Bab 18

7.5K 732 98
                                    

"Akhirnya kamu sadar juga, mama pikir bodohnya mendarah daging."

Rendra hanya diam mendengar omelan mamanya. Lagipula dia pantas dapatkan ini. Bagaimana bisa dia gampang sekali dibodohi.

"Awas saja kalau kamu lemah lagi, mama kutuk kamu jadi kutu."

"Berarti mama jadi ibunya kutu dong."sahut Rendra membuat Riana melotot.

"Kebiasaan! Kalau dikasih tahu orang tua, pasti jawab terus."

Rendra kembali diam. Dari pada omelannya tambah panjang, lebih baik dia iyakan saja semuanya.

"Intinya mama tidak mau Laura masuk lagi ke keluarga kita dalam bentuk apapun."

"Iya, mah."

"Jangan cuma iya. Tapi juga diresapi dan diamalkan!"

"Siap, mah."

Riana hanya bisa melotot lalu duduk dengan gusar.

"Dasar si Harun. Sehari saja tidak bikin darah tinggi, apa tidak bisa."omel Imron yang baru saja kembali setelah bicara dengan Harun di telpon.

"Ada apa lagi sih, pah? Harun bicara apa lagi?"tanya Riana pusing.

Imron menunjuk ponselnya."Harun mengundang kita ke rumahnya. Katanya syukuran empat bulanan putrinya."

"Loh itukan kabar baik."ucap Riana tak paham.

"Kabar baik apanya? Harun minta kita membawa calon istri Rendra juga. Kan kita tidak punya."

Riana langsung menghela napas."Pasti itu cuma alasan saja. Sebenarnya mereka mau menertawakan kita."

"Itu maksud papa, mah. Harun cuma mau pamer kalau dia sudah mau punya cucu. Sedang kita tidak. Mana papa sudah terlanjur bilang kalau kita juga mau punya cucu."

Brukk

Rendra langsung terjengkang saat sebuah vas bunga kembali melayang ke arahnya. Untungnya kali ini dia sigap menangkap meski tetap jatuh sambil memeluk vas bunga.

"Pikirkan caranya. Jangan sampai gara-gara kamu, mama dan papa jadi malu."teriak Riana membuat Hendra memijat keningnya.

"Apa wanita itu belum ditemukan juga? Kamu serius cari atau tidak."bentak Imron kesal.

"Sudah dicari. Tapi kan kalian yang beri banyak uang untuk wanita itu sembunyi."ucap Rendra menyalahkan orang tuanya.

Riana dan Imron hanya bisa mendengus keras.

"Pokoknya cari sampai ketemu!"titah Imron tegas.

"Lalu bagaimana dengan Harun dan Hasti, pah. Apa kita tetap datang ke rumah mereka?"

Imron mengangguk."Ya terpaksa. Kalau kita tidak datang. Bisa diejek terus papa, mah."

"Lalu calon istri Rendra bagaimana? Kita bawa siapa?"

"Bilang saja tidak bisa ikut karena sakit."usul Rendra membuat Imron dan Hasti langsung menatap tajam ke arahnya.

"Ini semua gara-gara kamu, ya. Dasar anak siluman!"tunjuk Riana kesal.

"Berarti silumannya kal__"

"Diam!"bentak Imron membuat Rendra kembali menutup mulut.

"Kita sewa orang saja, pah. Cari yang cantik dan baik. Biar si Harun lihat kalau calon menantu kita ini lebih baik dari putri mereka."usul Riana membuat Imron mengangguk.

"Iya. Begitu saja, mah."

Rendra hanya bisa diam. Kapankah pertandingan antara orang tuanya dan om Harun selesai. Dari dulu kok tidak ada titik terangnya. Padahal katanya berteman baik.

Bersambung

Bukan Salah Orang (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang