Bagian 11

2.4K 179 5
                                        















Noa mengunci ruangannya, ia mendudukan Joey pada sofa walaupun anak itu menangis Noa tak menuruti keinginan putranya untuk bertemu lebih lama dengan Kavi, Noa tak ingin Joey benar-benar menganggap Kavi sebagai ayahnya karena Kavi memang bukan.

"Kenapa aku gak boleh ketemu ayah!" Joey berujar di sela tangisnya. Noa yang sedari tadi masih berdiri dan mencoba menenangkan diri tak lantas menjawab, ia takut akan membentak Joey, Noa tahu putranya itu sangat merindukan Joshua dan menganggap Kavi sebagai ayahnya karena wajah mereka yang serupa bisa Noa mengerti.

"Buna jahat! Buna gak mau aku ketemu Ayah, aku kangen ayah Buna!"

Joey terus merengek hingga Noa akhirnya terpaksa untuk menanggapi, "itu bukan Ayah, Adek, itu Om Kavi ayah udah di surga sama Tuhan, adek, kan tau Buna udah bilang --"

"Buna bohong!"

Noa menghela napas, ia berjalan menghampiri Joey lalu memeluknya, Noa tidak boleh bersikap keras di saat seperti itu. Joey hanyalah anak kecil yang tengah merindukan ayahnya Noa harus mengalahkan rasa kalutnya agar tak berimbas pada putra kecilnya.






















"Jadi dia Buna angkat lo itu?" Tanya Kavi, ia dan Jidan berada di sebuah minimarket tak jauh dari Kafe. Setelah Noa membawa Joey ke ruangannya keduanya memilih mengobrol di luar saja.

Jidan mengangguk, "dia angkat gue jadi anaknya waktu hamil baru-baru aja, kayanya waktu suaminya baru meninggal."

"Gimana bisa lo jadi anak angkatnya?"

"Keluarga besar Mahendra, alias almarhum suaminya jadi donatur tetap di panti waktu suaminya Buna baru banget meninggal, alesannya karena Buna gue sedih banget dan stress waktu itu, makanya Grandbu ajak Buna ke panti buat hibur diri, kebetulan waktu itu dia paling deket sama gue, sampe ya singkatnya gue di asuh sama dia."

Kavi mengerti, itu kenapa Jidan dekat dengan keluarga itu. Bagaimanapun Kavi tahu latar belakang kehidupan Jidan yang tinggal di panti sejak masih bayi merah. Orangtuanya tak tahu di mana.

"Gue gak bisa bilang Buna kalo lo mirip suaminya, gue mikir bakal lebih baik kalo Buna move on dan jalanin hidupnya bareng Joey, gue gak mau karena ngeliat lo dia jadi gagal move on."

"Terus alesan lo biarin gue dateng ke kafe padahal lo tau dia bisa liat gue?"

"Karena gue gak mikir lo bakal ketemu Buna. Lo kan orang sibuk, Buna juga ke kafe sesekali aja tapi takdir Tuhan malah nemuin kalian berdua bahkan sebelum kalian ketemu di kafe."

Kavi menghela napasnya, ia menyalakan batang tembakau untuk meredakan perasaan kurang baik yang ia alami setelah mendengar semuanya. Ia tengah mempertimbangkan untuk menjaga jarak aman agar tak bertemu dengan Noa lagi.

"Kalo gitu gue gak akan main-main ke kafe buna lo lagi, Ji."

"Lo yakin?"

Pertanyaan Jidan membuat dahi Kavi mengernyit, "bukannya lo bilang bakal jadi masalah besar kalo keluarga Mahendra tau?"

"Dateng aja, Bang, kasian Joey, mungkin Tuhan takdirin lo ketemu Joey supaya anak itu bisa lepas rindu melalui muka lo. Joey gak pernah liat ayahnya sama sekali dan gue tau rasanya gimana, gue juga kalo ketemu orang yang mirip orangtua gue mungkin bakal sama kaya Joey."

Kavi menjadi bimbang, ucapan Jidan ada benarnya tapi apakah tak apa bagi Noa dengan eksistensinya akan membuat Joey menganggapnya sebagai sang ayah. Padahal jelas saja ia bukan suami Noa apalagi ayah dari Joey.

"Gue takut bikin Kak Noa gak nyaman atas kehadiran gue."

"Terserah lo, ikutin kata hati lo, asal jangan sampe terlalu kentara, itupun kalo lo simpati sama Joey. Kalo enggak, ya lo gak perlu dengerin gue."





















Tbc ...


After We Meet | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang