Hilang - 12

50 33 20
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.
.

Aku kamu.

Kini Sandy sudah mengubah panggilan untuk Olive, berawal dari lo gue kini menjadi lebih lembut. Perlakuannya semalam membuatnya benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya, Olive juga tidak malu membalas pelukan kekasihnya itu. Bagaimana pun dia sudah menjadi pacar, rasanya sangat senang jika Sandy memperlakukannya selembut itu.

Sandy juga sudah tidak seperti dulu, ia pamit lebih cepat dan mencium kening Olive terlebih dahulu sebelum laki-laki itu pergi dari kamar Olive secara diam-diam.

Selain merasakan sakit hati, ternyata indah juga kebahagiaan dalam cinta jika di ciptakan dengan kenyamanan. Olive mengenal Sandy sebagai laki-laki nakal, menyebalkan dan mesum. Tapi lihatlah, laki-laki itu sekarang menjadi lembut, tak pernah tak tersenyum. Walau pun sifat menyebalkan itu tetap ada.

Setelah pergi dari kamarnya, Olive sempat memperhatikan langkah Sandy yang terus keluar dari kos. Laki-laki itu tidak melihat atau bahkan melirik ke arah kamar Adiba yang terbuka, ia hanya fokus jalan sembari menyalakan pematik untuk membakar ujung rokoknya.

Olive hanya bisa mengharap, semoga akan baik-baik saja tanpa harus ada pertengkaran apa pun. Dia juga berharap, dia dan Sandy bisa saling menjaga perasaan satu sama lain, apalagi dengan status yang mereka sembunyikan dari orang-orang. Bahkan satu orang pun tidak ada yang tahu.

Olive pun turun dari angkutan itu dengan cepat, berlari kecil agar cepat sampai ke dalam kantor. Pagi ini dia cukup semangat, ya, ini semua gara-gara laki-laki bernama Sandy itu. Sejak dia bangun tadi dia tanpa sadar selalu tersenyum jika melihat cincin pemberian Sandy. Huh, jika sedang bahagia, rasanya dia melupakan semua luka yang kemarin.

Jam pun berjalan melewati hari, kini sudah waktunya untuk makan siang. Olive meletakan lap serta semprotan untuk kaca itu di atas meja pelan, ia mengusap pelipisnya dan mengembuskan napas panjang. Perempuan berambut sebahu itu pun memilih untuk pergi ke warung dekat kantor, kebetulan ini adalah jam istirahat.

"Buk, teh manis sama baksonya satu, ya?"

"Siap, Neng Olive!"

Olive tersenyum lebar, memberi ibu penjual itu dengan kedua jempol tangannya lalu tertawa pelan. "Olive!"

Perempuan itu menoleh cepat, "Pak Gibran?"

Gibran yang terduduk di sana langsung memanggil Olive. Dengan pelan perempuan itu melangkah, mendekati Gibran yang ternyata juga sedang makan siang. Padahal, Gibran adalah salah satu tangan kanan bos di kantor. Dia bisa saja menyuruh salah satu staf di sana dan menyuruhnya untuk membawakan makanan, namun laki-laki itu lebih memilih untuk makan di luar seperti ini. Sendirian pula. "Duduk sini, ya? Temenin gue makan."

"Lo mau makan juga, kan?" tanya Gibran mendongak melihat Olive yang masih berdiri kikuk. Gibran pun menunjuk bangku yang ada tepat di hadapannya untuk perempuan itu duduk.

Olive mengangguk, dengan perasaan bingung ia pun duduk di hadapan Gibran. "Enggak terasa, yah, lo udah sebulan kerja di kantor ini. Gimana, lo betah enggak di sini?"

"Betah, dong, Pak," balas Olive sambil terkekeh. "Orang-orang di kantor ini baik-baik, saya kira dulu kalau kerja begini bakalan dimusuhin sama orang-orang yang lebih duluan kerja di sana. Maklum, sih, saya baru pertama kerja. Jadi saya enggak tau dunia kerja tuh gimana."

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang