Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.
.DUAARR!!
Suara petir membuat Olive yang tadi tertidur pulas langsung terbangun. Jantungnya berdebar kencang, tubuhnya yang tadinya terbaring di kasur itu kini duduk sempurna. Napas Olive memburu karena kaget.
Ia mengusap pelan keningnya, menoleh kesana kemari melihat sekeliling. Ternyata perempuan berambut sebahu itu sudah berada di kamar, kening Olive mengerut karena bingung. Pasalnya, seingat Olive dia ada di dalam mobil Gibran seharian.
Olive berdiri, namun tubuhnya terasa lemas sekali dan langsung terjatuh dan telapak tangannya tak sengaja memegang meja rias yang berbahan kayu itu, kayu itu menusuk telapak tangan Olive sehingga dia mengaduh kesakitan, nyaris meneteskan air mata. Benar-benar perih sehingga Olive terduduk di lantai. "Aaww," rintihnya.
Perempuan itu masih menggunakan pakaian kerjanya, kakinya pun masih terbungkus rapi dengan kaos kaki sejak tadi pagi. Olive memegang tangan kanannya, meringis terus menerus sambil melihat kayu yang tertancap di telapak tangannya. Namun, hal itu membuat Olive terdiam. Ia mendongak melihat ke depan dengan tatapan kosong.
Kejadian ini membuat Olive teringat kembali saat di mana tangannya terkena pecahan beling karena pertengkaran Mitha dan Ara waktu itu. Kemarin dia tidak sendirian, ada Sandy yang menolongnya dan khawatir padanya. Sekarang dia sendirian, tidak ada yang menolong luka pada tangan Olive. Laki-laki itu tidak ada, dia tidak datang memarahinya karena keteledorannya.
Tanpa sadar Olive meneteskan air mata. Bukan karena sakit karena kayu yang tertancap di tangan Olive, tapi pada masanya yang sudah tidak bersama Sandy.
Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding terpaksa melepaskan seseorang yang dulu pernah menjadi tujuan, dipaksa melepaskan seseorang yang padahal aslinya tak pernah ikhlas, dipaksa melupakan padahal aslinya masih ingin bersama.
"Gue harus apa supaya gue bisa lupain lo, Sandy...."
Olive menunduk, menangis tersengguk-sengguk dengan ditemani hujan deras serta petir yang menampakan cahayanya secepat kilat. Semua tentang laki-laki itu terputar kembali dalam benak Olive bak film, kerinduannya membuat Olive tidak bisa mengucapkan apapun. Apa yang harus Olive lakukan?
Semua sudah berbeda, Sandy bukan lagi miliknya yang bisa dia temui kapanpun. Olive tidak ingin mengulang kembali sakit hatinya.
Perempuan berambut sebahu itu mendongak, dengan isakan tersisa dalam dadanya ia mencari keberadaan tas yang ia gunakan tadi. Setelah mendapatkan benda itu, Olive mengambil ponsel dalam tas dan mencari nama laki-laki itu. Benar, Olive ingin menemui Sandy.
Untuk terakhir kalinya.
"Halo, Olive? Kam–kamu di mana, sayang? Aku mau ngomong sama kamu, please, dengerin aku untuk ngomong sama kamu sekali aja."
"Please..., jangan menghindar, Liv," lanjutnya.
Olive menarik napasnya panjang, ia mendongak menahan air matanya untuk menetes kembali. Telefon itu tak sampai dua detik langsung terhubung dengan laki-laki itu, Sandy pun dengan cepat berbicara tanpa memastikan keadaan Olive.
Di sana, Sandy berdiri dari duduknya. Sudah berjam-jam ia duduk menghadap ke arah balkon, melihat hujan yang sedari tadi tak kunjung reda. Sandy duduk sendirian dengan di temani rokok serta beberapa botol minuman. Ia tidak peduli dengan orang-orang di luar sana yang terus memanggilnya, toh, besok sudah hari pernikahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang
Lãng mạn18+ Sudah tidak heran dengan pergaulan bebas, kan? Sebenarnya aku sedikit syok, apalagi dengan lingkungan baru seperti ini. Ini juga aku lakukan karena terpaksa. Jika bukan karena mamaku yang sedang butuh uang untuk keperluan sehari-hari, mungkin ak...