34-MUNCULNYA KEKUATAN

2.6K 290 45
                                    

     Hentakan kaki Reia yang berlari dan serangan es Haku bergerak dalam waktu yang sama. Haku hanya terdiam, berdiri kaku dengan kekuatan es hitam yang bermunculan. Tanpa henti dan cepat serangan Haku menyerang Reia yang begitu lihai menghindar dan menghancurkan es-es dengan senjatanya.

     Reia merasakan serangan es yang dikeluarkan Haku semakin melambat, seolah Haku berusaha untuk menghentikan perlawanannya. Ini kesempatanku! Reia berusaha bergerak sebisanya untuk mendekati Haku. Mengakhiri pertarungan dan juga derita pemuda itu.

     Nyut!

     Rasa perih semakin menjadi-jadi yang berasal dari luka di perut Reia kini serasa menjalar hingga ke seluruh tubuhnya. Langkah Reia terpaksa terhenti akibat sensasi itu.

     Di waktu yang tidak menguntungkan bagi Reia itu serangan jarum-jarum datang. Kepiawaian Reia menggunakan senjata dan juga pengalaman bertarung yang ia miliki benar-benar membantu dirinya menghancurkan jarum-jarum es yang hampir saja melukai tubuhnya.

     Gerakan Reia mulai gontai dikarenakan luka di perutnya. Hal itu membuat beberapa serangan Haku berhasil meninggalkan luka di kaki Reia. Semakin lama, gadis itu tidak bisa menopang beban tubuhnya dan kini ia jatuh berlutut.

     Reia menunduk melihat darah keluar dari kakinya. Bertepatan dengan konsentrasinya yang pecah, ia menegang karena menyadari saat ini Haku berada tepat di depannya, sangat dekat. Sial!

     Reia segera menengadah dan melihat Haku bergerak lalu duduk bersimpuh di depannya. Kedua tangan Haku memegang dengan begitu kuat bahu gadis itu. Mata Reia membulat melihat wajah Haku yang terlihat tersiksa dan lelah. Sinar mata yang penuh derita dapat dillihat di sana.

     "Sebelum kesadaranku hilang lagi dan berubah menjadi Iblis seutuhnya, kumohon ... bunuh aku," pinta Haku.

     Reia terdiam mengernyitkan dahi hingga akhirnya ekspresinya berubah menjadi datar. Ia memegang tangan Haku yang tengah menyentuh bahunya dan membuat pemuda itu melepaskan dirinya.

     Reia menatap Batu Atropes dan menggunakan pedang di tangan kanannya, menggerakkan senjata itu di atas batu tersebut dengan jarak yang sangat dekat, tapi tidak menyentuhnya.

     Haku melihat gerakan Reia seolah gadis tersebut tengah memotong sesuatu yang tidak terlihat oleh Haku. Apa pun yang dilakukan Reia terlihat berhasil karena garis urat yang menanamkan batu itu pada tangannya terputus, menyebabkan batu terjatuh. Saat menyentuh lantai, batu itu meleleh menjadi cairan hitam berbau hangus bercampur dengan bau busuk mayat.

     Haku masih merasakan rasa sakit luar biasa. Kegelapan dari batu itu masih berada dalam tubuhnya. Tangan kiri Haku kini tertutup es hitam dan hanya menyisakan telapak tangan dengan kuku-kuku tajam di jemarinya. Pemuda itu lalu mendengar suara Reia, "Sentuh tanganku."

     Haku melihat tangan kanan Reia yang kini terbuka untuknya. Haku menolak karena takut kegelapan dalam tubuhnya dapat melukai gadis di depannya.

     "Sentuh tanganku!" tegas Reia yang akhirnya membuat Haku menyerah.

     Telapak tangan kiri Haku dan telapak tangan kanan Reia saling bersentuhan. Sinar kegelapan ikut mengenai tangan Reia, tetapi terlihat tidak berdampak sedikit pun pada gadis itu. Sedikit demi sedikit rasa dingin di tangan kiri Haku berubah menjadi panas. Es hitam di tangan kiri Haku mengeluarkan asap dan mulai mencair.

     "Tarik napas dalam-dalam dan pejamkan matamu," perintah Reia dan Haku segera melakukannya. "Kembali ingat kenangan bahagiamu. Kenangan yang terasa begitu menyenangkan dan penuh kenyamanan."

     Haku mengikuti arahan Reia. Ia mengingat kenangan saat Kanata memberinya kejutan ulang tahun ke-13. Rasa hangat seketika terasa di dada Haku. Ia kembali mendengar suara Reia, "Bayangkan ... kenangan itu kini tersimpan dalam sebuah kotak yang bercahaya."

THE EXISTENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang