Bab 25: Kegelapan yang Mengancam

13 2 0
                                    

Setelah meninggalkan rumah yang hancur, Wei Wuxian dan Lan Wangji melanjutkan pencarian ke bagian desa yang lebih dalam, di mana kabut tebal mengendap. Kegelapan semakin pekat, dan mereka merasakan ketegangan di udara.

“Sepertinya kita semakin dekat dengan sumbernya,” Wei Wuxian berbisik, matanya menyusuri setiap sudut kabut yang menghalangi pandangan.

“Berhati-hatilah,” jawab Lan Wangji, suara tegasnya menggema dalam keheningan. “Energi kegelapan ini sangat kuat. Kita tidak bisa lengah.”

Mereka melangkah dengan hati-hati, setiap langkah terdengar di tengah kesunyian. Wei Wuxian merasakan sesuatu yang tidak nyaman merayap di punggungnya, seolah ada mata yang mengawasi mereka dari kejauhan.

Ketika mereka mencapai sebuah area terbuka, kabut mulai menghilang, memperlihatkan sebuah altar besar di tengahnya. Altar itu terlihat kuno dan dipenuhi dengan simbol-simbol gelap, yang persis sama dengan yang mereka lihat sebelumnya.

“Ini pasti tempat mereka melakukan ritual,” kata Wei Wuxian, terpesona oleh aura gelap yang mengelilingi altar. “Kita harus menghentikannya.”

Tiba-tiba, dari balik kabut, muncul beberapa sosok dengan tudung hitam, wajah mereka tertutup bayangan. Wei Wuxian menegakkan serulingnya, siap untuk bertarung. “Mereka datang!”

Lan Wangji dengan sigap menghunus Bichen, berdiri di samping Wei Wuxian. “Jaga dirimu, Wuxian.”

Ketika sosok-sosok itu mendekat, Wei Wuxian merasakan gelombang energi yang menghimpit. “Kau tidak akan bisa mengambil desa ini!” teriaknya, meluncurkan serangan dengan serulingnya, mengeluarkan nada-nada yang menyapu kegelapan.

Namun, para sosok itu terus maju, seolah tidak terpengaruh oleh serangan. Dengan gesit, Lan Wangji menyerang salah satu dari mereka, pedangnya membelah udara dengan presisi.

Momen itu adalah saat yang menentukan. Wei Wuxian merasakan kekuatan yang mengalir dalam dirinya, berkat dukungan Lan Wangji di sampingnya. “Bersama-sama, Lan Zhan!”

Mereka bekerja sama dengan sempurna, menggabungkan kekuatan mereka untuk mengatasi musuh. Wei Wuxian memanggil arus angin dengan melodi serulingnya, sementara Lan Wangji menebas musuh dengan ketepatan dan kecepatan yang memukau.

Akhirnya, mereka berhasil mengalahkan satu per satu sosok itu, hingga hanya tersisa satu. Saat sosok terakhir itu terpojok, wajahnya terlihat samar di balik tudung hitam. Wei Wuxian merasakan energi kegelapan mengalir dari sosok itu, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

“Siapa kau? Kenapa melakukan semua ini?”

Sosok itu menundukkan kepala, suaranya terdengar serak. “Kami hanya menjalankan perintah... untuk menghidupkan kembali kegelapan yang terperangkap.”

“Dan kau mengorbankan banyak orang?” Lan Wangji menegaskan, suaranya penuh tekanan.

Sosok itu tidak menjawab, hanya tertawa getir. Wei Wuxian merasa marah dan iba pada saat yang sama. Dia tahu, tidak semua yang terjebak dalam kegelapan ingin melakukannya.

“Aku tidak akan membiarkanmu melanjutkan,” Wei Wuxian berkata, memfokuskan energinya. “Kau tidak bisa mengubah nasib orang-orang yang tidak bersalah.”

Dengan keputusan yang tegas, Wei Wuxian memainkan nada terakhir dari Chenqing, mengalirkan seluruh kekuatan untuk menghancurkan energi kegelapan yang mengelilingi sosok itu. Sosok itu bergetar, lalu berteriak sebelum lenyap dalam cahaya yang menyilaukan.

Setelah semua sosok menghilang, Wei Wuxian dan Lan Wangji berdiri di tengah altar, napas mereka terengah-engah. “Kita berhasil…” Wei Wuxian berkata, meski hatinya berat karena melihat kejatuhan musuhnya yang juga terjebak dalam kegelapan.

Lan Wangji menatapnya, seolah merasakan kekhawatiran dalam hati Wei Wuxian. “Kau tidak sendiri, Wuxian. Kami akan selalu berjuang bersama.”

Ada kehangatan dalam kata-kata Lan Wangji yang membuat Wei Wuxian merasa tenang. Dalam momen itu, rasa lelah seolah sirna, digantikan oleh perasaan saling mendukung. “Terima kasih, Lan Zhan,” jawab Wei Wuxian dengan tulus. “Tanpamu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi.”

“Jangan meremehkan dirimu. Kau memiliki kekuatan yang luar biasa,” kata Lan Wangji, dan saat itu, matanya bertemu dengan mata Wei Wuxian, sebuah koneksi yang lebih dalam dari sekadar kata-kata.

Di tengah suasana yang penuh ketegangan, ada momen di mana keduanya merasakan sebuah tarikan tak terduga, sebuah keinginan untuk lebih dekat. Wei Wuxian bisa merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat, dan wajah Lan Wangji tampak sedikit merah, seolah-olah mereka berdua terjebak dalam keheningan yang tidak terduga.

Dengan rasa berani yang tiba-tiba, Wei Wuxian melangkah lebih dekat, mengabaikan rasa gugup di dalam hatinya. “Kita harus bersiap untuk kembali ke desa. Mungkin masih ada yang perlu kita lakukan,” ujarnya, berusaha mengalihkan perhatian dari perasaan itu.

Lan Wangji mengangguk, walaupun keduanya masih merasakan ketegangan di antara mereka. Ketika mereka berbalik untuk meninggalkan altar, ada sesuatu yang baru mulai tumbuh di antara mereka—sebuah hubungan yang lebih dari sekadar teman, tetapi penuh harapan dan saling pengertian.

Mereka kembali ke jalan pulang, dengan langkah yang lebih mantap, dan di dalam hati mereka, ada rasa nyaman yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Namun, ancaman dari kegelapan masih membayangi, dan mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Ada lebih banyak hal yang harus dihadapi, tetapi bersama-sama, mereka akan siap untuk menghadapinya.

Eclipsed HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang