Jangan lupa vote sebelum baca🖤
.
.
."Halo, Buk, ibu lagi ngapain?"
Olive membuka matanya pelan ketika suara ibunya seperti sedikit ketakutan. Ibunya sesekali menarik napas. "Ibu kenapa, bu?"
"Ibu enggak papa, Nak. Reza yang sakit ini, udah tiga hari dia demam. Ibu takut kalau ternyata dia DBD."
Perempuan itu menghela napas pelan, memejamkan matanya dan menarik selimut lebih tinggi. "Sekarang gimana keadaan Reza? Ibu udah bawa dia ke rumah sakit, belum?"
"Belum. Ibu mana punya uang buat ke rumah sakit, Liv. Kamu tau sendiri keadaan ibu kayak gimana, Nak." Terdengar menyakitkan. Di saat orang tua membutuhkan biaya, kita sebagai anak tidak bisa membantu apa pun.
"Tenang aja, Bu. Nanti Olive kirimin uang buat Ibu, ya? Bawa reza ke rumah sakit biar cepet sembuh," balasnya.
"Emang kamu punya uang? Bukannya kamu belum sebulan kerja di sana, Nak. Enggak usah enggak papa, nanti ibu coba nyari pinjaman untuk bawa reza berobat, kamu enggak perlu ikut pusing di sana. Kerja baik-baik, seperti pesan ibu–"
"Bu, Olive kerja untuk Ibu sama adek-adek Olive. Jadi, jangan pernah ngomong kayak gitu, ya. Ibu jangan pinjam ke orang, nanti biarin Olive yang kirimin Ibu uangnya."
Di seberang sana, wanita paruh baya itu tersenyum. Tanpa sadar meneteskan air matanya lalu mengangguk pelan walau pun Olive tak melihat itu semua. "Makasih, ya, Nak."
Sudah tiga hari Olive tidak keluar kamar. Dia benar-benar mengurung dirinya di kamar tanpa membuka pintu sedikit pun. Ia menyuruh Arga untuk membelikan dirinya makan, hanya itu. Dia menghabiskan waktunya dengan ber telfon dengan Ibunya, mendapatkan kabar bahwa Reza, adik keduanya sedang sakit. Semakin susah batin Olive rasanya, mendapatkan pelecehan dan sekarang dia harus mengetahui bahwa adik keduanya sedang sakit.
Olive juga menitip surat sakit lewat Mitha, dia menyuruh temannya itu untuk memberikannya kepada Pak Gibran, atasan pengurus kantor.
Ia melirik ke arah ponselnya, ternyata sudah malam. Ibunya juga ternyata belum tidur semalam ini, mungkin karena menjaga Reza yang sedang sakit.
Olive meringkuk dengan mata yang sembab, sepanjang hari dia menangisi dirinya sendiri. Bahkan Arga pun tidak tahu kenapa Olive tidak keluar kamar, hanya Galang saja yang kadang memberikannya pesan atau menelfonnya untuk mengetahui kabar Olive baik-baik saja di dalam kamar beberapa hari.
Perempuan itu duduk, kepalanya rasanya sangat sakit karena seharian dia menangis. Bahkan Olive tidak tahu cuaca hari ini seperti apa, entah hujan atau panas. Dia mengusap wajahnya gusar, dia sudah menghabiskan beberapa makanan yang Arga antarkan untuknya. Ia seperti kebingungan, pikirannya memikirkan kedua arah. Antara pekerjaan dan adiknya yang sakit sekarang.
Apa yang harus Olive lakukan? Dia belum mendapatkan gaji pertamanya, bagaimana cara dia mendapatkan uang lebih cepat dari waktunya?
Olive beranjak dari sana, membuka sedikit pintu kamarnya karena sudah terhitung empat hari dia tidak membuka pintunya sama sekali. Sudah tidak perlu lagi dia mengkhawatirkan orang akan masuk, dia sudah cukup menjauh dari semua orang. Terutama Sandy.
Perempuan itu membiarkan pintunya sedikit terbuka, ia berjalan pelan menuju dapur untuk mengembalikan mangkok yang tadi Arga berikan padanya. Sembari menguncir rambutnya, Olive kembali masuk ke dalam kamar. "Liv."
![](https://img.wattpad.com/cover/377097111-288-k335763.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilang
Любовные романы[SELESAI] 18+ Sudah tidak heran dengan pergaulan bebas, kan? Sebenarnya aku sedikit syok, apalagi dengan lingkungan baru seperti ini. Ini juga aku lakukan karena terpaksa. Jika bukan karena mamaku yang sedang butuh uang untuk keperluan sehari-hari...