"Meskipun sudah tua, tapi papa masih kuat kan?"tanya Anna membuat Imron mendengus mendengar pertanyaan calon menantunya itu.
"Kuat lah. Jangankan pohon mangga, dulu pohon durian papa panjat."ucap Imron lalu meludah ke tangannya kemudian menggosoknya bersiap memanjat.
"Hati-hati, pah. Jangan sampai jatuh."ucap Riana. Ia cemas bukan main, apalagi suaminya itu sudah encok di sana sini malah kekeh manjat pohon mangga.
"Semangat manjatnya, calon papa mertua. Ingat! Ini demi cucu."ucap Anna lalu meminta pelayan menggelar karpet di halaman belakang, lengkap dengan piring dan peralatan ngerujak lainnya.
Imron mulai memanjat, satu kakinya sudah naik lalu kaki satunya lagi. Kebetulan dahan yang ingin dijangkau cukup jauh membuat Imron harus menyiapkan tenaga.
"Pelan-pel__"
Krakk
"Apaan tuh? Dahannya patah ya, mah?"tanya Anna kaget.
"Dahan apanya, pinggang papa mertuamu itu."ucap Riana panik lalu segera mendekati suaminya.
"Pinggang papa, mah ugh"rintih Imron membuat Riana segera memanggil para pekerja untuk membantu.
Sedang Anna hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bunyi krakk nya renyah sekali, ia pikir tadi ada dahan yang patah.
Imron segera dibawa masuk ke dalam rumah dan dibaringkan di sofa, sedang Riana segera menelpon dokter.
"Papa kenapa, mah?"tanya Rendra yang baru saja datang. Dia pulang karena tadi Anna menelpon. Katanya ada pohon mangga di kebun dan ingin dia memanjat.
"Papamu encok."sahut Riana membuat Rendra melotot.
"Kok bisa?"
Riana menghela napas."Papamu gegayaan mau manjat pohon mangga. Nggak sadar umur memang. Padahal sudah dibilang tunggu kamu saja, eh malah nekad."
"Ughh jangan ngomel, mah. Itu kan maunya cucu kita."ucap Imron. Lagipula calon menantunya sangat meremehkan dirinya. Dia kan jadi ingin membuktikan diri.
Riana langsung mendesis kesal."Sejak kapan papa peduli. Dulu mama ngidam mangga, nggak ada tuh papa mau manjat."
"Kan beda, mah. Cucu sama anak beda, papa lebih sayang cucu."sahut Imron meringis.
Rendra menggeleng pelan lalu menatap sekeliling."Anna mana, mah?"
"Mungkin masih di kebun. Coba cari di sana, mama mau nunggu dokter dulu."ucap Riana membuat Rendra bergegas menuju kebun.
Rendra menajamkan pandangannya, namun calon istrinya itu tidak ada di sana.
"Sayang."panggil Rendra keras.
"Anna."
"My Queen."
Rendra berhenti sejenak di dekat pohon mangga. Sepertinya dia mendengar suara isak tangis.
"Anna, sayang."panggil Rendra.
"Mas_"
"Sayang, kamu di mana?"tanya Rendra berteriak.
"Aku di atas, mas. Di sini."ucap Anna serak.
Hah?
Rendra segera mendongak dan langsung melotot saat melihat Anna sedang duduk di dahan pohon mangga dengan perut buncitnya, mana hanya memakai daster. Entah bagaimana cara wanita itu naik.
"Kamu kenapa manjat?"tanya Rendra. Rasanya dia ingin mengamuk. Bisa-bisanya wanita yang sedang mengandung bayi kembar itu malah memanjat pohon. Kalau jatuh bagaimana?
"Mas.. "cicit Anna pelan dengan wajah berderai air mata.
"Cepat turun!"titah Rendra keras.
"Nggak bisa, mas."rengek Anna.
"Jangan alasan, cepat turun!"
Anna langsung menjerit dengan isak tangis yang lebih kuat."Nggak bisa, mas. Perutnya nyangkut."
"Nyangkut bagaimana?"tanya Rendra panik lalu segera memanggil pekerja untuk mengambilkan tangga.
Sedang Anna hanya bisa menangis lalu mengeluarkan satu mangga yang tadi berhasil ia petik.
"Mas."panggil Anna membuat Rendra mendongak.
"Iya, sayang? Sebentar ya, kamu pegangan. Jangan sampai jatuh."ucap Rendra. Dia sudah berada tepat di bawah istrinya, berjaga-jaga takut wanita itu tergelincir dan jatuh.
Anna melirik ke bawah."Ambilin itu dong, mas."pinta Anna.
"Iya, tangganya lagi diambilin. Tunggu sebentar, kamu jangan goyang. Pegangan yang benar."ucap Rendra lembut.
Anna menelan ludah."Anu__ambilin sambal rujak dong, mas. Itu di sana!"tunjuk Anna membuat Rendra melirik sinis ke atas.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Orang (End)
RomanceHarap bijak memilih bacaan! Anna Harun diusir dari rumah karena terlalu boros. Ia boleh kembali asalkan berhasil mengumpulkan uang satu milyar. Tapi saat kembali, bukan hanya uang yang ia bawa tapi juga janin di dalam kandungannya.