Part 48

431 36 4
                                        

Happy reading

"Itu tidak seperti yang aku pikirkan. Iyakan, King?" bisik Aletta dengan suara lirih. Alfano mau tak mau menghela nafas panjang lalu mengangguk lemah.

Kedua bola mata indah Aletta melebar terkejut, telapak tangan nya menutup mulutnya yang terbuka karna shock.

Saat suara langkah kaki mendekat, Aletta dan Alfano menahan napas di balik lemari besar di ruangan tersebut. Detik-detik terasa begitu lambat, hingga akhirnya mereka mendengar suara seseorang mencoba memasukkan kode ke hologram. Tapi setelah beberapa kali percobaan gagal, langkah kaki itu menjauh, meninggalkan ruangan kembali hening.

Aletta melirik Alfano. "Kita harus pergi sebelum mereka kembali," bisiknya dengan nada tegas. Alfano mengangguk, kemudian menggenggam tangan Aletta dan membimbingnya keluar ruangan melalui jalur lain yang mereka temukan di dalam ruang rahasia itu—sebuah pintu kecil tersembunyi yang membawa mereka menuju lorong sempit di bawah vila.

Namun, sebelum mereka berhasil keluar, tubuh Aletta tiba-tiba terasa ringan. Penglihatan matanya menjadi kabur, dan suara-suara di sekitarnya memudar seperti terserap dalam kehampaan.

"QUEEN!!"

Nb: Anggaplah seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nb: Anggaplah seperti ini

Ketika Aletta membuka matanya kembali, ia mendapati dirinya berada di ruangan yang asing. Dinding-dindingnya bercahaya lembut, memantulkan cahaya biru yang menenangkan. Namun, yang paling menarik perhatian Aletta adalah cermin besar di tengah ruangan. Bayangan di cermin itu bukan dirinya—melainkan seorang perempuan lain dengan wajah yang sangat mirip dengannya. Rambut panjang perempuan itu tergerai dengan anggun, dan matanya memancarkan kehangatan yang aneh.

Aletta merasakan tubuhnya bergerak, namun bukan atas kehendaknya. Ia menatap ke arah tangannya sendiri dan menyadari bahwa ia bukan lagi dirinya—ia sekarang berada dalam tubuh perempuan di cermin itu. Tubuh Livyana.

“Jadi, kau akhirnya kembali, Aletta,” sebuah suara menggema di dalam pikirannya, suara yang lembut namun penuh wibawa.

Aletta terdiam, bingung dengan situasi yang terjadi. “Livyana? Ini... apa yang sedang terjadi? Kenapa aku berada di sini?"

Livyana tidak menjawab langsung. Sebaliknya, ia membimbing Aletta melalui pikirannya, membuka memori-memori lama yang mulai terkuak seperti layar film. Kenangan itu datang bertubi-tubi—kilasan-kilasan dari masa lalu yang belum pernah Aletta ketahui.

Aletta melihat Livyana berdiri di ruangan rahasia itu, memegang sebuah perangkat kecil yang memproyeksikan hologram seperti yang baru saja ia temukan. Livyana sedang merekam pesan terakhirnya sebelum semuanya berubah. Suara Livyana terdengar lagi, kali ini lebih nyata dalam memori tersebut.

“Organisasi ini tidak hanya mencuri hidupku,” suara Livyana bergetar, penuh kemarahan dan rasa sakit. “Mereka menciptakan sistem yang akan mengawasi dan memanipulasi setiap tamu yang datang ke vila ini. Semua orang di sini hanya pion, permainan yang mereka atur untuk tujuan yang lebih besar. Mereka ingin membunuhku dan menciptakan ruang waktu untuk mengubah semuanya. Mereka juga mengejar kunci yang aku sembunyikan—kunci untuk menghancurkan seluruh sistem mereka.”

Aletta merasakan emosinya bercampur dengan Livyana, menyatu dengan kenangan itu. “Kunci itu... di mana kau menyembunyikannya?”

Livyana berbalik, memandang langsung ke arah Aletta, meskipun ini hanya sebuah memori. “Di ruangan ini. Tapi itu tidak cukup. Hanya orang yang memiliki bagian dari jiwaku yang bisa mengaksesnya.”

Kilasan kenangan berikutnya menunjukkan saat terakhir Livyana. Ia berlari melewati lorong-lorong vila dengan napas terengah, dikejar oleh bayang-bayang gelap. Sebelum ia tertangkap, Livyana berhasil menyelesaikan langkah terakhir: menyegel sebagian jiwanya ke dalam sistem vila dan memindahkan sisanya ke dunia luar. Ke dunia Aletta.

Aletta merasakan tubuhnya bergetar, tetapi Livyana terus berbicara. “Aku sudah tahu mereka akan membunuhku saat itu. Tapi aku memastikan mereka tidak akan pernah menang. Aletta, sekarang kau tahu kebenarannya. Mereka tidak hanya mengincar rahasiaku—mereka mengincarmu, karena kau adalah kelanjutanku. Kau satu-satunya yang bisa menghentikan mereka.”

Aletta kembali menatap ke sekeliling ruangan di dalam tubuh Livyana, perasaan aneh menyelimutinya. “Tapi gue cuma manusia biasa. gimana gue bisa ngehentiin mereka? Semua ini terlalu besar buat gue.”

“Tidak, Aletta,” balas Livyana, suaranya tegas. “Kau lebih dari sekadar manusia biasa. Kau memiliki bagian dariku yang mereka takuti. Itulah kenapa mereka menciptakan sistem pengawasan ini. Mereka ingin memastikan kau tidak pernah menemukan kunci itu. Tapi sekarang, waktunya telah tiba. Dan kau jangan takut, Alfano akan membantu mu... kau tidak sendirian.”

Tiba-tiba, ruang di sekeliling mereka mulai memudar, cahaya biru meredup. Livyana mendekat, matanya menatap Aletta penuh kepercayaan. “Ingat ini, Aletta. Rahasia itu berada di ruang terdalam vila, di balik dinding yang kau buka tadi. Tetapi waktu tidak banyak. Kau harus kembali ke sana sebelum mereka menyusulmu.”

Aletta ingin bertanya lebih banyak, tetapi Livyana tersenyum kecil. “Ini bukanlah akhir, Aletta. Kau akan selalu membawaku bersamamu. Aku percaya padamu.”
























***











































Aletta tersentak bangun, tubuhnya penuh keringat dingin. Ia mendapati dirinya kembali di lorong bawah vila, Alfano berdiri di hadapannya dengan wajah panik.

“Queen! Kamu nggak apa-apa? Tadi kamu tiba-tiba diam kayak nggak sadar,” ujar Alfano, nadanya penuh kecemasan.

Aletta mencoba mengatur napas, lalu memandang Alfano dengan serius. “Aku nggak apa-apa. Tapi ada sesuatu yang harus aku lakukan. Aku harus kembali ke ruangan itu, Alfano.”

Alfano mengernyit, bingung. “Sendirian? Kamu yakin?”

Aletta mengangguk. “Iya. Aku tahu apa yang harus aku cari. Aku harus menyelesaikannya sendiri.”

Meskipun terlihat ragu, Alfano akhirnya mengangguk. “Oke, tapi kalau kamu butuh bantuan, King ada di sini.”

Aletta tersenyum tipis. “Terima kasih, Alfano. Tapi kali ini, aku harus melakukannya sendiri.” Ia berbalik, melangkah menuju ruang rahasia itu, dengan hati yang penuh tekad dan bayangan Livyana yang kini selalu menyertainya.








Sedikit lagi menuju ending nih!!!!!!












QUEEN-NYA SANG SISTEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang