Bagian 25

2K 174 8
                                        



















"Bang," Jidan menyapa Kavi yang tengah bermain dengan kanvas juga beberapa cat di studionya. Jidan sengaja datang setelah membuat janji sebelumnya dengan pemuda tampan itu.

Kavi menoleh lalu tersenyum, ia menaruh kuasnya lalu berdiri menghampiri Jidan, "sup! Duduk Ji," Ujar Kavi sembari sedikit merapikan ranjangnya. Seperti yang Noa alami sebelumnya tak ada sofa lain selain single bed miliknya sebagai kursi bagi tamu yang bisa di hitung jari bertandang ke studionya itu.

Itu bukan yang pertama kali bagi Jidan berkunjung, ia pernah beberapa kali datang jika merasa jenuh dengan aktifitasnya, melihat karya tangan Kavi membuat kepalanya menjadi lebih segar.

"Lukisan baru?" Tanya Jidan melihat sebuah sosok yang baru setengah jadi tergambar di atas kanvas yang tengah Kavi kerjakan.

"Iyah, lo bisa tebak dia siapa?" Kavi bertanya dengan menunjuk lukisan itu.

Jidan terdiam, kepalanya berpikir keras dengan sketsa gambar yang Kavi buat. Dari garis wajahnya sangat familiar, butuh beberapa menit hingga mata sipit Jidan terbuka lebar menyadari siapa sosok itu.

"Buna?" Tanya Jidan tepat sasaran.

Kavi tersenyum lebar lalu mengangguk, "iyah, Kak Noa yang jadi muse gue kali ini."

"Bro ... "

"You might dont like it but ... Setelah sebulan ini gak ketemu diapun gue masih inget mukanya dengan jelas. I just miss him."

Jidan hela napasnya dalam, mengapa Kavi bersikap seperti itu jika dirinya memilih untuk menjauh dari Noa, begitupun Noa yang setiap kali bertemu dengannya kini terlihat selalu mendung. Jidan mulai sadari jika dua orang itu memiliki ketertarikan satu sama lain hanya saja Noa belum usai dengan kenangannya bersama Joshua, sementara Kavi, ia juga tak ingin hidup dalam bayang-bayang oranglain.

"It's hard for both of you."

Kavi tersenyum pahit, jika boleh jujur ia merindukan Noa sepenuh hatinya. Kavi masih bisa bertemu Joey namun Noa, Kavi tak yakin akan kemana cerita antara dirinya dan Noa akan berlabuh.

"Ketemu aja, Bang, cari tau sendiri, kalo Buna cuma punya ketertarikan sama lo karena almarhum suaminya."

"Kenapa harus? Saat gue tau Buna lo emang gak pernah beneran tertarik sama gue?"

"Lo cuma gak tau, gimana Buna akhir-akhir ini."

Kavi mengernyit bingung atas ucapan Jidan, "Kak Noa kenapa?"

"I'm not sure, but, Buna keliatan gak baik-baik aja setelah lo mutusin buat ngejauh."


















"Lo gak apa-apa, Na?" Helga terlihat khawatir dengan kondisi Noa yang tak henti memuntahkan isi perutnya sejak beberapa saat yang lalu. Helga dan Marine, putri kecilnya itu berkunjung ke Kafe di antarkan oleh Marko. Dan saat tiba di sana Noa terlihat dalam kondisi tak baik.

Pria manis itu mengeluh pusing dan mual dan itu terjadi sudah seminggu lamanya, Noa masih dapat menahannya berhari-hari lalu namun kini rasanya sudah tak tertahankan.

"Gue ... Gue mual banget Hel, gue gak tahan."

"Asam lambung lo naik? Lo lagi stress?"

Noa tak menjawab, ia lalu membasuh mulutnya, Noa berjalan limbung keluar dari kamar mandi menuju sofa yang berada dalam ruangannya. Helga yang tengah menggendong Marine juga turut duduk di sana.

"Hel, gue takut ... "

Ucapan Noa buat Helga kernyitkan dahi, "kenapa, lo takut kenapa?"

Noa sudah ingin menangis, jika dirinya tak bercerita pada Helga Noa tak tahu lagi harus mengatakannya pada siapa, namun sepertinya ia tak mungkin sembunyikan kekhawatirannya itu lebih lama, karena firasat Noa mengatakan jika hal buruk terjadi atas kecerobohannya.

"Kayanya ... Gue hamil Hel ... "



















Tbc ...

After We Meet | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang