#19 Rajutan Emosi

338 26 0
                                    

"Aku baik-baik saja. Kenapa bertanya begitu? Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu."

He Ra terdiam. Mungkin karena ia belum kuat untuk bicara. Aku harus menahan rasa penasaranku lebih dulu.

Tak lama dokter datang dan memeriksa keadaan He Ra.

"Keadaannya lebih baik dari sebelumnya. Namun ia perlu banyak istirahat." Ucap Dokter sambil memasang kembali stetoskop di lehernya.

"Terima kasih, Dokter." Ibu He Ra menundukkan kepalanya sambil tersenyum. Sang dokter pun keluar.

Aku menatap He Ra dan He Ra tersenyum. Syukurlah, aku masih bisa melihat senyumannya. Kutatap jam dinding yang tergantung di tembok.

03.00 AM.

Aku mendekati He Ra, "He Ra-ssi, aku pulang dulu. Nanti aku ke sini lagi."

He Ra mengangguk lemah. Setelah aku berpamitan pada ibu He Ra, aku segera keluar.

Lorong rumah sakit sangat sepi, hanya ada satu-dua perawat yang berlalu-lalang.

"Apakah mereka yang melakukannya?"

Se Woo memandangku dengan bertanya-tanya, "Melakukan apa?"

"Meracuni He Ra-ssi."

Se Woo terdiam, "Dari yang Lee Joong Hae katakan, saya rasa iya."

Aku tersenyum miring, "Sudah kuduga." Aku berhenti melangkahkan kakiku, "Besok aku akan sekolah tanpa adanya He Ra-ssi. Dengan kondisinya yang seperti itu, kurasa perlu berminggu-minggu untuknya keluar dari sini."

Se Woo mengangguk, "Saya rasa begitu."

"Dia baru saja keluar dari rumah sakit dan sekarang dia masuk rumah sakit lagi." Aku menunduk, "Aku ini orang yang jahat. Menyeret orang lain ke dalam masalahku, padahal mereka nggak tahu apa-apa."

"Nona Muda...."

Aku menoleh dan tersenyum manis tanpa memerlihatkan gigi pada Se Woo, "Kita harus pulang. Besok sudah hari senin."

***

Aku meregangkan badanku setelah bangun tidur. Se Woo pun memberikanku secangkir teh dan koran pagi seperti biasa.

'Pelaku pembantaian dan pengeboman Rumah Sakit Umum Seoul telah ditangkap oleh NIS!'

Aku menyeruput tehku dan membalik halaman selanjutnya.

'NIS menyatakan bahwa pelaku kasus tersebut merupakan salah satu pegawai rumah sakit. Namun, NIS tidak menceritakan lebih detail tentang kasus tersebut.'

"Tentu saja NIS nggak akan cerita. Mana mau NIS ingin masyarakat tahu kalau salah satu pelaku kasus tersebut sudah mati karena kelalaian mereka."

"Seharusnya Nona Muda menelepon NIS. Dua pelaku lebih baik daripada 1."

Aku tersenyum miring, "Kau yang menyuruhku untuk membunuhnya."

"Ya, memang. Tapi tidak disangka jika Choi Min Ji ingin membunuh Anda dengan cara itu." Se Woo mengambil cangkir tehku yang telah habis, "Bagaimana caranya Nona Muda terhindar dari ledakan itu?"

Aku tersenyum sinis, "Jangan meremehkanku." Aku pun bangkit dan mengambil handuk.

"Aku punya sesuatu yang lebih mengerikan dari Water Fold."

***

Aku membuka pintu pelan-pelan saat sampai di depan kelas karena barangkali So Eun dan Im Sil berbuat ulah lagi.

Tidak ada apa-apa. Kurasa mereka berdua belum datang atau semoga saja mereka tidak datang. Kulihat Rain sedang membaca buku. Mengingatnya ia menghentikanku di saat seru membuatku kembali kesal.

Aku duduk di tempatku dan mengeluarkan buku untuk mengerjakan beberapa soal.

Tak lama, bel berbunyi. Murid-murid segera kembali ke tempatnya masing-masing.

Tumben So Eun dan Im Sil tidak datang. Apa peduliku?

Tak lama, Se Woo seonsaengnim datang dan ia meletakkan beberapa barangnya di meja guru.

"Hari ini kita kedatangan siswi baru."

Apa? Murid baru lagi? Semoga bukan Hae Eun yang masuk ke kelas ini. Terlihat sekali kalau ia sangat membenciku.

"Masuklah." Izin Se Woo seonsangnim dan masuklah seorang gadis berkulit putih dan kakinya yang jenjang. Terlihat sekali jika ia melakukan perawatan. Beda denganku yang penuh luka di mana-mana.

Sebentar. Sepertinya aku sering melihat dia, tapi di mana?

"Hwang Han Na!" Celetuk salah salah satu murid. Ah iya, dia benar. Dia adalah Hwang Han Na, salah satu penyanyi populer di Korea Selatan.

Hah? Mengapa Hwang Han Na bersekolah di sini?

"Ya, kamu benar. Dia adalah Hwang Han Na. Salah satu selebriti terkenal di Korea Selatan."

Seketika semua murid langsung heboh, kecuali Rain tentunya dan Se Woo seonsaengnim menggebrak meja agar seluruh murid diam. Suasana kembali tenang.

"Baiklah, Han Na-ssi, silakan perkenalkan dirimu."

Han Na mulai mengeluarkan suaranya, "Namaku Hwang Han Na. Sebelumnya aku mengikuti home school, tapi akhirnya aku memutuskan untuk bersekolah di sekolah biasa."

"Cukup, Han Na-ssi. Sekarang kamu boleh duduk di--"

"Seonsaengnim! Saya ingin bertanya pada Han Na!" Min Soo, teman sekelasku mengangkat tangannya dengan semangat.

"Ya, silakan."

"Han Na-ssi, boleh minta nomor teleponnya?"
Seketika seluruh murid menyoraki Min Soo tidak ikhlas. Tentu saja.

"Sudah! Diam semua!"
Tak lama suasana kelas menjadi hening.

"Kamu boleh duduk di sana, Han Na-ssi." Se Woo seonsaengnim menunjuk bangku di belakangku.

Dia akan duduk di belakangku?

To Be Continued~

Note: Chapter 19 terbit nih.
Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 20 ^^

God Only KnowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang