Bagian 2

3.6K 219 3
                                        




















Noa tiba di rumahnya dengan Joey yang menangis sepanjang perjalanan mereka pulang, alasannya tentu saja ia tak ingin berpisah dengan pria asing yang memang Noa akui sangat mirip dengan mendiang suaminya. Namun itu bukanlah Joshua, pria itu berbeda Noa tahu itu karena nama mereka berbeda lagipula keajaiban macam apa yang dapat membuat seseorang yang sudah mati bertahun-tahun hidup kembali, terlebih Noa tahu jelas sosok yang memiliki paras serupa Joshua itu terlihat masih sangat muda.

Joey membawa putranya itu turun dari dalam mobil, benar, ia menyetir sendiri setelah menolak tawaran untuk di antar dari sosok bernama Kavian itu, Noa sebenarnya merasa kacau, perasaannya menolak mengakui kemiripan itu namun ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Kavian bak sosok Joshua yang bangkit dari alam kubur.

"Mbak! Mbak Susi!" Noa nyaris berteriak sementara Joey terus menangis memanggil ayahnya. Hal itu juga yang membuat Noa semakin merasa kalut.

Sosok baby sitter Joey muncul tak lama kemudian, "iya Mas."

"Tolong jagain Joey dulu, saya sakit kepala," Noa memberikan Joey, bukannya ia tega hanya saja Noa benar-benar butuh waktu untuk sendiri, ia ingin menangis dan Joey tak boleh melihat itu.





















Kavi membawa tabung gambarnya menuju sebuah studio yang memang sebelumnya menjadi tujuan, namun karena ia mengalami kejadian cukup aneh sebelum datang ke sana Kavi menjadi sedikit terlambat. Kavi merupakan seorang mahasiswa seni rupa yang sudah berada di akhir masa perkuliahannya. Ia sempat terlambat masuk kuliah karena biaya, akan tetapi dua tahun kemudian ada seseorang yang rela membayar segala keperluannya asalkan Kavi mau menjadi salah satu guru seni di galerinya.

Dan di sanalah dia hari itu, Kavi hendak mengajar pada sebuah kelas lukis. Karena walaupun ia masih tergolong mahasiswa sesungguhnya Kavi hanya mengejar gelar formal saja, nyatanya hasil lukisnya sudah sangat bagus di banding mahasiswa lainnya.

"Selamat siang, maaf saya telat," Kavi memasang senyum bulan sabit pada sekitar sepuluh muridnya. Ia lalu menaruh tas di atas meja juga tabung gambar di sisiannya.

"Habis kencan, ya, Mas Kavi?" Tanya seorang wanita usia tiga puluhan.

"Habis kecelakaan tadi, eh, gak bisa di bilang kecelakaan sih, pokoknya ada sesuatu, maaf ya Mas sama Mbaknya jadi nunggu lama."

"Gak apa-apa, lho, Mas Kavi, cuma telat setengah jam."

Kavi menjadi tak enak hati, ia lalu meminta maaf lagi dengan benar hingga tak lama kelas akhirnya di mulai.



















Kavi usai kelas pada pukul empat sore, ia ada janji bertemu dengan seseorang yang akan membeli lukisannya, ya, lukisan yang Kavi bawa pada tabung gambarnya sudah ia kerjakan selama lima bulan lamanya dan pemesan mengatakan jika lukisan itu akan di bayar dengan harga sangat mahal jika sesuai dengan harapan.

Kavi menunggui sosok itu di sebuah coffee shop di pusat kota, sesungguhnya projek itu ia dapat dari sosok yang sama yang membiayayai kuliahnya selama ini, Kavi menyebutnya dengan sebutan Bapak karena usianya sudah seperti almarhum ayahnya jika masih ada di dunia.

Dengan segelas caramel machiato Kavi menunggu, sesekali ia membuka ipad dan memeriksa projeknya yang lain di sana. Hingga tanpa ia sadari seseorang berjalan ke arahnya, "selamat sore."

Ujarnya segera membuat Kavi menengok, di hadapannya sosok pria manis setengah baya, rambutnya terlihat sudah sedikit beruban namun parasnya masih sangat manis. Saat Kavi melihat ke arahnya pria itu menatapnya dengan berkaca-kaca, Kavi tak memahami apa arti dari tatapan itu.

"Sore," Jawabnya sembari tersenyum. Kavi memang murah senyum, sudah bawaan lahir, "silahkan duduk Pak."

Pria manis itu kemudian duduk, ia menatap Kavi terus menerus hingga rasanya Kavi merasa ada yang aneh dengannya.

"Saya Kavi Pak, salam kenal," Kavi mengulurkan tangannya.

Si pria manis menyambutnya dengan air mata yang tiba-tiba menetes, "saya Tyana."




















Tbc ...

After We Meet | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang