Hilang - 38

80 35 17
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.
.

"Maaf kalau kesannya tadi enggak sop—"

"Enggak papa, Gib. Lo enggak salah, malah gue mau bilang makasih sama lo karena udah bantuin gue."

Gibran menggeleng. "Bukan itu, masalah tadi yang gue bilang kita udah ... pacaran?"

Olive menghentikan kunyahan yang ada di mulutnya, tatapannya langsung terlihat beda saat ucapan itu keluar dari mulut Gibran. Olive teringat kembali bagaimana Sandy pergi dengan wajah yang marah dan membuang kursi ke arah belakang.

Namun, beberapa detik kemudian Olive mengangguk lalu memaksakan kedua sudut bibirnya tersenyum. "Enggak papa, jangan dipikirin masalah itu."

Laki-laki berkemeja hitam itu mengembuskan napasnya panjang, bibirnya ikut tersenyum ketika Olive kembali memasukan kue ke dalam mulutnya.

Suasana menjadi canggung, sejak tadi Olive duduk bersama Gibran ketika semua orang pergi masuk ke dalam rumah. Olive dan Gibran memilih untuk duduk di luar tepat di depan tempat duduk pelaminan.

Tadi saat Olive meminta Gibran untuk menemaninya, perempuan itu membatalkan permintaan tersebut. Gibran terdiam, ia mengernyit ketika Olive terus mengucapkan tidak jadi. Lalu Gibran bertanya apa alasan perempuan itu membatalkan permintaannya.

Ternyata, Olive tidak mempunyai baju untuk pergi. Gibran tertawa, bahkan tanpa sadar ia mengacak gemas kepala Olive yang memasang wajah sedihnya yang menggemaskan. Akhirnya, Gibran mengajak Olive ke salah satu salon ternama di Jakarta. Membelikan perempuan berambut sebahu itu baju senada dengannya.

Olive pun sempat menolak, ia menganggap ini berlebihan. Tapi ternyata tidak, Gibran tetap memaksa Olive memakai baju serta makeup pemberian laki-laki berwajah manis itu.

Akhirnya Gibran tahu bagaimana kehidupan Olive di luar, ternyata Olive mempunyai teman laki-laki yang terbilang cukup banyak walaupun bisa dihitung jari. Gibran juga tidak memungkiri bahwa salah-satu laki-laki yang Olive sebut teman itu tidak menyukai Olive, pasti ada yang menyukai perempuan berambut sebahu itu.

Gibran mengernyit ketika melihat beberapa pria dan wanita berumur yang kira-kira seperti orang tuanya keluar dari rumah di depannya. Saat sepasang pria dan wanita itu mendekat, sontak saja Gibran berdiri dan langsung tersenyum. "Eh, Om Arnold?"

"Loh? Gibran?"

Olive yang mendengar nama Arnold tersebut, dia langsung mendongak dan saling beradu pandang dengan ayahnya. Arnold tersenyum lebar, membalas jabatan tangan Gibran dengan wajah yang berseri-seri. Olive mengernyit, dipandangnya wanita yang ada di sebelah Arnold sesekali. Wanita itu tampak tersenyum juga, merangkul lengan Arnold dan juga menatap Olive.

Perempuan itu pun bangun dari duduknya, tepat di samping Olive. "Om ke sini juga? Kenapa enggak bareng Gibran aja tadi?"

"Gimana mau bareng? Kan, ini pernikahan anak om, si Adiba." Arnold tertawa pelan, memukul pundak Gibran beberapa kali. "Kamu sama Olive?"

Gibran mengangguk cepat, ia pun terkejut ketika Arnold mengenal Olive.

"Kalian cocok banget! Kalian pacaran, ya?"

Arnold lagi-lagi tertawa. "Udah-udah. Kamu Olive, ikut ayah sama mama, yah? Ada yang mau ayah omongin sama kamu. Kalau perlu ajak Gibran biar kamu enggak nyari-nyari dia nanti," goda Arnold.

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang