"Aku maunya sekarang, aku mau ke kabin sekarang ... "
Kavi terdiam sejenak, ia memikirkan haruskah ia mengikuti keinginan Noa yang agaknya sedikit beresiko mengingat sang kekasih sedang di landa demam.
"Tapi kamu lagi demam Sayang, nanti aja ya?"
Noa kembali mengingat mimpinya yang terasa begitu nyata, dirinya tak bisa menahan diri selain melihat ke arah Kavi dengan air mata yang turun lebih deras. Ia paham bagaimana rasanya memimpikan seseorang yang telah pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Sepertinya ia memang harus membiarkan Noa untuk pergi ke Kabin, toh, letaknya juga sama sekali tidak jauh dari lingkungan rumah.
Setelah meminta ijin pada Tyana, bahkan pria manis itu memastikan jika sang menantu benar-benar sudah kuat untuk berjalan.
"Nana beneran gak apa-apa Sayang?" Tanya Tyana dengan raut khawatir.
"Nana baik-baik aja Bubu, Nana mau ke Kabin Nana kangen Mas Josh."
Tyana lalu melirik ke arah Kavi memastikan pemuda itu baik-baik saja. Noa sudah memberitahunya jika Tyana tidak mengetahui prihal mimpi itu karena Noa khawatir jika Tyana akan bersedih.
"Bubu gak usah khawatir, aku yang jagain Nana, aku janji gak akan biarin Nana kenapa-kenapa."
"Yasudah, kalo ada apa-apa Bubu di sini, yah, maaf Bubu gak bisa anter kalian, Bubu masih belum siap."
Tentu saja Noa dan Kavi mengangguk, Kavi sebenarnya sudah meminta Noa untuk di gendong saja namun si manis itu menolak karena merasa masih sanggup berjalan. Dengan penuh kehati-hatian Noa berjalan dengan di mengalungkan tangan pada leher Kavi, mereka pelan-pelan berjalan ke arah halaman belakang di mana kabin berada. Halaman belakang memang selalu rapih lantaran tukang kebun yang di pekerjakan keluarga Mahendra bekerja setiap hari di sana.
Namun tanpa Noa duga ingatan akan hari pernikahannya sontak berputar begitu saja saat ia menginjakan kaki di sana. Noa benar-benar merasa sedih saat mengingat momen itu, bagaimana dirinya mengucap janji suci dan melihat senyuman lebar Joshua hari itu, dirinya yang tersenyum lebar dan meneteskan air mata bersama kerabat dan orangtuanya. Noa mengingat pakaian putih yang ia kenakan, ia benar-benar merasakan atmosfir itu datang kembali.
Noa memejamkan mata, ia harus sadar jika kini dirinya tengah bersama Kavi, itu semua sudah berlalu dan hanya menjadi sebuah kenangan indah yang akan selalu terbingkai apik dalam ingatannya.
"Baby ... Are you okay?" Tanya Kavi saat merasa tubuh Noa gemetar dalam dekapannya.
"I-i'm okay, ayo lebih baik kita masuk ke kabin, kayanya mau hujan sebentar lagi. Kamu bawa kuncinya, kan Vi?"
Kavi mengangguk, "Bubu gave me the key, ayo, jalan sedikit lagi."
"Are you ready?" Tanya Kavi saat tangannya hendak membuka kunci pada pintu kabin.
Noa hela napasnya dalam, berusaha lebih tegar akan apa saja yang akan dirinya temukan di dalam sana nanti, "i'm ready .... "
"It's okay Sweetheart, aku di sini," Kavi kecup sekilas pangkal kepala Noa, ia lalu memutar kunci hingga bunyi terbuka terdengar, lalu dengan segera ia membuka daun pintu, seketika aroma khas kertas tercium memenuhi antero ruangan itu.
Kavi tidak bisa tak terkagum dengan bagaimana ruangan itu terlihat, bagaimana sketsa mewah tertempel pada nyaris seluruh dinding, bagaimana kertas-kertas tergulung rapih di simpan di sudut ruangan. Meja kerja yang rapih di ujung ruangan, meja besar di tengah ruangan, bahkan alas tulis dengan harga selangit masih tertata rapi pada tempatnya.
"Ya Tuhan .... "
Kavi dapat mendengar Noa bergumam, pria itu rupanya sudah meneteskan air mata saat pertama kali pintu kabin terbuka. Matanya menelusuri seluruh sudut ruangan, dirinya pernah berada di sana bersama Joshua, ia ingat sekali Joshua pernah nyaris menunjukan sebuah sketsa dengan gulungan pita berwarna merah muda. Itu masih berada di sana, di tempatnya seperti bertahun lalu.
"Mas mau nunjukin apa ke aku? Mas mau liatin apa ke aku?" Tanya Noa bicara sendiri. Sementara Kavi hanya diam di sana membiarkan Noa melakukan apapun yang dirinya inginkan.
"Kamu bisa jalan sendiri Sayang?" Tanya Kavi saat Noa melepaskan kaitan tangannya.
"Aku okay, kamu bisa stay di sini dan temenin aku, ya?"
Kavi mengangguk, "always."
Lalu Noa dengan langkahnya yang ringkih mulai berjalan menuju ke arah kotak di mana gulungan itu berada. Namun sebelum membuka gulungan itu, Noa entah mengapa sangat berhasrat untuk lebih dulu menjelajahi meja kerja milik mendiang sang suami.
Ia merasa Josh mungkin meninggalkan sesuatu untuknya dan Josh ingin Noa mencarinya sendiri di sana. Maka dengan cekatan Noa menelusuri laci meja kerja milik Josh, membukanya satu persatu, hingga matanya benar-benar menangkap sebuah amplop dengan pita berwarna merah muda, warna kesukaannya.
Tbc ...
Ini kepanjangan jadi aku lanjut di next chapter yaa, jangan lupa vote dan komentari!

KAMU SEDANG MEMBACA
After We Meet | Nomin
Fanfictioncerita ini merupakan sequel dari ceritaku sebelumnya DAYS WITH YOU jadi biar ngerti silahkan baca book pertama dulu yah. bxb nomin mpreg by : sassyna