21. Jilat Ludah Sendiri

1.4K 193 10
                                    

Tampan.
Seksi.
Matang.
Mempesona.
Berwibawa.

Sederetan nilai plus itu dengan sukarela aku berikan kepada pria yang muncul sejenak dari dalam kolam renang, matahari belum sepenuhnya naik, udara masih dingin namun laki-laki itu tampak nyaman dengan dinginnya air kolam. Baret merah tidak perlu diragukan lagi ketangguhannya.

Aku yang selama ini sama sekali tidak berminat dengan anggota Papi yang hilir mudik di halaman belakang untuk latihan fisik karena sudah gumoh sejak lahir sudah di suguhi body-body sixpack Om Tentara, sekarang sepertinya mulai mempertimbangkan untuk kembali nongkrong di kursi santai yang tepat ada di pinggir kolam.

Aku melihat ke arah Amanda yang hampir ngiler saat melihat bagaimana tubuh seksi itu basah keluar dari air, tanganku yang gatal dengan wajahnya yang seolah tidak pernah melihat laki-laki ganteng seketika membungkamnya agar air liurnya tidak berceceran.

"Lihatinnya biasa saja, Buk!!!! Berasa lihat daging panggang ekspresinya."

Amanda yang tergagap dengan teguranku seketika memutar bola matanya dengan malas. "Nggak, ini mah bukan lagi daging panggang, ini steak tomhawk yang pulen grade A. Ya Tuhan Ra, kalau dia yang punya seragam yang barusan lo cuciin demi apa gue paham kenapa lo mau bersusah payah ngotorin tangan lo yang terbiasa megang sendok emas. Jangankan nyuciin sepatunya, Ra. Jadi Babu gratisan gue juga mau."

Kini giliranku yang memutar bola mataku dengan malas mendengar wajah memuja Amanda, biasanya aku akan membiarkan Amanda mengomentari anggota Papi dengan wajah mupeng penuh dambaannya karena aku sama sekali tidak berminat Halo Dek macam Papi, tapi kali ini aku merasa sedikit tidak rela dan tidak suka melihat tatapan kagum Amanda itu ditunjukkan kepada Bang Kalla.

"Sekarang kasih tahu gue Ra, itu anggota Bokap lo single apa sudah punya istri?! Kalau single bolehlah kenalin ke gue gitu, secara meski lo tertarik pun lo udah janji sama diri lo sendiri nggak akan suka sama Halo Dek, kan? Kenalin ke gue siapa tahu ada jodoh gitu, kan enak ya jadinya kita bisa bareng-bareng, doi ngabdi sama Bokap lo, guenya jagain lo! Gimana?"

Amanda mengerjap-ngerjap penuh permohonan kepadaku, mungkin Amanda merasa apa yang dia lakukan seimut anjing Poodel tanpa menyadari jika yang dia lakukan justru menambah kemiripannya dengan Pho Kungfu Panda saat memelas meminta makan. Lucu sekali mendapati dirinya yang hanya sekilas melihat Bang Kalla namun sudah membayangkan sesuatu yang sangat jauh ke depan.

"Dia duda! Nggak punya anak! Cerai karena istrinya selingkuh sama mantan atasannya! Baru kemarin dia nemenin aku datang ke kawinan mantan istrinya. Itu yang aku tahu soal dia, apalagi yang pengen kamu tahu, Man?"

Dan ekspresi Amanda saat mendengar apa yang terjadi kepada Bang Kalla mungkin nyaris sama persis seperti saat aku mendengar hal yang aku ketahui tersebut dari Mami, dia ternganga, tidak percaya seorang yang ada di hadapannya sana, yang bentuknya hampir sempurna nyatanya diselingkuhi oleh mantan istrinya.

"Duda lo bilang?"

Aku mengangguk. "Iya, duda!"

Amanda berdecak tidak percaya, "Gusti, itu mantan istrinya cari yang modelan begimana lagi sih? Yang bentuknya udah kayak aktor Turkey kayak gitu masih disia-siakan! Ckkk, gemes sendiri jadinya, kek mana sih modelan istrinya, Ra? Cantik? Sama lo cantikan siapa?"

Amanda bertanya cantikan aku atau mantan istri Bang Kalla yang aku temui kemarin? Tentu saja dengan lantang aku jawab. "Ya pasti cantikan aku, dong! Masih tanya lagi!" Ujarku penuh dengan percaya, kukibaskan rambut panjangku yang langsung mengenai wajah Amanda membuat perempuan montok ini misuh-misuh tidak jelas. "Secantik atau seganteng apapun orang, tetap saja akan minus jika dia berkhianat."

"Diiih, sok bener lo! Tapi kasihan weh denger kisahnya miris kayak gini!"

Aku mengangguk setuju, meninggalkan Amanda aku membawa kakiku menuju kolam renang, mendapati Bang Kalla berulangkali bolak-balik dalam kolam yang sangat jarang aku gunakan mendadak terlihat begitu menyegarkan.

"Jadi kemarin lo datang ke acara kawinan mantan istri doi? Duh, nggak bisa gue bayangin gimana canggungnya, mana pisahnya nggak baik-baik lagi."

Nahkan, pemikiran Amanda sama sepertiku, "sayangnya Bang Kalla biasa saja, Man. Dia kayaknya udah ilfeel mentok sama dua pengkhianat dalam hidupnya. Jadi ya dia biasa saja nemenin aku sama Mami."

Sulit untuk dipercaya, namun memang begitulah adanya.

"Tapi Aira, kok tumben lo habis dari acara kawinan nggak ngereog? Biasanya abis dari acara kawinan kayak gitu lo badmood parah, jangan bilang mood bagus lo ini karena pengaruh Babang Tentara ganteng itu......" kalimat yang diucapkan oleh Amanda menghentikan langkahku, aku benar-benar memikirkan apa yang dia katakan, dahiku berkerut dan memang benar, biasanya setelah aku ikut Mami dan Papi ke acara semacam ini aku akan badmood parah mengingat betapa banyak basa-basi memuakkan yang harus aku dengar, sungguh aku benci dengan tawa karier dan juga adegan jilat-menjilat demi kesejahteraan dan keuntungan pelakunya, aku muak dengan kemunafikan dan pencitraan yang ditampilkan, namun hari ini, sehari pasca resepsi yang biasanya acara paling tidak aku sukai, nyatanya moodku baik-baik saja.

Aku sama sekali tidak menyadari hal ini sampai Amanda yang mengatakannya, dan menyadari hal ini cukup mengejutkanku.

Amanda yang sudah sangat mengenalku, bahkan sampai mengenali setiap ekspresi wajahku mendadak menatapku dengan horor saat melihat senyumanku yang penuh dengan makna.

"Please, jangan bilang kalau wajah ganteng pada akhirnya bikin lo berubah pikiran, Ra. Ingat, lo nggak suka Halo Dek!" Amanda mengguncangku keras seolah dia ingin menyadarkanku yang tengah kesurupan. "Lo nggak suka Halo Dek, lo nggak suka pake kebaya ribet itu, lo nggak suka bersosialisasi penuh basa-basi, apalagi lo sendiri yang bilang kalau dia Duda, Please, lo jangan berubah pikiran. Jangan nambah saingan gue buat jadi Ibu Persit!"

Aku melepaskan tangan Amanda, semua yang dia katakan justru membuka pandora lainnya di dalam benakku, rasa antipatiku kepada manusia sejenis Papi serasa tertantang dengan kehadiran seorang yang mampu mendobrak segala batas yang aku tetapkan.

"Kalau dudanya macam Bang Kalla, semuanya bisa dibicarakan dan dipertimbangkan, Man."

Meninggalkannya, tanpa menoleh ke Amanda yang sudah ternganga tidak percaya pada akhirnya aku menjilat ludahku sendiri. Ya, pada akhirnya apapun makanannya, minumnya tetap ludah sendiri. Pada akhirnya sosok yang membuatku tertarik adalah manusia dengan segala hal yang sangat tidak aku sukai.

Babang Tentara.
Duda.
Dingin.
Irit bicara.
Tidak ada satupun keiteriaku yang ada diri Bang Kalla namun aku tertarik kepadanya.

Menghampiri Bang Kalla yang semakin menepi, aku meraih botol minum yang ada di atas bangku, riak air perlahan mendekatiku dan saat akhirnya Bang Kalla meletakkan tangannya di dinding kolam sembari mengangkat wajahnya, dia berada tepat di hadapanku, wajah tampan yang basah itu, terkejut melihatku yang nyaris beradu hidung dengannya.

"Mbak Aira, bikin kaget saja!"

Sekedar mengejutkannya saja ternyata bisa menjadi hal menyenangkan. Kenapa melihat Bapak Duda yang ada di hadapanku bisa secandu ini? Sungguh, aku bisa menatapnya seharian tanpa merasa bosan sama sekali.

Katakan kepadaku, apa aku sudah mulai gila?

KAIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang