Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.
."Olive."
Panggilan itu membuat Olive menoleh, ia menatap Gibran yang sedikit menunduk menatapnya. Keduanya berjalan beriringan keluar dari bioskop, setelah kurang lebih dua jam duduk bersama di dalam sana. Gibran mengulum bibirnya, menatapnya dengan tatapan sedikit bingung.
"Dari tadi gue perhatiin lo enggak fokus nonton. Lo ada ... masalah?"
Perempuan itu membuang muka, menatap orang yang berlalu lalang di depan sana. Beberapa orang segerombolan beriringan masuk ke dalam bioskop untuk menonton film selanjutnya, ada beberapa pasangan juga yang saling bergandengan dan bertukar tawa di sana.
Olive tidak bisa berbohong, dia memikirkan Sandy sejak tadi. Andai saja ia membuka kaca mobil itu, pasti dia akan berbicara dengan Sandy dan Sandy tidak akan mungkin membiarkannya pergi bersama Gibran. Namun untuk apa juga dia melakukan itu? Apa yang harus dia harapkan dari Sandy yang akan menikah?
"Enggak, gue cuma—"
"Lo boleh kok cerita apa aja sama gue, kalau emang lo mau," potong Gibran.
Olive kembali menoleh menatap Gibran. "Atau mungkin lo mau balik aja supaya pikiran lo lebih tenang?"
Perempuan berambut sebahu itu menggeleng, memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum.
"Gue khawatir lo kenapa-napa," balas Gibran pelan.
"Dari raut wajah lo, nunjukin kalau lo lagi ada masalah."
Olive terdiam beberapa saat. "Gue cuma kepikiran sama mantan gue," ucapnya.
Akhirnya Olive memilih untuk bercerita, dia rasa ada yang mengganjal hatinya begitu besar sejak tadi. Seiring langkah mereka, sembari bercerita Gibran pun mengajaknya untuk masuk ke salah satu restoran yang ada di mall itu. Kini, keduanya saling duduk berhadapan, menunggu pesanan datang.
Olive mengaduk-aduk thaitea yang terisi di gelas jumbo itu. Tatapannya menatap kosong ke arah depan, lagi-lagi ia tidak bisa menyembunyikan kesedihan hatinya.
"Dia bakalan nikah sama cewek itu," lanjutnya.
Gibran mengangguk paham. Sejak tadi ia mendengarkan semua cerita yang Olive ceritakan padanya, menatap wajah perempuan itu dengan seksama. Terlihat begitu sakit sehingga beberapa kali Gibran melihat Olive meneteskan air mata, membasahi wajah cantik perempuan berambut sebahu itu. "Apa lo udah pernah ketemu lagi sama Sandy?"
Olive menggeleng. "Gue enggak sanggup."
"Lagian, apalagi yang harus gue denger, Gibran? Kepercayaan gue udah hancur banget untuk dia, dia udah ngecewain gue," lanjut Olive dengan pelan.
"Menurut gue, apa salahnya lo denger dulu penjelasan dari dia. Bukan berarti lo kembali ke dia, setidaknya kasih dia waktu buat ngomong yang perlu dia kasih tau ke lo," ucap Gibran dengan sangat hati-hati. Olive meliriknya dengan dada yang sesak. Lagi-lagi ia tidak bisa menahan bendungan air mata di pelupuk matanya, menetes tanpa sadar dan tanpa permisi itu. "Karena dari cerita lo barusan, gue rasa dia sayang banget sama lo. Terlepas dari kesalahan dia, dia pasti pengen banget berubah dari dunia dia yang begitu bebas."
"Tapi gue udah pindah kos, gue udah bener-bener enggak bakalan sanggup buat ketemu dia, liat muka dia itu tuh udah enggak bisa, Gib."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang
Romantik[SELESAI] 18+ Sudah tidak heran dengan pergaulan bebas, kan? Sebenarnya aku sedikit syok, apalagi dengan lingkungan baru seperti ini. Ini juga aku lakukan karena terpaksa. Jika bukan karena mamaku yang sedang butuh uang untuk keperluan sehari-hari...