3

96.4K 5.3K 72
                                    

3

Peony membuka matanya ketika Kesatria menahan lengannya untuk tak lagi melangkah. Dia tiba di sebuah ruangan yang luas. Dengan karpet merah marun yang memanjang di tengah-tengah hingga ke kursi takhta.

Gejolak asam lambung perlahan-lahan naik kala dilihatnya Kaisar Khezar yang baru saja memegang rambut seorang perempuan dan menebas leher perempuan itu hanya dalam sedetik.

Peony terjatuh berlutut. Tak kuat melihat pemandangan mengerikan di depan mata.

Muncratan darah. Darah di mana-mana. Kepala di mana-mana. Peony menggigit bibir. Melihat pemandangan itu secara langsung tentu saja mengerikan meskipun dia beberapa kali menonton film gore bersama sahabat-sahabatnya. Padahal, Peony yang paling berani saat menonton film gore. Apa kabar para sahabatnya jika berada di situasi ini?

Peony harus segera mati agar tak melihat semuanya ini terlalu lama.

Diangkatnya dagunya dengan berani. Kini menatap Kaisar Khezar. Ada anak laki-laki yang mungkin berumur dua belas tahun di hadapan Kaisar. Anak laki-laki berambut merah. Satu-satunya keluarga Kekaisaran yang berambut merah adalah Pangeran Elan, adik seibu Peony.

"Tolong jangan bunuh kakakku! Aku mohon, Yang Mulia!" Anak laki-laki itu bersujud di depan Kaisar Khezar. "Jangan bunuh Peony! Dia tidak memiliki darah ayah!"

Kaisar Khezar yang sedang membersihkan darah-darah di pedangnya dengan sapu tangan merah, berbicara dengan nada santai. "Siapa itu Peony?"

Anak laki-laki itu mengangkat wajah, lalu terkejut bersamaan dengan pandangannya yang tertoleh pada Peony. "K—kakak—"

Hanya butuh sedetik bagi Kaisar Khezar untuk menebas leher Pangeran Elan hingga terlempar jauh, menggelinding di lantai. Peony langsung memejamkan mata. Anak seimut itu harus berakhir mengenaskan!

"Yang Mulia, tolong bunuh aku!" teriak Peony dengan suara gemetar. "Secepatnya!"

Ruangan ini sudah hening saat Peony datangi. Langkah sepatu Kaisar Khezar terdengar semakin mendekat. Ujung logam yang dingin dari pedang menyentuh dagu Peony.

Kaisar Khezar berdiri sembari menunduk dengan pedang yang dia jadikan sebagai perantara untuk menyentuh perempuan yang sedang berlutut dengan kedua tangan terikat di punggung. Laki-laki itu mengangkat pedangnya, membuat Peony mendongak dengan kelopak mata yang perlahan-lahan terbuka.

Peony melihat laki-laki itu dari dekat. Seorang laki-laki tampan, berpakaian putih yang penuh darah, berbahu lebar, bertubuh tinggi tegap, berambut pirang, dan memiliki mata merah khas keturunan kekaisaran.

"Sepertinya aku ingat. Kau anak haram Duke Caldwell itu, kan?" tanya Kaisar Khezar. Dia mengangkat pedangnya. Bagian tumpul pedang tersebut dia gunakan untuk mengusap pipi mulus Peony. "Aku pernah mendengar bahwa anak sambung ayahku memiliki kecantikan yang sama seperti ibunya. Anak sambung ayahku cuma kau, kan?"

Peony membelalak panik mendengar kata cantik. Dia mendongak, berteriak kencang. "Yang Mulia, tolong bunuh aku!"

"Kau baru saja meminta untuk kubunuh? Siapa kau berani memerintahku?" tanya Kaisar Khezar dengan tatapan tak sukanya.

Peony menggigit bibir. Harusnya lehernya langsung dutebas saja. Dia harus mengubah banyak dialog agar tercipta efek kupu-kupu, agar tak berakhir menjadi mainan ranjang laki-laki itu.

"Lalu siapa Anda berani memerintah para Kesatria untuk membawaku ke sini?" Tatapan dingin dari pemilik manik merah itu akhirnya mulai terlihat tersulut. Peony tersenyum miring. "Yang Mulia! Ini pertama kalinya aku berdiri di hadapan Anda. Ternyata Putra Mahkota yang katanya tampan ternyata hanyalah laki-laki yang jelek dan bau! Jangan dekat-dekat denganku!" Peony meludah, lalu sengaja mendongak dengan angkuh, memperlihatkan leher jenjangnya, mempersilakan Kaisar Khezar untuk menebasnya.

"BUAHAHAHA!" Kaisar Khezar mendongak dan terbahak-bahak dengan mata tertutup. Peony mengernyit bingung.

"Dasar gila!" seru Peony, menambah-nambahi provikasinya. Mengapa laki-laki itu tak langsung membunuhnya saja? "Dasar bau! Jelek! Impoten!"

Bukannya segera mengirim Peony ke alam baka, laki-laki itu malah menekuk satu lututnya di hadapan Peony. Tangan kirinya yang tak memegang apa-apa, tetapi dipenuhi oleh percikan darah, menyentuh pipi putih Peony sembari tersenyum miring hingga di pipi Peony jadi terdapat darah milik orang lain.

Lalu sebuah kata keramat yang biasanya ada dalam novel romansa, terucap dari bibir Kaisar Khezar, "menarik."

Tunggu. Ini pertanda buruk!

Kaisar Khezar berdiri dan meninggalkan Peony. "Panggil Kepala Pelayan. Katakan padanya untuk memandikan gadis itu dan menyiapkan kamar untuknya. Aku akan menghabiskan waktu dengannya malam ini. Aku juga harus segera bersiap-siap."

Peony menunduk. Shock berat. Kacau .... Pada akhirnya, dia tetap hanya menjadi pemuas nafsu si sialan itu?

Kaisar Khezar berbicara sembari terus berjalan keluar dari aula. "Lihat nanti baik-baik di tempat tidur. Sekarang ini aku memang penuh darah-darah menjijikkan itu. Aku pastikan kau menarik kata-katamu. Terutama tentang fitnah yang kau buat bahwa aku impoten."

[]


PEONY - Antagonist's Sex SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang