33-KENANGAN YANG DIBUANG

2.8K 283 57
                                    

Dingin. Sangat dingin. Seluruh bagian tubuh Haku merasa ngilu yang luar biasa. Rasa itu seakan meremukkan tubuh miliknya terutama tulang tangan kirinya. Jantung pemuda itu berdetak dengan begitu cepat. Napasnya terasa berat, sangat sulit baginya bernapas. Rasa sakit yang menyiksa membuatnya ingin berteriak sekencang-kencangnya, akan tetapi tenggorokannya mulai terasa perih dan kering, membuat dirinya hanya bisa berteriak tanpa suara.

"Sebentar lagi kau akan menjadi Iblis dan akan dalam kendali kami," ujar Aludra tersenyum puas.

Selene yang terus terbang kini melirik ke arah pintu ganda di beranda dan melihat 3 siluet yang terdiam di sana. Ketiga orang itu kini terlihat pergi meninggalkan ruangan.

"Aludra," panggil Selene yang membuat gadis berambut pirang melirik ke arah pintu ganda untuk sejenak.

Aludra lalu mengarahkan pandangan pada Rooker dan tersenyum. "Kuserahkan sisanya padamu," imbuhnya.

Akar-akar penahan Haku pun menghilang. Selene terbang menuju pintu ganda di beranda atas, disusul oleh Aludra yang menggunakan kekuatan akar-akar sihir untuk membawanya ke tempat tujuan.

Setelah kepergian kedua gadis itu, Rooker berjalan mendekati Haku. Tetap menjaga jarak dari pemuda yang dianggapnya berbahaya. Ia menyeringai begitu puas melihat kekuatan kegelapan mulai melumat jiwa Haku. Sejenak Rooker mengarahkan pandangannya pada Reia.

"Kurasa dia sudah mati," kata Rooker dingin dan kembali menonton Haku yang begitu kesakitan.

Reia tidak bergerak. Tubuhnya tertidur di atas genangan darah merah miliknya. Sebuah sinar terasa menghiasi alam dalam ketidaksadarannya. Membawa sebuah potongan memori yang hilang oleh waktu.

Gadis kecil berambut panjang hitam dengan mengenakan gaun merah tua bergaya Victoria dan berenda itu berlari di atas rerumputan hijau. Alunan indah dan menenangkan dari deburan ombak pantai terdengar. Kaki kecil sang gadis kini telah menginjak pasir putih menuju sebuah potongan kayu besar yang berjarak beberapa meter dari datangnya air pantai.

Kayu yang tertidur di atas pasir itu dijadikan kursi yang nyaman bagi seorang pria. Si gadis kecil menghampirinya dengan napas terengah-engah. Saat napasnya kembali normal ia berkata, "Sudah kuduga kau di sini!"

Pria itu menoleh menatap si gadis kecil. Rambut putihnya bergoyang lembut terkena angin segar pantai. Mata biru langitnya yang tajam memberi sinar yang begitu menenangkan dan memikat. Wajahnya begitu tampan dan lebih menawan dikarenakan sinar mentari sore ini.

"Ini ... aku mendapatkannya untukmu," ujar pria itu tersenyum memberikan kerang kecil berwarna merah muda yang begitu cantik.

"Hanya satu? Carikan yang lebih banyak lagi, Ryuga Mine!" Gadis itu berkacak pinggang, berpura-pura marah pada pria di depannya.

Ryuga Mine tertawa. Tangan kirinya lalu bergerak mengelus lembut kepala sang gadis kecil. "Kalau begitu kita cari sama-sama, ya."

Dengan perlahan Reia membuka mata. Terbangun dari sebuah kilas kenangan yang dibuang olehnya. Untuk sesaat ia bergeming. Berusaha mengatur perasaannya yang terasa campur aduk-marah, sedih, dan sakit. Tangannya mengepal.

"Tsk, menyebalkan! Sudah kubilang padamu, jangan pernah muncul lagi dalam hidupku. Berani-beraninya kau muncul dalam mimpiku!" gumam pelan Reia terdengar kesal.

Reia berusaha bangun perlahan dengan kedua tangan yang menopang beban tubuhnya. Ia membawa pandangannya pada Haku dan melihat tubuh pemuda itu dipenuhi dengan sinar hitam. Tangan kanan Haku tengah memegang erat pergelangan tangan kirinya yang saat ini memberikannya rasa yang sangat menyakitkan.

THE EXISTENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang