PART 49

2.4K 92 17
                                    

# REINA APRILLIA #

Aku berjalan pelan menyusuri ruang keluarga rumahku. Ahh bukan-bukan, lebih tepatnya aku mengendap-endap agar tak ada satu orangpun yang menyadari kehadiranku dirumah ini. Dengan wajah semengerikan ini, aku berharap tak bertemu siapapun. Dan berharap aku bisa sampai dikamar dengan selamat tanpa harus bertemu salah satu penghuni rumah ini.

"Kamu ngapain nduk ngendap-ngendap gitu ?"

Aku diam mematung, seakan kaki ini tak bisa melangkah saat mendengar sebuah suara yang amat familiar. Seakan semua harapanku runtuh hanya karna mendengar sebuah suara menyapaku.

"Nduk kamu kenapa ?" Tanyanya lagi, yang kini sudah berada disampingku.

Mbah Mar berusaha menahan tawanya sekuat tenaga saat melihat wajahku. Tapi, sekuat apapun mbah Mar menahannya. Tawa itu pecah juga. Membuat suasanan rumahku yang semula tenang, kini menjadi berisik karna suara tawa mbah Mar yang entah mengapa terasa begitu menyebalkan untuk ku dengar.

"Mbah jangan berisik mbah. Nanti ayah turun." Panikku dan berusaha menutup mulut mbah Mar.

Berharap dengan menutup mulutnya, suara tawa ini tertahan dan tak menimbulkan kegaduhan seperti sebelumnya. Namun harapanku lagi-lagi tak sesuai dengan kenyataan. Semuanya percuma, ayah kini sudah berada didepanku.

Tak sampai 5 detik. Tawa ayah pun pecah setelah melihat wajah mengerikan ini. Aku yang kesal melihat mereka semua tertawa langsung melangkahkan kakiku ke kamar. Berjalan cepat, sambil membanting kakiku kelantai super kencang. Berharap mereka yang sedang menertawakanku tau, bahwa orang yang sedang mereka tertawai kesal dengan apa yang mereka lakukan.

"Ayah, mbah Mar. Diemm !! Aku sebel tau ga !!" Teriakku dari tangga rumahku. Berharap mereka semua menghentikan tawanya dan meminta maaf padaku.

Tapi lagi-lagi harapanku seakan terlalu tinggi untuk dapat ku gapai. Hingga lagi-lagi mereka hanya terus tertawa dan tak sedikitpun menghiraukanku yang kesal.

Andai aku tau jika hasil experiment Riana akan menghasilkan tawa semenyebalkan ini, aku tak pernah mau melakukannya.

Dan aku berjanji, ini adalah pertama dan terakhir kalinya Riana bisa berexperiment dengan wajah, tangan dan kakiku.

"Ayah, mbah Mar. Jangan ketawa lagi !!" Teriakku.

"Lagian kamu abis ngapain sih ? Muka sampe kaya gitu. Mau mangkal ? Hahaaaa" kata Ayah yang malah membuatku semakin sebal.

"Tau ahh, aku sebel sama Ayah." Kataku sambil berlalu pergi kekamarku.

Aku langsung menghampiri kaca dikamarku. Memperhatikan wajah menyeramkanku dan merasa sedih dengan apa yang sedang kulihat saat ini.

Eye shadow warna hijau, dipadupadankan dengan eyeliner yang tak beraturan. Belum lagi blush on yang membuat pipiku seakan habis ditonjong. Maskara yang terlihat tebal sebelah. Dan terakhir, lipstick warna merah menyala semakin memperparah riasan wajahku.

Pantas saja semua orang tertawa sebahagian itu melihat mukaku. Muka yang terlihat seperti banci pinggir jalan yang baru belajar makeup.

Mengapa aku semenyedihkan ini !!

Apa yang aku mimpikan semalam, hingga hariku seburuk ini !!

"Nih, bersihkan dulu pakai ini." Kata Ayah yang entah sejak kapan berada disampingku.

"Aku juga punya kok." Kataku

"Udah dibuang sama Mbah Mar, karna katanya sudah setahun itu ada dikamar kamu dan ga pernah dipakai !!" Kata Ayah lagi dan membuatku menghentikan pencarianku akan sebuah remover make up yang tak kunjung kutemukan.

Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang