"Jiwa yang tersesat," jawab Reia memandang kumpulan patung-patung tak beraturan. "Bila jiwa Ras Cahaya yang terperangkap akibat kematian mereka dalam Limbo dan terlalu lama berada di dimensi ini, maka jiwa mereka akan berubah menjadi wujud seperti yang kau lihat sekarang."
Haku menatap Reia dengan terkejut. Gadis itu lalu menatap Haku dan melanjutkan, "Guardian menyebut mereka dengan Kalinys." Reia terdiam sejenak hingga akhirnya kembali berkata, "Kau merupakan pelajar di Akademi Terra pasti sudah mendengar mengenai Miasma."
"Atmosfir kegelapan yang merupakan udara dalam Limbo," sahut Haku.
Reia mengangguk. "Ras Cahaya tidak dapat terlalu lama berada dalam Limbo di karenakan adanya Miasma yang dapat berdampak buruk bagi mereka, terutama bagi Ras Cahaya yang tidak memiliki kekuatan. Miasma dapat menggerogoti jiwa dan menimbulkan kegilaan hingga mengubah Ras Cahaya jatuh dalam kegelapan ... dengan kata lain menjadi bagian dari Ras Iblis."
Reia lalu menunjuk salah satu Kalinys yang paling dekat dengannya. "Miasma penyebab Ras Cahaya menjadi tampilan seperti ini."
Haku kembali mengarahkan pandangannya pada kumpulan Kalinys. Alis pemuda itu bertaut. Sinar iba terpancar dari sorot matanya. "Apa mereka masih bisa ditolong?" tanya Haku dengan mengepalkan tangannya.
Reia menggeleng. "Untuk kembali hidup, tidak. Tapi untuk membebaskan mereka dari kegelapan, bisa. Menggunakan senjata yang dimiliki Guardian dan menghancurkan Kalinys akan membebaskan jiwa mereka. Ini menjadi salah satu pekerjaan dasar para Guardian. Jika mereka tidak segera dibebaskan, mereka akan terlahir menjadi Iblis level 1."
"Kalau begitu tunggu apa lagi, ayo selamatkan mereka! Gunakan senjatamu," pinta Haku semangat.
Reia terdiam sejenak. "Ehm ... aku tidak bisa."
"Kamu benar. Kamu-kan enggak membawa senjata." Semangat Haku menghilang dan kembali menatap para Kalinys dengan sedih.
Ini bukan masalah aku bawa senjata atau tidak. Aku memang tidak bisa melakukannya, ucap Reia di hatinya.
Gadis itu lalu melihat senjata yang tengah di genggam Haku. "Gunakan tombak itu dengan memfokuskan kekuatan elemen sihirmu pada senjata yang kau pegang dan hancurkan kumpulan Kalinys ini. Mereka masih bisa ditolong. Saat menjadi Iblis belum tiba," jelas Reia memandang pendaran biru yang dapat terlihat di dalam dada para Kalinys yang berdetak seperti detak jantung.
"Tapi..." Haku akan mengatakan sesuatu dengan ragu yang Reia sudah tahu pasti apa, sehingga gadis itu memutar bola mata.
"Saran kecil dariku. Fokuskan getaran seperti listrik dalam dirimu dan bawa ke tanganmu untuk menyatu dengan tombak ini. Getaran itu adalah energi kekuatan yang kau miliki. Saat telah menyatu, teguhkan niatmu untuk membebaskan mereka dengan kekuatanmu," ucap Reia. "Tenang dan percayalah pada dirimu sendiri."
Haku menundukkan pandangan ke arah tombak yang dipegangnya. Begitu kuat ia memegang hingga jemarinya terlihat memutih. Keringat dingin terlihat di wajah Haku. Napasnya keluar dengan berat hampir seperti asma.
Melihat respon Haku, Reia menjadi menyadari sesuatu. Pemuda di depannya itu bukan bermasalah dalam mengendalikan kekuatannya, melainkan ada sesuatu yang pernah terjadi dalam hidupnya yang menciptakan rasa takut dan kecemasan yang besar hingga menciptakan trauma akan kekuatan yang ia miliki.
Reia menyaksikan ketakutan Haku membuat tangan pemuda itu memegang begitu erat tombak yang tengah dibawanya, seperti tengah mencekik benda mati tersebut.
Reia menggerakkan kedua tangannya dan memegangi tangan Haku. Ia meremas lembut tangan Haku yang kini terasa dingin. Haku menatap Reia dengan wajah yang terlihat pucat dan ada sinar mata kecemasan bercampur ketakutan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE EXISTENCE [END]
Fantasía*Seri ke-1 The Existence Series* [15+] Pandangan orang-orang di tempat kelahirannya yang selalu menatapnya dengan sinis dan ketakutan, tanda lahir di punggung telapak tangan kirinya yang membuat dirinya dipanggil "Titisan Iblis" atau "Anak Pemb...