Bab 46

4.8K 650 78
                                    

"Mama bahkan sudah pamer dengan Anna. Mama bilang kalau kamu sudah tidak peduli dengan Laura, tapi kau malah keluar sambil menggendongnya."omel Riana. Ia bersikeras tak mau mengatakan keberadaan Anna meski putranya sudah memohon di kakinya.

"Laura jatuh saat aku ingin mengusirnya, menurut mama apa aku harus meninggalkannya?"tanya Rendra. Saat itu dia panik dan bergegas mengusir Laura hingga wanita itu jatuh saat memohon padanya. Rendra sebenarnya tidak peduli dengan Laura, tapi wanita itu sedang mengandung. Mana mungkin dia abaikan begitu saja.

Riana mendengus."Alasan saja."

"Mah_ tolong beritahu ke mana Anna pergi."pinta Rendra. Dia sudah meminta anak buahnya mencari bahkan babak belur setelah datang ke rumah mertuanya. Dan satu-satunya harapannya adalah orang tuanya, tapi mereka pun tidak mau memberitahu.

"Mama tidak mau memberitahumu. Lagipula salahmu sendiri, disuruh mengusir Laura malah menggendongnya."sinis Riana sambil makan kuaci.

"Lalu apa harus aku tinggalkan Laura yang sedang kesakitan?"tanya Rendra membuat Riana mengangguk.

"Iya. Tinggalkan saja!"balas Riana berteriak.

Rendra langsung mengusap wajahnya kasar."Mah, tolong mengertilah!"pinta Rendra putus asa.

"Tidak mau. Mama tidak mau mengerti dan Anna juga. Kau pikir masalah ini panjang hanya karena kau menggendong Laura dengan wajah panik? Tidak, Rendra. Tidak. Anna dan kami semua tahu kalau kau memindahkan Laura ke tempat lain. Yang lebih jauh, ke tempat di mana kau pikir istrimu tidak akan tahu. Dan kau melakukan itu hanya karena Laura memohon padamu dengan air mata."

Rendra melotot. Bagaimana orang tuanya tahu? Apalagi kenapa Anna juga tahu. Padahal dia sudah menyuruh orang untuk melakukannya dengan hati-hati.

Riana langsung menghela napas."Apa begitu sulit untuk tidak kasihan dengan Laura? Sesulit itukah untuk menjadi tidak peduli?"

"Mah, Laura tidak punya siapa-siapa lagi. Ia sendirian di sini dan dalam keadaan hamil. Rendra hanya kasihan, jika bukan aku lalu siapa yang bisa membantunya."ucap Rendra pelan.

"Bagus,"ucap Riana semangat lalu bertepuk tangan."Bagus sekali, Rendra. Hari ini kau membuktikan kalau Anna dan calon kedua anakmu sama sekali tidak berarti. Kau kasihan dengan Laura tanpa memikirkan istri dan calon anakmu, benar-benar luar biasa."puji Riana yang sebenarnya adalah kalimat sindiran.

"Mah, tolong jangan begini. Anna dan Laura itu berbeda. Anna punya aku, orang tua dan kita semua tapi Laura tidak. Laura bisa mati jika aku lepas tangan."ucap Rendra. Dia juga ingin abai namun hati nuraninya menolak.

Riana mengangguk mengerti."Baiklah, mama menyerah. Kau bisa lakukan apapun. Terserah saja! Bantu Laura atau nikahi saja sekalian tapi jangan berharap untuk bisa melihat istrimu lagi. Mama sendiri yang akan memastikan kalau kau tidak akan bisa menemuinya lagi."ucap Riana tegas lalu segera berlalu dari sana. Tadinya ia pikir saat menantunya pergi maka Rendra akan mulai menyadari kesalahannya tapi ternyata tidak. Pengaruh Laura masih sangat kuat.

Bersambung

Bukan Salah Orang (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang