau tidak suka menghindar dari masalahmu?” serunya dengan santai bak tak berdosa.

Scarlett berdecak. Ia menatap Bram setajam jarum. Ekspresi wajahnya yang penuh dengan kemenangan itu sungguh menyebalkan. Amat merepotkan, meresahkan, dan juga menyusahkan. Dasar bajingan gila.

Red Wine Cigarette LighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang