Bab 68

5.2K 642 64
                                    

Anna tampil cantik hari ini karena Damian telah menjemput untuk mengajaknya berkunjung ke rumah pria itu. Mereka sepakat untuk saling mengenal lebih dulu sebelum bertunangan dan menikah.

"Ingat pesan mama yang tadi"ucap Hasti membuat Anna mengernyit.

"Pesan yang mana?"tanya Anna. Saat ia dan Damian sudah hampir masuk mobil.

"Jangan permalukan kami. Kalau kamu malu-maluin sebaiknya bilang yatim piatu saja."ucap Hasti membuat Anna mendengus.

Damian segera pamitan pada calon mama mertuanya lalu membukakan pintu untuk Anna.

"Jagain Anna ya, Dam. Jangan sampai hilang. Takutnya nyasar dan ketemu duda lain."ucap Hasti membuat Anna langsung cemberut sedang Damian hanya memberi hormat sebagai jawaban atas candaan calon mertuanya itu.

Tapi itu bercanda kan?

Hasti segera masuk ke dalam rumah sedang mobil masih belum melaju.

"Kenapa, mas?"tanya Anna bingung. Apa habis bensin, pikirnya.

"Kamu tidak berencana mencari duda lain kan?"tanya Damian membuat Anna mengernyit lalu mulai berpikir.

"Tergantung."sahut Anna tak jelas.

"Tergantung apa?"tanya Damian cepat.

"Tergantung ukuran itu. Kalau ada yang lebih gede ya aku pindah lah."ucap Anna santai membuat Damian melirik sinis.

Anna hanya menahan senyum lalu meraba paha Damian."Aku percaya ukuran mas kok. Pasti tidak akan mengecewakan."

"Memang."sahut Damian datar lalu mulai melajukan mobilnya. Awas saja kalau sudah sah, pikirnya.

"Di rumah mas ada siapa saja? Biar nanti aku pas tiba di sana nggak kaget."tanya Anna mulai berbincang serius.

"Lima orang."sahut Damian singkat.

"Ada siapa saja? Sebutkan dan jelaskan!"suruh Anna membuat Damian menghela napas.

"Orang tua dan tiga kakak, satu perempuan dan dua laki-laki."jelas Damian.

"Jadi mas anak bungsu?"tanya Anna cepat.

"Iya."

"Mas suka makan apa?"tanya Anna lagi.

"Semua suka."

"Minuman kesukaan?"

"Air putih."

"Hewan favorit?"

"Kuda."

"Tempat favorit?"

"Kamar."

"Warna kesukaan?"

"Hitam."

"Buah kesukaan?"

"Pisang."

"Warna kesukaan mantan istri?"

"Biru."

"Tet tut! Harusnya mas jawab sudah lupa. Benar ya kata mama, kalau nikah sama duda pasti akan ada masalah."omel Anna membuat Damian menghela napas.

"Baik. Sekarang mas yang tanya kamu."ucap Damian membuat Anna langsung memalingkan wajahnya.

"Tanggal lahir?"

"...."

"Kenapa diam?"tanya Damian.

Anna hanya memasang wajah kesal."Udah nggak mood. Mas ngobrol saja sama setir."

Damian menahan senyum."Oke. Mas minta maaf. Kita ulang tanya jawabnya, boleh?"

Anna diam lalu mengangguk."Mas harus jawab cepat dan jujur, oke?"

"Siap."balas Damian tegas.

Anna tersenyum."Baiklah, kita mulai. Tinggi badan?"

"Seratus delapan tujuh."

"Berat badan?"

"tujuh puluh delapan."

"Ukuran sepatu?"

"Empat dua."

"Panjang itu?"

"Dua pul__"Damian langsung berhenti sedang Anna langsung menatap penuh harap.

"Dua puluh berapa, mas? Pas atau ada lebihnya?"tanya Anna membuat Damian menggeleng pelan.

"Nanti kamu ukur sendiri saja."ucap Damian akhirnya.

Anna mengangguk semangat."Sekarang saja, mas. Aku bawa meteran kok."

"Anna Harun!"tegur Damian lalu mencari tempat untuk berhenti.

"Kok berhenti, mas?"tanya Anna lalu sesaat kemudian langsung mengerti."Mau ukur ya? Boleh banget. Sebentar aku ambil meterannya dulu."

"Anna, jangan sampai kamu mas tidurin di sini."ancam Damian karena terlanjur kesal.

"Jangan di sini, mas. Mas jalan dulu, nah di depan belok kanan. Di sana tempatnya sepi."

"Anna Harun!"tegur Damian lalu segera mengatur napas.

"Kenapa? Mas mau batalin pernikahan kita ya karena aku terlalu menyebalkan?"tanya Anna polos.

"Mas justru ingin segera kita menikah. Kalau perlu hari ini juga."balas Damian dengan pandangan berapi-api.

Sedang Anna langsung menelan ludah kasar. 'Alamak, aku dalam masalah Enak eh maksudnya masalah besar.'

Bersambung

Bukan Salah Orang (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang