#52 Kekecewaan Laknat

272 21 0
                                    

"ADA APA DENGANMU? PADAHAL AKU SUDAH MEMPERCAYAI SEMUANYA PADAMU! TAPI... apa...." Suaraku makin melemah.

"Aku percaya padamu, tapi... kau menghancurkannya...."

Inspektur Kang hanya menatapku iba.

"Jangan. Tatap. Aku. Seperti itu!" Marahku, "Kau nggak tahu... seberapa hancurnya... hati Han Na-ssi...." Aku mengepalkan tangaku erat.

Brengsek!

"Kim Jin Se--" Inspektur Kang mulai bicara, "--dia sudah menghilang dari tahanannya."

Aku semakin marah saat mendengar itu. Saat suasana seperti ini, dia malah memberitahuku hal itu?!

Seketika keadaan di sini menjadi hujan deras. Kekuatanku juga bisa mendatangkan atau menghentikan hujan atau salju dan semuanya akan kacau jika aku marah.

Angin semakin menerpa tubuhku dan air hujan juga sudah membasahiku.

"Kim Yoo In... tenanglah."

"KAU MENYURUHKU UNTUK TENANG?! APA-APAAN?!"

Kulihat Se Woo menghampiriku, "Hentikan, Nona Muda! Badai bisa datang jika Anda meneruskannya!"

Suasana hatiku benar-benar sangat marah sekarang. Akan sangat susah untuk menenangkannya sekarang.

"Aku akan membunuhnya." Ucapku penuh kebencian, "Aku akan membunuhnya!! Akan kubuat dia membayar apa yang ia lakukan pada Han Na-ssi!!"

Angin menerpa semakin kencang dan hujan semakin deras. Namun, aku tidak bisa menangis. Apapun yang terjadi, aku tidak akan bisa menangis.

Aku membuka mataku perlahan dan semuanya buram karena air hujan.

Perlahan tapi pasti, hujan dan angin mulai mereda dan akhirnya matahari kembali terlihat. Cuaca kembali menjadi cerah. Semua orang sudah basah kuyup termasuk aku.

Se Woo mengelap tubuhku dengan handuk yang entah ia dapat darimana. Inspektur Kang juga hanya menataku datar meskipun ia juga basah kuyup.

"Nona Muda bisa masuk angin."
Se Woo pun membungkukkan tubuhnya pada Inspektur Kang.

"Maafkan kelakuan majikan saya. Majikan saya tadi sedang tidak bisa mengendalikan emosinya. Saya mohon ma--"

"Tidak apa-apa." Potong Inspektur Kang cepat, "Ini salahku."

Aku menatap Inspektur Kang dingin, "Datanglah ke rumahku. Hari ini."

Aku segera meninggalkan Inspektur Kang menuju mobil.

"Kita akan pulang? Atau kembali ke sekolah?"

"Kita ke sekolah. Aku yakin Han Na-ssi sudah pulang ke rumahnya." Aku berusaha tenang meskipun amarah masih ada di hatiku.

***

Jam 9 aku sampai di sekolah. Belum ada guru tentu saja. Se Woo seonsaengnim adalah guru yang mengajar jam pelajaran pertama. Han Na juga sudah tidak ada di kelas.

"Yoo In! Kamu ke mana?!" Tanya He Ra khawatir. So Eun dan Im Sil juga terlihat khawatir.

Aku nyengir, "Aku hanya memastikan sesuatu."

"Memastikan apa? Memastikan kematian ayah Han Na?" Tanya He Ra tampak tidak percaya dan aku mengangguk.

"Tadi tiba-tiba cuaca di luar buruk sekali. Untung saja kembali cerah. Kamu nggak apa-apa?"
Aku mengangguk.

Se Woo seonsaengnim pun muncul di depan pintu dan masuk ke dalam kelas.

"Seonsaengnim akan mengabarkan berita duka bahwa ayah Hwang Han Na telah meninggal tadi pagi. Semoga Tuhan memberkati kematiannya."

Aku kembali menahan amarah saat berita itu diberitahukan. Aku mengepalkan tanganku erat. Ini kenyataan. Aku... telah gagal melindungi apa yang teman-temanku cintai. Cukup aku saja yang merasakan kehilangan. Jangan mereka. Jangan kalian. Jangan teman-temanku.

***

Sepulang sekolah, beberapa teman sekelas akan menjenguk Han Na di rumahnya. Han Na tinggal sendirian di apartemen, tapi ia punya rumah sebelum ia punya apartemen dan orangtuanya tinggal di rumah itu.
Aku bersama He Ra, So Eun, Im Sil, dan teman sekelas harus naik kereta ke sana.

Sesampainya di rumah Han Na, kami pun diizinkan masuk oleh seseorang yang kukira sebagai ibu Han Na. Han Na ternyata ada di dalam. Di samping peti mati ayahnya.

Beberapa ada yang duduk di kursi dan aku bersama He Ra, So Eun, dan Im Sil mendekati Han Na yang sedang menangis. Saat ia melihat kami, ia segera menghapus air matanya dan tersenyum.

"Kalian datang? Aku senang."

Aku benci. Aku benci senyuman Han Na. Kenapa? Kenapa dia tersenyum padahal ayahnya terbaring di dalam peti mati?!

"Jangan tersenyum, Han Na-ssi." Ucapku datar. Han Na menatapku bingung.

"Kenapa aku nggak boleh tersenyum? Aku senang kalian datang, makanya aku tersenyum."

Aku memeluknya dengan wajah datar. "Kami di sini, Han Na-ssi. Jangan anggap kami hanya ada di saat kamu senang. Kami di sini untuk berada di sisimu dan melindungimu."

Kurasakan bahu Han Na gemetar dan akhirnya ia menangis di bahuku.

"Maaf, Yoo In... Maaf... Aku sudah janji untuk nggak... menangis lagi. Tapi... ini terlalu berat... untukku...." Han Na memelukku makin erat. Aku membiarkan ia menangis di bahuku.

"Aku tahu rasa itu, Han Na-ssi. Rasanya aku sangat ingin marah pada Tuhan. Kenapa Tuhan merenggut kebahagiaanku? Kenapa Tuhan nggak bisa membiarkanku bahagia?" Hiburku.

"Tapi Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik dari kejadian ini. Kita manusia hanya perlu menunggu sambil berusaha untuk melihat rencana itu." Han Na makin terisak di bahuku. Kulihat He Ra, So Eun, dan Im Sil juga sudah menitikkan air matanya.

"Kamu kuat. Aku percaya padamu... Han Na." Bisikku di telinganya. Aku memanggilnya tanpa akhiran -ssi.

Aku akan balaskan dendammu Han Na. Akan kuseret Kim Jin Se ke neraka... bersamaku.

To Be Continued~

Note: Chapter 52 terbit nih. Ini chapter menurutku sendiri adalah chapter paling emosional sepanjang aku nulis sampe sini. Emosi Yoo In karena kematian ayahnya Han Na bener-bener beeuuh gitu dah😌 Siapa yang mau punya sahabat kayak Yoo In? Aku nggak deh. Serem weh kalau punya sahabat kayak Yoo In yang bisa sampe bunuh-bunuhan😂

Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 53 ^^

God Only KnowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang