Scarlett : 33

94 10 2
                                    

╭───────── ༺ ⚘ ༻ ─────────╮

17:38 pm.

Sebenarnya... apa yang Bram sembunyikan? siapa yang kabur? apa mungkin, dia menyandera seseorang? siapa?

Sesaat, setelah Bram menerima sebuah kabar mendesak dari panggilan tadi, yang tak tahu apa.. Ia langsung pergi menghilang begitu saja entah kemana. Dengan wajahnya yang nampak jelas menahan amarah. Sementara Scarlett yang menyaksikan itu perasaannya menjadi gelisah.

Entah kenapa. Namun, tepat saat panggilan itu terputus.. Hal itu memberi Scarlett sebuah dampak ‘overthingking ’ yang sampai di detik ini, tak juga kunjung berkesudahan.

Di saat yang bersamaan... Scarlett teringat dengan Ryujin juga lainnya, yang saat ini ia tinggalkan. Bahkan sepintas ia sempat kembali teringat dengan perkataan Dyrgan.

Karena itu hatinya kala ini begitu gundah. Diantara Bram dan juga Dyrgan, sebenarnya siapa yang bisa ia percaya?

I really can’t believe those bastards.”

Scarlett membuang nafasnya panjang. Namun segalanya yang mengganggu itu, ternyata tak ikut terbuang. Yang ia lakukan saat ini.. Hanya berdiri terdiam. Menikmati udara seraya menontoni langit jingga yang terasa sangat manis jauh di depan sana.

Scarlett tidak menyangka... Ternyata pemandangan yang bisa dilihat dari arah balkon mansion ini sangatlah cantik dan indah memanjakan mata. Untuk sesaat, ia lupa akan semua kenyataan.

“Nona.”

Suara sopan milik Stevan yang terdengar secara tiba-tiba itu berhasil menarik keluar Scarlett yang nampak hampir terhanyut ke dalam lamunannya sendiri.

Scarlett menoleh tanpa berkata apapun.

“Aku bawakan teh hijau hangat untukmu. karena kulihat sepertinya ada yang sedang mengganggu isi pikiranmu.” Stevan berjalan mendekati Scarlett dengan secangkir teh di genggaman tangannya.

“Terimakasih.” seru Scarlett.

“Santai saja...” balas Stevan. “Ada apa?”

“Tidak ada.” Scarlett meneguk tehnya lebih dulu sebelum kembali melanjutkan. “Ah ya. kapan kakiku akan sembuh sepenuhnya?” tanyanya.

“Karena itu luka ringan, jadi perkiraan pulih sepenuhnya akan memerlukan waktu sekitar satu minggu.” jawabnya. “Dan.. ya. seperti dugaanmu... lukanya akan membekas.”

“Yah.. itu tidak masalah. lagipula mana ada luka tembak tak membekas.. itu mustahil.” Scarlett tersenyum hampa seraya kembali berpaling. “Omong-omong, Stevan.”

“Ya, nona?” sahut pria itu.

Pandangan Scarlett sekarang masih tetap begitu terpana dengan pemandangan elok di depan matanya. “Tentang luka memanjang yang ada di ujung alisnya itu.... apa kau orang yang mengobatinya?”

Oh.. that scar...” Stevan membisu sejenak. Dua matanya melirik ikut menontoni langit di depan sana. “Bekas luka itu sudah ada bahkan sebelum aku direkrut.”

Scarlett tertegun. “Begitu ya?”

“Diego.” nama itu terlontar dari mulut Stevan begitu saja.

Scarlett tersontak menoleh.

“Tangan kanan.. sekaligus orang paling terdekatnya. pria itu sudah mengabdikan dirinya pada boss sejak dia kecil. karena itulah, aku sempat bertanya banyak tentang boss padanya.” jelas Stevan panjang lebar.

Red Wine Cigarette LighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang