Bagian 4

1.7K 132 2
                                    












Alur maju mundur! Jadi silahkan baca dengan berhati-hati ...















"Enggak mungkin ... "

Tyana terdiam saat melihat foto yang Johan berikan padanya, ayah dari Helga itu menunjukan sebuah foto pria berkacamata, berambut hitam dengan gaya yang sangat santai, mulai dari hidung, mata, hingga bibir itu jelas sekali mirip dengan mendiang putranya yang telah wafat dua tahun yang lalu.

"Gimana kalian bisa ketemu dia?"

"Gue sama Tama baru balik dari butik, terus kita mampir dulu ke Kotu, tiba-tiba ada orang nyamperin nawarin gue buat di lukis, gue sama Tama kaget banget liat mukanya mirip Joshua."

"Gue hampir pingsan Tyan, asal lo tau," Tambah Tama.

Mendengar cerita kedua sahabatnya itu tentu sana Tyana percaya, Jaren belum mengetahui hal tersebut namun mendengar jika ada oranglain mirip dengan mendiang putranya ia menjadi penasaran.

"Emang bisa ada orang semirip ini, ya ... "

Gumam Tyana sembari terus memandangi foto yang di berikan Johan.

"Itu buktinya, gue gak ada maksud apa-apa ngasih tau lo, Tyan, cuma gue jadi keinget aja sama lo pas liat dia."

"Gue bisa liat dia langsung, gak?"

"Kita bisa usahain, kalo lo ke Kotu kayanya bisa, cuma saran gue jangan lo samperin langsung takutnya lo pingsan lagi ngeliat dia."

Tyana mengangguk, "okay, weekend ini bantu gue ketemu dia, tapi jangan bilang Jaren dia pasti gak akan setuju."


















Noa keluar dari dalam kamar dengan mata sembab, ia sudah puas menangis kemudian merasa bersalah karena sudah menitipkan Joey pada pengasuhnya. Harusnya Noa menenangkan putranya itu namun dirinya malah sibuk mengurus perasaannya sendiri.

Dengan bergegas ia menghampiri kamar tidur Joey yang berada di samping kamarnya, saat membuka pintu ia melihat putranya tengah duduk memainkan gundam di temani Susi sang baby sitter.

"Joey, sayang," Ujar Noa membuat putranya itu menoleh, Joey segera bangun dan menghampiri Noa lalu memeluknya.

"Buna, i'm sorry."

Noa tersenyum ia lalu menggendong Joey, menciumi sisian wajah bulat anaknya.

"Why Joey say sorry?"

"Soalnya aku nakal, bikin Buna sedih."

Noa menggeleng, "Buna gak sedih, tuh."

"Really?"

Noa mengangguk, ia memeluk tubuh Joey yang masih menatapnya dengan rasa bersalah, "beneran anakku, Buna juga minta maaf tadi ngasihin Adek ke Mbak."

"It's okay Buna, i love you."

"Buna love Adek so much."

Setelah itu keduanya memutuskan untuk tidur bersama di kamarnya, Joey memang sehari-hari tidur bersama Noa hanya saja ia memiliki kamar sendiri walaupun tak di tempati. Mereka masih tinggal bersama Tyana dan Jaren lantaran Tyana tak ingin jauh dari menantu dan cucunya itu.

















Noa turun dari kamarnya setelah menidurkan Joey, dia heran karena mertuanya tak kunjung terlihat padahal hari sudah hampir gelap, bisnis sepatu yang di jalani Tyana sudah di urus oleh oranglain dan Tyana hanya sesekali menyambangi kantor, maka jika sampai seharian mertuanya itu tak ada Noa merasa heran.

"Bi Inah, Bubu belum pulang?"

"Belum Mas, tadi sudah bilang perginya agak lama."

"Ke kuburan Mas Joshua lagi?"

"Iya, Mas, tapi ada urusan lain juga kata Tuan nanti sebelum makan malam sudah di rumah."

Noa mengangguk, walaupun ia merada heran akan tetapi jika Tyana sudah menyampaikan pesan maka tak ada lagi yang perlu ia khawatirkan.

















"Boleh saya peluk kamu?"

Kavi cukup terkejut dengan pertanyaan Tyana, mereka baru pertama kali bertemu dan apa katanya, ingin di peluk. Kavi terdiam beberapa saat sebelum ia menyadari ada tatapan rindu yang menggebu dari sorot mata pria manis itu. Ia pada akhirnya merasa iba dan mengiyakan.

"Ofcourse," Kavi meraih Tyana dalam pelukannya kemudian, hingga pria manis itu menangis tersedu.


















Tbc ...













After We Meet | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang