Saat Tuan Putri kesayangan Sang Panglima yang pecicilan dan manja bertemu dengan Ajudan yang dingin.
Aira Sekar, perempuan manja mahasiswa Hubungan Internasional tersebut nyatanya harus menjilat ludahnya sendiri, satu waktu dia pernah berkata jika d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Holaaaaaaaa Kalian yang punya KK dapat notif dari mamak nggak?
"Aira, Please, demi apa lo nyuci?"
Pekikan tidak percaya dari Amanda, asistenku yang membantuku untuk menjalani hariku yang sepertinya terasa padat karena pekerjaan dan juga sebagai mahasiswi Hubungan Internasional, seketika membuatku berbalik.
Perempuan bertubuh gempal yang selain menjadi asistenku juga menjadi Owner jajanan hits ini seketika berlari menghampiriku, dengan tidak percaya dia meraih tanganku yang tengah memegang seragam loreng dan sikat gigi lantas menatapku dengan tidak percaya.
Teriakannya yang terlalu keras hingga memantul di laundry room cukup membuatku merasa bego untuk beberapa saat sampai-sampai aku tidak menghentikan kegilaannya.
"Ya ampun, Aira. Lo ngapain pakai nyuci seragam Bokap lo? Bokap lo bangkrut sampai nggak bisa bayar tukang cuci? Aelaaah, berapa duit sih buat bayar binatu, lagian Bego banget aelah lo ini, masak nyuci pakai sikat gigi? Pakai sikat cucian Aira, lo sih jadi orang kaya mulu sampai nggak tahu di dunia ini ada teknologi yang namanya sikat cucian."
Kalian tahu, saking syoknya aku dengan suara Amanda, aku sampai terdiam dan hanya bisa mengerjap-ngerjapkan mataku seperti orang bodoh dengan sikat gigi yang ada di tanganku, ya aku memang mencuci seragam dengan sikat gigi tapi bukan berarti aku tidak tahu di dunia ini ada hal bernama sikat cucian yang khusus untuk mencuci. Ayolah, meski dunia seringkali meledekku dengan sebutan Tuan Putrinya Jendral Wibawa, aku sama seperti anak kolong lainnya yang hidup dengan kesederhanaan dan kebersahajaan yang diajarkan Mami dan Papi.
Mencuci baju adalah hal yang mudah untuk aku lakukan karena masa SMP dan SMA aku juga mencuci sendiri, kalian kira Yang Mulia Ratu Maira Wibawa sudi mencuci pakaian anaknya yang sudah bangkotan? Tentu saja tidak?! Orangtuaku memanjakanku bukan membuatku cosplay menjadi orang lumpuh dan bodoh soal dasar-dasar bertahan hidup.
Baru saat akhirnya aku bisa menguasai diriku dari keterkejutan reflek aku langsung melemparkan sikat itu kepada asistenku.
"Amanda anj.........." Pekikku dengan keras yang membuat suaraku memenuhi laundry room, "suara lo bikin gue budeg, Pe'a!"
Amanda untungnya dengan cepat menghindar, wajahnya yang beberapa saat lalu tampak puas bisa mencelaku kini meringis sendiri saat dia mengambil sikat yang aku lempar.
"Habisnya lo bikin syok sih, selama dua tahun kenal sama lo gue nggak pernah lihat lo nyuci, siapa yang nggak kaget coba?! Apalagi nyucinya orang kaya ternyata beda sama rakyat jelata macam gue, bisa-bisanya lo nyikat seragam bokap lo pakai sikat gigi."
Setelah jiwa barbarku terbangkitkan karena pekikan Amanda, aku menghela nafas berulangkali, Mami bisa memukulku dengan sapu lidi jika mendengar gue elo terucap dari mulutku, kata-kata itu terlarang untuk Mami yang merupakan guru Bahasa yang selalu menekankan untuk berbahasa yang baik dan benar kepadaku, setidaknya selama aku masih ada dibawah atap rumahnya. Orang-orang menyebutku kampungan, tapi aku tidak peduli, ajaran Mamiku baik ya ikuti saja. Toh itu membuatku menjadi lebih santun dan mengontrol kebarbaranku.
"Kamu kalau nggak tahu mending nanya deh Man!" Tegurku kepada Amanda, aku meraih sikat yang ada di tangannya dan mulai menyikat seragam yang sudah hampir selesai itu jika saja orangutan ini tidak lolos mengganggu pekerjaanku. "Kalau nggak tahu aku kasih tahu ya, biar nanti kalau cita-citamu jadi Nyonya Halo Dek nggak kaget. Yang namanya nyuci seragam kayak gini prefer kucek pakai tangan Amanda, kalau terpaksa pakai sikat ya pakai sikat gigi, seragam kayak gini kalau kamu gosrok pakai sikat cucian yang ada brudul semua, gampang pudar, beli lagi mahal, dimarahi atasan, dijulidin sama Ibu-ibu lain dikira kamu nggak becus jadi bini."
Amanda yang mendengar penjelasanku hanya mengangguk-angguk, bibir tebalnya yang katanya membuatnya mirip Kylie Jenner seketika manyun.
"Lah, belum apa-apa udah ngeluh, makanya itu Halo Dek idaman belum datang-datang." Tanggapku sembari membilas seragam yang sudah selesai aku cuci. Di ember kecil yang langsung mengucur dari keran, aku membilasnya berulangkali memastikan jika tidak ada sisa sabun yang akan membuatnya apek.
"Tapi ngapain sih lo susah-susah nyuci, tinggal minta tolong sama Mbak rumah! Lo ada mau minta apa sama Bokap lo sampai ngerayunya begini amat."
Amanda mencecarku dengan penasaran, bahkan dia mengikutiku untuk menjemur seragam tersebut, seragam yang aku jemur dalam keadaan terbalik membuat Amanda tidak tahu jika seragam itu bukan milik Papi, dia masih terus mengoceh, mengomentari sikapku yang menurutnya sangat tidak biasa.
"Ini bukan seragamnya Papi, Man! Ini seragam Ajudannya Papi yang kemarin aku pinjem gegara mendadak banjir."
Mengusap tanganku yang basah pada akhirnya aku memberitahunya milik siapa seragam tersebut yang justru membuat Amanda semakin penasaran alih-alih rasa penasarannya terpuaskan. Rasa ingin tahunya melebihi balita yang masih dimasa golden age.
"Haaaaah, kok bisa? Bentukan Ajudan Bokap lo bukannya MaMas-MaMas yang istrinya cemburuan itu ya? Apa nggak heboh istrinya kalau tahu itu seragam lakiknya lo cuciin? Demi apa? Lo nggak ada affair sama itu suami orang, kan?"
Kok bisa? Pertanyaan macam apa itu? Lama-lama pengang juga mendengar suaranya yang berteriak heboh itu, aku heran dengan diriku sendiri bagaimana bisa aku mempertahankannya bekerja denganku selama dua tahun penuh ini? Dibandingkan Mami dan Papi, Amanda lebih sering meneriakiku dibanding orangtuaku sendiri. Apalagi saat Amanda dan imajinasinya sudah melanglang buana jauh tinggi ke angkasa, bisa-bisanya dia berpikiran aku ada affair sama Bang Dika! Ya Allah, dalam mimpi pun aku tidak pernah membayangkannya.
"Man, jangan sampai kamu bikin aku ngeluarin nama-nama penghuni binatang, ya. Ada gila-gilanya kamu mikir aku ada affair sama suami orang!"
Hampir saja aku benar-benar menjitaknya sampai kepalanya bolong kalau perlu, namun dengan usaha keras aku bisa menahan diriku untuk tidak menjitak dan menjambaknya sampai botak. Amanda yang meringis melindungi kepalanya mengikutiku keluar dari ruangan cuci menuju halaman belakang yang sudah dibangun Papi menjadi tempat latihan anggota beliau yang memang tinggal disini, dia mengekoriku yang hendak mencari seorang yang mampu membuatku bersusah payah mencuci.
"Gue jadi penasaran gimana bentukan Ajudan Bokap lo sampai lo susah payah nyuciin seragamnya!"
Aku melirik Amanda, alasan terbesarnya mau bekerja denganku adalah dia bisa cuci mata melihat badan-badan bugar anggota Papi yang lalu lalang untuk menunjang halunya soal Halo Dek idamannya. "Mau gimana pun bentukannya udah tanggungjawabku buat bersihin, Man. Kan aku yang bikin kotor, gimana sih kamu ini?!"
Amanda mencibir, "aelaaah, kalau orangnya nggak goodlooking sama wangi gue yakin lo nggak akan mau nerima apapun yang dia tawarin."
Kali ini aku tidak bisa menjawab apa yang Amanda katakan karena separuh yang dia katakan ada benarnya juga, sungguh aku merasa buruk saat harus membenarkan apa yang dia katakan. Menilai seseorang dari penampilan, tapi ya gimana, penampilan adalah hal pertama yang masuk ke mata. Ditengah kegamanganku akan apa yang Amanda katakan, tiba-tiba saja aku merasakan cubitan keras di lenganku dan lagi-lagi pekikan keras Amanda membuat telingaku makin budeg.
"Busyeeeet, lo nggak bilang ada Anggota Bokap lo yang seganteng Aktor Turkey!"
Amanda menahan mulutnya yang ternganga, nyaris berliur saat melihat pria yang aku cari muncul dari dalam kolam renang, tempat yang sama sekali tidak aku sangka karena cara berenangnya yang sama sekali tidak beriak. Tidak heran jika Amanda sampai berteriak karena laki-laki tanpa berdosa sama sekali sudah memamerkan seluruh auroranya ke hadapan dunia. Tetesan air itu menetes perlahan, menambah kadar estetiknya dalam pandangan mata. Dengan dramatis Amanda menatap ke arahku, tampak sangat horor dengan apa yang hendak dia tanyakan.
"Demi apa, jangan bilang kalau makhluk Tuhan yang paling seksi itu yang bikin lo sudi nyuci baju, Aira!"