PART 34

2.2K 115 23
                                    

# REINA APRILLIA #

Aku masih berlari-lari kecil disekitar komplek rumahku. Sedikit berolahraga setelah sekian lama disibukkan oleh urusan dikantor ayah yang banyak menyita waktuku.

Aku mengalihkan pandanganku kearah rumah yang berbulan-bulan lalu sering kudatangi. Rumah yang dulu menjadi rumah keduaku. Rumah yang kini semakin terlihat sepi karna hanya ditinggali oleh seorang wanita yang tiga tahun lebih muda dari Ayah dan beberapa pembantunya.

"Pagi tante !!" sapaku pada seorang wanita yang sedang sibuk merawat beberapa tanamannya.

"Hai Rei, sini masuk." jawabnya ramah.

Keramahan yang sama seperti anak laki-lakinya. Anak laki-laki yang amat sangat kurindukan hingga detik ini.

"Pagi-pagi udah beresin tanaman aja nih tante." kataku sambil mengambil sapu yang biasa digunakan untuk menyapu halaman.

Membantu mama dari sahabatku membersihkan halamanannya dari dedaunan yang jatuh karna dihempas angin. Sesekali tersenyum saat wanita paruh baya itu mulai menceritakan kebiasanku dan anak laki-lakinya sebelum berangkat kuliah.

Tapi sekarang, kebiasan itu tak bisa lagi kulakukan bersama anak laki-lakinya. Yang tersisa sekarang, hanya kenangan yang dapat kita ceritakan untuk sekedar mengingatkan kembali bahwa kami pernah saling menjaga.

"Tante masih ga mau kasih tau Rei dimana Ardi sekarang ??" tanyaku.

Wanita paruh baya itu menghentikan pekerjaannya dan meninggalkanku sendiri tanpa kata. Selalu saja seperti itu.

Tak pernah ada jawab dari setiap pertanyaanku tentang anak laki-lakinya. Dan itu hanya akan membuat diriku semakin sedih dan dirundung rasa bersalah yang amat sangat.

Setelah menyelesaikan menyapu, aku langsung berpamitan dari luar rumah yang berlantai dua ini. Menunggu sebentar dan berharap wanita paruh baya yang telah melahirkan sahabatku itu keluar untuk memberitahuku dimana keberadaan anaknya.

Tapi harapanku tetap saja nihil. Aku hanya mendapati pintu rumah yang tetap tertutup dan tak mendapati sosok yang kuharapkan membuka pintu dan memberikanku secerca harapan untuk dapat bertemu sahabatku itu.

Aku kembali berlari menuju rumahku. Menyusuri setiap jalan yang mengukir banyak kenangan kebersamaanku dengan Ardi.

Kebersamaan yang seakan baru terjadi beberapa hari yang lalu. Kebersamaan yang ingin sekali kuulang walau hanya semenit saja.

"Anak gadis Ayah kenapa ini pagi-pagi udah manyun aja." kata Ayah saat aku memasuki dapur.

"Ga apa-apa."

"Abis mampir kerumah Ardi ??" tanya Ayah yang sebetulnya ia sudah tau dengan jelas apa jawabanku.

Ia hanya sedang berbasa-basi dan berharap aku mengatakan hal sejujurnya padanya.

"Mau buat kesepakatan ga ??" kini Ayah bertanya lagi padaku tanpa menunggu jawaban dari pertanyaannya yang sebelumnya.

Aku hanya menatapnya bingung, tak berniat menjawab pertanyaannya.

"Kalo kamu bisa kerjasama sama Monic dan desain product kalian bisa tembus. Ayah janji bakal bantu kamu cari dimana Ardi !!"

"Aku ga minat Yah !! Lagian emang Ayah ga bisa ya bantuin anaknya tanpa pake kesepakatan kaya gini ??"

"Hahahaaaa, ini yang disebut simbiosis mutualisme Rei. Harus salinh menguntungkan"

"Bodo ahh, aku ga minat." jawabku dan meninggalkan Ayah yang masih tersenyum.

Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang