Bagian 34

1.2K 134 11
                                    

















"Aku bakalan nikahin kamu, apapun yang terjadi."

Noa lepaskan dekapannya pada Kavi, mata bulatnya tatap wajah pemuda itu dengan bingung. Benar, konsekuensi saat Kavi mengetahui kehamilannya adalah Kavi pasti memikirkan hal tersebut dan Noa tak berencana membiarkan Kavi menikahinya, bukan karena apa, alasannya sudah jelas Noa tak ingin Kavi hancurkan masa depannya sendiri.

"Kavi, no, aku gak mau kamu nikahin aku, aku pengen kamu tau kalo aku hamil anak kamu, tapi bukan berarti kita harus nikah. Kamu masih terlalu muda Kavi, aku gak mau rusak masa depan kamu."

"Kak ... " Kavi gelengkan kepala, ia benar-benar tak percaya dengan apa yang Noa ucapkan, "gak make sense, aku bukan cowok pengecut, aku gak akan biarin kamu nanggung semuanya sendiri!"

"Kavi, aku mohon ngertiin aku--"

"Kamu yang harusnya ngertiin aku! Oke, kamu anggap aku anak kecil yang gak ngerti apa-apa, tapi asal kamu tau, aku bisa hamilin kamu artinya aku juga udah bisa bertanggung jawab, jangan begini Noa please."

Mendengar Kavi berujar bahkan hanya memanggil namanya Noa merasa semakin bersalah, ia harus memikirkan cara agar tak membuat Kavi lebih tersinggung. Kavi harus tetap menata masa depannya, begitupun ia tetap bertanggung jawab atas bayi mereka.

"Okay ... " Noa raih tangan Kavi, ia lalu tatap lekat wajah tampan pria muda itu, "kamu boleh bertanggung jawab, tapi ada syaratnya."

Kavi kernyitkan dahi bingung, "syarat?"

Noa anggukan kepala.

"Apapun, apapun aku bakal lakuin Sayang," Kavi usap lembut pipi tembam Noa.

"Kamu jadi sarjana dulu, tunggu anak kita lahir setelah itu, baru kita nikah."

Kavi terdiam, ia benar-benar tidak mengerti dengan pemikiran Noa. Bagaimana mungkin ada orang yang memilih tetap tidak menikah saat sudah berbadan dua, "Noa ... It's too much, aku gak mungkin biarin kamu lewatin masa kehamilan tanpa menikah."

"Mungkin! Tolong kamu ngerti, aku lakuin ini demi kita berdua, demi bayi ini juga. Aku mohon turutin mau aku, kamu fokus kuliah, aku fokus jagain kandungan aku. Okay?"

"But promise me, kamu gak akan ngilang ke manapun. Aku bakalan gila kalo kamu ngilang dan bawa anak kita pergi tanpa sepengetahuan aku."

Noa anggukan kepala, ia kecup sekilas pipi Kavi, "i promise. Aku bakalan bilang ke keluarga Mahendra juga soal keputusan aku ini."



















"Kenapa kalian malah diem aja, kenapa kalian biarin Noa sama bocah gak jelas itu!" Marko bersungut-sungut, ia tetap pada pendiriannya, tak terima atas apa yang telah Kavi perbuat pada Noa.

"Marko, Noa udah dewasa, Noa berhak ambil keputusannya sendiri." Ujar Tyana pada putra sulungnya itu.

"Tapi emang harus sama orang yang mukanya mirip Joshua? Kenapa harus dia?"

"Marko sudah, jangan perkeruh keadaan," Sergah Jaren.

Mereka akhirnya diam saat melihat Kavi dan Noa berjalan menuruni anak tangga, keduanya hampiri keluarga Mahendra beserta Tama dan Johan yang masih berada di sana.

"Hey, gimana Sayang?" Tyana terburu hampiri Noa. Ia sama sekali tidak marah dengan pengakuan Noa atas kehamilannya.

"Bubu, maafin aku, Papi, Kak Marko juga, aku salah aku gak bisa jaga diri dan bikin kalian malu."

"Hey, dont say that, kamu gak boleh bilang begitu. Gak ada yang bikin malu keluarga kita."

"Pak maaf ini salah saya bukan Kak Noa. Maafin saya yang lancang sampai hal kaya gini terjadi," Kavi angkat bicara.

"Sudah, yang terjadi biarin terjadi. Sekarang gimana kedepannya, apa yang mau kalian lakuin?" Tanya Jaren menengahi. Sementara Marko hanya diam menatap kesal ke arah Kavi.

"Kita mau nikah, Pi, tapi aku mau nunggu Kavi selesain kuliahnya dan aku lahirin bayi ini dulu."























Tbc ...

Hai, aku update setelah berhari2 ilang. Semoga kalian masih nungguin dan baca cerita ini <3

After We Meet | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang