Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.
."Kalau nanti ada yang langsung lamar lo, apa lo bakal terima?"
"Apaan? Emang lagian siapa juga yang mau lamar gue."
"Kalau gue gimana?"
Olive menggeleng cepat. Percakapannya dengan Gibran kembali terngiang dalam benaknya, padahal dia sudah pulang lebih dari dua jam. Laki-laki itu tertawa pelan ketika melihat Olive mengerjap dengan gugup saat tadi.
Kini jam sudah menunjukan pukul sebelas malam, Olive merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit kamarnya yang masih terang. Tiba-tiba saja ia mengingat Mitha, perempuan itu tadi ada di mall yang sama bersamanya. Apa yang perempuan itu lakukan? Apalagi dia tidak sendirian, dia bersama Adiba berjalan beriringan sembari berbincang yang Olive tidak tahu pembahasannya apa.
Perempuan itu menghela napas, matanya mengerjap sambil menggeleng. Dia tidak ingin pusing untuk hari ini, kakinya berjalan keluar dari kamar menuju dapur umum. Seperti kebiasaannya saat di kos lama, dia ingin meminum teh atau kopi hangat saat malam hari.
"Permisi, Teh," sapa seseorang di belakang Olive.
Olive menoleh cepat, jantungnya seakan-akan ingin lompat dari dalam tubuhnya. Matanya mengerjap pelan saat menatap ke arah satpam yang berdiri di belakangnya dengan buket bunga serta plastik minuman.
Benar, di tempat tinggalnya yang baru ini memang cukup ketat. Ada satpam komplek dan penjaga kos yang setiap malam menjaga depan kos. "Kenapa, Pak Haryo?"
"Ini ada titipan tadi dari pacar Teteh, dia bilang enggak bisa ngasih langsung karena katanya Teteh udah tidur. Jadi saya mau titip di mbak Hesti tapi malah ketemu langsung sama Teteh." Satpam bernama pak Haryo itu tertawa pelan sembari memberikan buket serta kopi tersebut.
"Pacar Teteh baik banget, dia juga beliin saya sama temen saya kopi," lanjut pak Haryo saat kedua barang itu sudah berada di tangan Olive.
Perempuan berambut sebahu itu terdiam, memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum walaupun dalam pikirannya banyak sekali pertanyaan. Dia tidak merasa meminta apapun kepada siapa pun, apalagi tidak mungkin Sandy mengirimkan bunga untuknya.
Sandy bahkan tidak tahu jika Olive berada di sini.
"Yaudah, kalau kayak gitu saya balik ke pos dulu, ya?"
"Oh, iya, iya, Pak. Makasih, ya." Olive menjadi kikuk.
Akhirnya, Olive pun kembali masuk ke dalam kamar setelah pak Haryo kembali keluar dari kos. Ia meletakan bunga dan kopi itu di atas meja, menatap kedua benda itu cukup lama. Apa benar Sandy yang memberikan ini semua?
Perasaan Olive bercampur aduk, kerinduan itu kembali melanda hatinya. Dia merindukan aroma tubuh, dekapan hangat dan suara lembut Sandy. Apakah laki-laki itu juga merindukan Olive?
Apa yang harus Olive harapkan? Pernikahan Sandy dengan Adiba sudah di depan mata, tidak ada lagi yang bisa Olive harapkan dari laki-laki itu selain mengikhlaskan dia hidup bersama perempuan lain.
Dia menghela napas panjang, meraih ponselnya yang tergeletak di atas bantal tidurnya. Matanya menyipit ketika melihat nama Gibran di sana, laki-laki itu mengirimkannya pesan singkat lima menit yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang
Romance18+ Sudah tidak heran dengan pergaulan bebas, kan? Sebenarnya aku sedikit syok, apalagi dengan lingkungan baru seperti ini. Ini juga aku lakukan karena terpaksa. Jika bukan karena mamaku yang sedang butuh uang untuk keperluan sehari-hari, mungkin ak...