Bagian 13

1.3K 111 2
                                    




















"You sure?"

Noa mengangguk dengan percaya diri, ia tahu Jaren akan penasaran dengan hal tersebut dan Noa sangat siap jika harus mempertemukan Jaren dengan Kavi. Walaupun Noa sama sekali tidak tahu di mana keberadaan pria itu, akan tetapi ia memiliki Jidan, anaknya yang satu itu pasti tahu di mana Kavi berada.

"Kalo gitu, Bubu sama Papi mau ketemu," Tyana menyahut dengan yakin, "iyakan, Sayang?" Tanyanya pada Jaren.

Jaren mengangguk, walaupun pernyataan Noa tidak masuk di akalnya mungkin saja hal tersebut terjadi, banyak yang bilang seseorang memiliki tujuh kembaran di dunia bukan.

"Kalo gitu, nanti atur jadwalnya kapan bisa ketemu."

"Aku coba cari dulu orangnya ya, Pi, aku gak ada kontaknya."

Jaren mengangguk setuju sementara Tyana diam-diam memikirkan apakah sosok yang Noa maksud adalah Kavi, pria yang selama beberapa tahun ini ia kenali. Dan dengan pertemuan mereka Tyana dapat memastikan sendiri siapa sosok yang Noa lihat.


















"Bang."

Kavi menoleh saat mendapati bahunya di tepuk seseorang, benar saja Jidan berdiri di belakangnya dengan ransel tersampir di sebelah bahunya. Kavi yang tengah sibuk dengan skripsi pada laptopnya itu kemudian beralih, memalingkan tubuhnya pada sosok tinggi menjulang Jidan.

"Kenapa? Udah selesai kelas, lo?"

Jidan mengangguk, ia kemudian duduk di bangku sebelah Kavi, menaruh tasnya di atas meja kemudian meneguk sebuah botol berisi minuman rasa buah yang ia beli di kantin, "lo kemana aja, gue udah lama gak liat lo."

"Kenapa? Kangen ya lo?"

"Idihhh ... " Jidan memasang wajah jijiknya, "amit-amit."

"Yeu bocil," Kavi mengusak rambut belakang Jidan, sebelum matanya kembali fokus pada laptop di hadapannya.

"Bang, gue mau ngasih tau sesuatu."

"Apa?" Tanya Kavi dengan mata masih fokus pada layar di hadapannya.

"Tapi lo janji jangan impulsif."

Kavi mengangguk, tangannya masih sibuk mengetik, "ngomong aja, Ji."

"Joey masuk rumah sakit, dia kangen sama lo, Buna jadi nangis terus akhir-akhir--"

Tak ...

Kavi sontak menutup laptopnya lalu melihat ke arah Jidan dengan horror. Tubuhnya bangun dari tempat duduk ia sangat terkejut dengan berita tersebut.

"Serius lo? Di rs mana Joey? Sakit apa?"

"Satu-satu elh," Jidan menurunkan tubuh Kavi hingga pria itu berada dalam posisi duduk kembali, "gue gak boleh cerita ini ke lo sebenernya, Buna udah bilang jangan, tapi karena adek gue sakit tipes sampe opname cuma karena pengen liat muka lo, gue rasa gue gak bisa diem aja."

Astaga, Kavi tak menyangka Joey akan mengalami sakit hanya karena merindukannya, rasanya hatinya ikut sakit mendengar hal tersebut.

"Sejak kapan Joey di opname?"

"Semalem," Jawab Jidan dengan murung.

"Gue boleh ke sana?"

Jidan terdiam, ia tak memiliki ijin jika membiarkan Kavi ke sana tanpa persetujuan mungkin akan sangat tidak sopan di mata keluarga Mahendra. Tapi di sisi lain ia tak tega jika melihat adiknya sakit hanya karena rindu.

"Yaudah, kita ke sana tapi kalo gue di omelin lo harus kasih pembelaan. I risk my life for you."

"Iya, udah ayo, sebelum keburu ujan."

Keduanya akhirnya pergi ke rumah sakit menggunakan motor matic milik Kavi.






















Setibanya di sebuah rumah sakit besar ibu kota, mereka menaiki lift ke lantai vip di mana Joey di rawat, di lantai itu hanya memiliki tiga ruang yang dapat di huni dan areanya cukup besar. Itu pertama kali bagi Kavi menginjakan kaki di lantai khusus vip, ia cukup terkagum.

"sini Bang," Jidan membawanya ke sebuah pintu di mana Joey di rawat. Tidak ada siapa-siapa di luarnya maka dari itu Jidan mengetuk dua kali daun pintu.

Tak lama knop berputar, saat pintu terbuka Kavi dapat melihat sosok Noa yang memberikan reaksi terkejut atas kehadirannya.

"Kavi .... "


















Tbc ...

After We Meet | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang