Hilang - 37

77 34 18
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.
.

Mau tidak mau, akhirnya Sandy menuruti apa yang perempuan berambut sebahu itu minta. Dia mengiyakan ucapan Olive dengan hati yang berat, sangat berat. Seandainya dia tidak memikirkan bagaimana keadaannya Olive, Sandy tidak akan sudi menerima pernikahan ini.

Dan kini, Sandy sudah menggunakan jas putihnya. Semua para tamu undangan pun terlalu berdatangan dari berbagai macam kota, suasana rumah semakin lama semakin ramai tapi tidak dengan suasana hati Sandy. Dia bergeming di dalam kamar, melihat orang-orang yang berdatangan lewat kaca balkon kamarnya.

Tangisan Olive, pelukan Olive dan kecupan hangat itu masih terasa nyata di tubuh Sandy. Perempuan yang ia sayangi itu sampai memohon padanya, tidak pernah terbesit sedikit pun dalam benak Sandy jika Olive lah yang memohon padanya untuk menerima Adiba. Perempuan berambut sebahu itu menceritakan semuanya, saat pertemuannya dengan Arnold berlangsung dan perasaannya Olive ketika mengetahui bahwa Adiba adalah adek tunggal ayah dengannya.

Di sisi lain dengan Olive yang kini hanya duduk diam, dia tidak bekerja lagi. Namun kali ini dia sudah meminta izin kepada Gibran, mengirimkan pesan singkat untuk laki-laki itu. Olive memeluk kedua lekuk kakinya, menatap dirinya sendiri di pantulan kaca meja rias dalam kamar.

Perasaan ini bercampur aduk, hari ini adalah hari pernikahan Sandy. Olive tidak datang, lebih tepatnya dia tidak akan kuat melihat itu semua terjadi di depan matanya. Olive tidak tahu apakah Arnold datang dalam pernikahan perempuan berambut coklat itu atau tidak.

Seiring berjalannya waktu, Sandy kini sudah duduk tepat di hadapan penghulu. Di sana ada papa Sandy, Arnold dan beberapa saksi serta penghulu yang duduk tepat di depan Sandy. Tidak ada rasa yang berbeda, Sandy acuh, bahkan saat Adiba duduk di sampingnya, Sandy sama sekali tidak menunjukan ekspresi apa-apa. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri, melirik sana-sini mencari keberadaan perempuan berambut sebahu namun ia tidak menemukannya.

"SAH?"

"SAH!"

"Alhamdullilah...."

Semua bersorak bergembira, bertepuk tangan dan sebagainya. Tapi tidak dengan Sandy, dia bahkan tidak mengusap wajahnya dengan bersyukur ketika semua orang melakukan hal itu. Laki-laki itu menoleh ketika Adiba mengulurkan tangannya, dengan malas ia membalas uluran tangan itu dan membiarkan Adiba mengecup punggung tangnnya.

Bayu, Galang, Arga dan beberapa anak-anak kos bertepuk tangan di sana. Tamu undangan pun terlihat cukup banyak sehingga acara terlihat begitu meriah.

Sepanjang acara Sandy diam seribu bahasa, bahkan sekedar tersenyum saja tidak. Dia menjabat tangan-tangan tamu undangan dengan ekspresi datar, bernapas saja enggan rasanya.

Tanpa sadar, Olive lagi-lagi mengusap air matanya yang terjatuh begitu saja. Tubuh perempuan itu meringkuk di atas ranjang, memeluk tubuhnya sendiri sembari melihat layar ponselnya yang masih menunjukan foto Olive saat bersama Sandy dulu.

Selesai, Olive dan Sandy sudah selesai.

Tanpa di duga, cuaca yang tadi begitu cerah dengan angin yang terus berhembus kini berubah menjadi gelap dengan suara guntur di mana-mana. Olive memejamkan matanya ketika suara guntur membuatnya kaget, namun perempuan itu mencoba tenang dengan suara itu. Olive memilih untuk keluar, berdiri di ambang pintu depan melihat hujan yang terus turun membasahi kota.

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang