Hilang - 41

81 34 16
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.

Setelah menghabiskan makanan yang mereka pesan, Gibran pun dengan jantung yang berdebar memberanikan diri menggandeng tangan perempuan di sampingnya itu menuju ke kasir bersama-sama.

Olive hanya diam, tatapannya turun melihat tangannya yang terus Gibran genggam sepanjang laki-laki itu berjalan di sampingnya. Tak kalah dengan detak jantung Gibran, Olive pun merasakan debaran jantungnya berdetak kencang. Setelah membayar, Gibran sempat menoleh menatap Olive lalu tersenyum.

Tanpa cincin, Gibran sudah yakin bahwa Olive adalah miliknya sekarang. Perempuan itu menerima lamarannya barusan, walaupun Gibran yakin membutuhkan waktu yang lama Olive akan menerimanya. Tapi ini bukan jadi masalah, perasaan Gibran telah membesar setelah beberapa lama ini dia dengan Olive selalu bersama.

Apapun takdir untuknya nanti, Gibran harap Olive akan terus bersamanya. Ia akan membuktikan bahwa ia akan mencintai perempuan itu melebihi siapa pun, membahagiakan perempuan itu dan tidak akan pernah meneteskan air mata Olive setetes pun kecuali tetesan air mata bahagia nantinya.

Olive dan Gibran sudah berada di depan mobil, dengan senyuman yang tak hilang di bibir itu, Gibran membukakan pintu mobil untuk Olive sehingga perempuan yang menguncir rambutnya itu menahan senyuman melihat tingkah Gibran. "Apaan, sih, Gibran...."

"AWAS, BUK, AWASS!!!"

CCCIIITTTT!!!

Belum sempat Olive masuk ke dalam mobil, terdengar suara teriakan histeris dari seberang sana. Decitan rem mobil dan motor bersamaan sangat keras sehingga meninggalkan bekas hitam di aspal. Olive dan Gibran langsung menoleh ke arah seberang bersamaan.

Olive mendelik ketika melihat perempuan yang sedang mengandung itu berdiri, menutup kedua telinga dengan telapak tangannya sambil memejamkan matanya. Nyaris tertabrak, mobil di hadapannya mungkin sejengkal lagi akan menabrak tubuh perempuan itu.

"Mitha?!" pekik Olive.

Dengan cepat Olive berlari menghampiri Mitha yang terlihat cemas. Keringat sebesar biji jagung menghiasi kening Mitha, perutnya terlihat sangat besar dan wajahnya sedikit pucat karena kaget. Olive merangkul kedua bahu Mitha dari samping ketika beberapa orang mulai merubungi Mitha sekarang.

"Aduh, Bu, lain kali hati-hati kalau mau nyebrang!"

"Ibu enggak papa?"

"Perutnya aman, Buk?"

Berbagai pertanyaan menghujani Mitha yang masih keadaan syok itu, Mitha hanya membalas dengan gelengan sembari bibir yang bergetar hebat. "Ma-maaf, Pak. Ini sahabat saya, Pak. Maaf, ya, Pak!" ucap Olive dengan cepat.

"Iya, Mbak, enggak papa yang penting Ibunya selamat. Ayo, sini saya bantuin nyebrang."

"Ayo, gue bantuin," bisik Olive kepada Mitha.

Namun, perempuan itu tidak membalas ucapan Olive barusan. Dia bergeming di sana sambil menoleh kesana kemari saja. Akhirnya, Olive pun menuntun Mitha untuk ke arah Gibran yang menunggu mereka di seberang sama dengan bantuan beberapa bapak-bapak.

Kini, Olive dan Mitha sudah berada di hadapan Gibran. Mitha menunduk ketika pandangannya bertemu dengan Gibran, laki-laki itu mengernyit ketika melihat perut Mitha yang sudah besar itu. Perasaan, yang Gibran tahu Mitha belum menikah. Apalagi menurut surat lamaran kerja saat Mitha melamar di perusahaannya.

HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang