052

1.7K 235 19
                                    

Arson duduk di atas karpet ruang tamu dengan piring di tangan, memperhatikan Devon yang sibuk bermain lego.

Mata Devon benar-benar fokus pada balok-balok warna-warni di depannya. Sesekali dia merapatkan alis, memiringkan kepala, dan berpikir keras tentang bagaimana cara menyusun balok berikutnya. Devon benar-benar mengabaikan sekitarnya, seolah dia masuk ke dalam dunianya sendiri.

Dengan senyum tipis, Arson mengambil sepotong nugget berbentuk dino dan sejumput nasi dari piring. "Liat ke sini dulu, sayang," panggilnya lembut. Devon menoleh sedikit, hanya setengah putaran kepala, tapi cukup bagi Arson untuk dengan cepat menyuapi makanan ke dalam mulut pacarnya. "Pinter.." gumamnya pelan.

Devon mengunyah tanpa banyak bicara, matanya kembali terpaku pada lego-lego yang sudah setengah jadi. Dia benar-benar fokus, seolah tidak ada yang lebih penting daripada menyelesaikan mainan itu.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan, kecuali suara kecil dari potongan-potongan lego yang disusun. Devon akhirnya menghela napas frustasi. Dia melepaskan balok-balok di tangannya dan merangkak naik ke sofa, duduk di samping Arson dengan wajah yang cemberut.

Arson mengernyitkan alis, sedikit heran. "Kenapa? Kok udahan main legonya?" tanyanya lembut sembari merapihkan poni pacarnya yang sedikit berantakan.

Devon menggeleng kecil. "Susah ish, Devonnya gak ngerti itu gimana cara pasangnya..." rengeknya dengan nada kesal. Kakinya bergerak menendang-nendang udara, dengan alis yang mengkerut, meluapkan perasaan jengkelnya karena tidak bisa menyelesaikan mainan itu dengan benar.

Arson tidak bisa menahan tawa kecil yang keluar dari bibirnya ketika melihat tingkah lucu Devon. Dia merasa sangat gemas oleh pacarnya ini.

"Ih kok Arson malah ketawa sih? Devonnya lagi pusing loh inii!!" rengeknya lagi. Tidak senang melihat Arson yang justru menertawainya.

"Bukan gitu-" Arson segera menghentikan tawanya. "Yaudah ini abisnin dulu nasinya nih sesuap lagi, biar gua yang susunin legonya" katanya.

Devon menatap Arson dengan sedikit ragu, tapi akhirnya menurut. Dia membuka mulut kecilnya, membiarkan Arson menyuapinya suapan yang terakhir.

Setelah selesai makan, Arson meletakkan piringnya ke atas meja. Kemudian, dia merosot turun dari sofa menjadi duduk lesehan di bawah dan mengambil lego-lego yang berserakan.

Devon yang penasaran mengintip apa yang Arson lakukan dari balik bahu lebar pacarnya. "Arson bisa?" tanyanya memastikan

"Bisa dong," jawabnya penuh percaya diri.

Mendapati jawaban itu dari Arson, Devon memilih ikut turun dari sofa. Dia duduk manis disebelah Arson dan menyandarkan kepalanya ke bahu pacarnya, berusaha mencari nyamannya sendiri dengan mata yang tetap memperhatikan bagaimana tangan Arson begitu terampil ketika menyatukan balok-balok itu.

Arson menyusun lego sesuai dengan intruksi yang tertulis di buku panduan. Devon juga sesekali mencoba membantu dengan mengambilkan potongan balok yang Arson butuhkan. Dalam beberapa menit, bentuk yang diinginkan mulai terbentuk.

"Ya, begini kan jadinya," kata Arson sambil menyerahkan lego berbentuk keropi yang sudah selesai ke tangan Devon. Melihat senyum kecil muncul di wajah pacarnya adalah kepuasan tersendiri bagi Arson, yang tanpa sadar juga ikut tersenyum.

Devon cepat-cepat mengangguk ketika menerima miniatur lego itu. "Yey jadii!! Makasih Arson" seru Devon ceria.

Arson tidak bisa untuk berhenti tersenyum ketika bersama Devon, apalagi melihat tingkah lakunya yang benar-benar menggemaskan begini. "Bentar ya, gua naro piring kotornya ke dapur dulu" katanya sambil menepuk pelan pucuk kepala cowok kecil itu.

Secret InnocenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang