Lorong panjang membentang setelah Haku dan Reia menuruni anak tangga. Bercahayakan obor-obor api di dinding yang mengeluarkan cahaya berwarna merah darah sebagai pembantu penglihatan, mereka menelusurinya koridor dengan tangan yang terus bergenggaman.
Reia tahu posisi mereka saat ini sangat merugikan apabila adanya serangan datang, tetapi dengan saling berpegangan akan membuat risiko berpisah ketika munculnya perangkap akan menjadi lebih rendah sehingga gadis itu memutuskan untuk tetap memegang tangan Haku.
"Apa kamu membawa senjatamu?" tanya Haku dengan suara berbisik.
"Tidak perlu," jawab Reia yang terus membawa pandangannya ke depan. Yah, untuk saat ini tidak perlu mengeluarkan senjata yang kusimpan di Hermka-ku. Firasatku mengatakan itu akan membawa keuntungan bagiku. "Kau bisa melindungi kita dengan tombak dan kekuatan milikmu."
Reia merasakan tangan Haku menegang dan mendengar suaranya yang berkata, "Aku enggak mungkin bisa! Kekuatanku SANGAT enggak terkontrol!"
Reia menatap pemuda itu dan melihat wajah Haku penuh dengan kecemasan. Reia ingin membalas perkataan Haku, tapi mengurungkan niatnya saat melihat ujung lorong mempersembahkan jalan bercabang tiga yang masing-masing seperti terowongan tanah yang cukup lebar.
"Oh, yang benar saja! Kau pasti bercanda!" keluhnya dengan memasang raut wajah kesal. "Tidak bisakah iblis itu mempermudah jalan atau sekalian saja langsung muncul agar semua ini berakhir! Awas saja kalau ketemu, kucincang dia dan kupajang di depan rumah menyebalkan ini!"
Haku membesarkan matanya saat melihat Reia yang marah. Lambat laun tanpa disadari pemuda itu, senyuman kecil menghiasi wajahnya dan membuat kecemasannya menghilang.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari terowongan paling kanan. Dari suara hentakannya, mereka tahu itu adalah sepasang kaki yang besar. Iblis! tebak mereka berdua dan tanpa komunikasi apa-pun tubuh mereka bergerak memasuki terowongan tengah.
Jalan dan terus berjalan hingga terlihat bayangan besar iblis berjalan ke arah mereka. Haku segera mendorong Reia bersembunyi di balik kotak-kotak kayu dan gundukan tanah yang lumayan tinggi di terowongan itu yang membuat tempat sekitarnya menjadi gelap. Tempat yang Haku rasakan tepat untuk bersembunyi.
Mereka berdua duduk berjongkok di sana dengan tangan kiri Haku merangkul Reia dan tangan kanannya menyentuh tanah untuk menyembunyikan tombak yang ia bawa.
Bayangan besar yang semakin lama semakin mendekat memperlihatkan tampilan iblis yang bertubuh kekar dan tubuhnya terlihat sedikit membungkuk dikarenakan tingginya yang hampir sedikit melebihi tinggi terowongan.
Tap ... Tap ... Tap
Derap langkah berat itu semakin mendekat menuju lokasi mereka. Tangan kanan Haku menggenggam semakin erat tombak yang tertidur dan rangkulan Haku lebih terasa erat membawa tubuh Reia mendekat. Wajahnya hampir menyentuh pipi kiri pemuda itu sehingga Reia sedikit memiringkan kepalanya untuk menghindar.
Langkah sang iblis terlihat berhenti dan akhirnya kembali melangkah, tetapi semakin menjauh. Sepertinya iblis tersebut mengubah jalur perjalanannya dan menuju jalan keluar terowongan.
Pandangan Haku terus melekat pada sang iblis, sedangkan Reia yang semula melirik bayangan ras kegelapan itu kini beralih pada Haku. Reia menyadari Haku tengah cemas bila keberadaan mereka diketahui oleh iblis tersebut.
Saat suara langkah kaki makhluk kegelapan itu terdengar semakin samar, Reia mengeluarkan suara berbisik, "Jadi sekarang kita bermain petak umpet?"

KAMU SEDANG MEMBACA
THE EXISTENCE [END]
Fantasia*Seri ke-1 The Existence Series* [15+] Pandangan orang-orang di tempat kelahirannya yang selalu menatapnya dengan sinis dan ketakutan, tanda lahir di punggung telapak tangan kirinya yang membuat dirinya dipanggil "Titisan Iblis" atau "Anak Pemb...