#56 Terbalaskan

310 16 0
                                    

Aku mengambil tisu di laci mejaku dan membersihkan seluruh wajahku. Pasti sekarang wajahku kacau sekali.

Kulihat Se Woo muncul dari balik pintu. "Anda sudah sadar?!" Se Woo terlihat sangat panik. Ia mendekatiku dengan panik pula. Aku mengangguk.

"Hentikan, Nona Muda. Jangan menggunakan kekuatan itu lagi." Suara Se Woo terdengar parau.
"Lihat bagaimana Anda. Anda kehilangan begitu banyak darah. Saya ingin membawa Anda ke rumah sakit, tapi saya tidak bisa bertindak tanpa perintah Anda."

Aku terdiam, "Aku baik-baik saja."
Aku menundukkan kepalaku sambil menjepit hidungku.

"Mana mungkin Anda baik-baik saja?!"

Aku kaget karena Se Woo membentakku. Aku menatapnya tajam.

"Kau nggak berhak untuk meragukan pernyataanku."

Hening.

Se Woo membungkukkan badannya. "Maafkan kelancangan saya."

Setelah semua darah berhenti, aku kembali berbaring di atas kasur.
Keputusan yang tepat untuk izin 2 hari dari sekolah karena hari ini aku tidak mungkin sanggup pergi sekolah.
Tak lama, aku pun tertidur.

***

Sinar matahari yang menyilaukan membuatku terbangun. Aku bersender pada kepala ranjang. Se Woo pun menyerahkan secangkir teh dan koran pagi padaku.

"Sudah merasa lebih baik?"

Aku mengangguk lemah.

"Sebaiknya Nona Muda tidak menyentuh apapun yang berkaitan tentang pekerjaan."

Aku mengangguk lemah.

Setelah mengambil cangkir tehku yang kosong dan tabloid, Se Woo pun keluar.

Ting Tong
Suara bel pintu sedikit mengejutkanku. Siapa yang datang ke sini pagi-pagi begini?

Kudengar Se Woo membuka pintu dan aku terkejut setengah mati.

Suara ini...

Tak lama Se Woo muncul dari balik pintu kamarku.
"Nona Muda, teman-teman Anda sudah datang."

He Ra, Han Na, So Eun, dan Im Sil datang ke sini. Sebentar. Darimana mereka tahu rumahku disini?!

"Saya yang mengizinkan mereka datang kemari karena kelihatan sekali jika Anda ingin bertemu dengan mereka." Se Woo berbicara seakan ia tahu apa yang ada di kepalaku.

Aku terdiam kemudian menatap Se Woo tajam, "Aku bisa bertemu dengan mereka besok. Mereka nggak pantas untuk datang ke rumah ini!"

"Rumah ini... rumah ini penuh dengan darah dan kebencian. Orang seperti mereka, nggak pantas menginjakkan kaki mereka di sini." Aku turun dari ranjang.

"Aku akan mengusir mereka."

Se Woo terbelalak, "Apa? Nona Muda akan mengusir mereka?"

Aku melewati Se Woo dan melihat mereka berempat sedang duduk di kursi tamu.

"Yoo In!" Sapa He Ra senang begitu melihatku dari bawah, namun tidak denganku. Aku pun turun dan menemui mereka dengan wajah datar.

"Yoo In? Kamu nggak apa-apa? Kamu pucat." Tanya Han Na cemas.

Aku menggeleng, "Aku nggak baik-baik saja."

Mereka berempat terkejut.
"Yoo In, sakitmu begitu parah sampai kamu jawab begitu?!" Sekarang Im Sil yang panik.

"Lebih baik kalian pu--" Ucapanku terputus karena He Ra memegang dahiku.

"Kamu agak demam, Yoo In." Ujar He Ra dan menarik kembali tangannya, "Kami bawa banyak makanan untukmu. Ayo, kita makan sama-sama."

Aku terdiam.

"Kenapa bengong? Sini duduk." Han Na menarikku dan memaksaku duduk di sampingnya. Aku masih terdiam.

So Eun memberikan sebuah pisang padaku, "Makanlah."

Aku mengambilnya dan terdiam.

"Yoo In, ada apa sih? Kamu terus-terusan diam." Tanya He Ra.

"Se Woo seonsaengnim ternyata tinggal bersamamu ya? Pantas saja kamu selalu ke lorong ruang guru tiap pulang sekolah." Ujar Im Sil dan aku kembali bungkam.

"Kami tau, kami nggak pantas mempertanyakan ini saat keadaan kamu begini. Tapi, Yoo In, apa yang kamu sembunyikan dari kami?" Han Na menatap mataku teduh sambil menggenggam kedua tanganku.

Melihat tatapan mata Han Na membuatku sedikit luluh. Tapi... tidak bisa! Aku tidak bisa memberitahu mereka tentang diriku!

Aku menggeleng, "Pulanglah."

Mereka berempat terkejut.
"Yoo In, kamu menyuruh kami pulang?" Han Na terlihat tidak percaya.

"Ya. Aku menyuruh kalian." Jawabku tegas dan bangkit dari kursi, "Dan Han Na-ssi, aku punya hadiah untukmu."

Mereka berempat terdiam dan Han Na menatapku, "Hadiah apa?"

Aku tersenyum, "Sayangnya ini hanya kata-kata. Tapi aku harap kamu bisa memercayaiku."

Han Na terdiam kemudian tertawa pahit, "Dulu kamu bilang nggak akan percaya orang lain selain He Ra dan sekarang kamu minta aku percaya padamu?"

Aku menatap Han Na datar, "Memang. Tapi aku hanya ingin bicara satu kalimat kok. Percaya atau enggak, bukannya hal itu tergantung padamu?"

Hening.

"Aku nggak menuntutmu untuk percaya padaku, aku cuma ingin... kamu percaya sekali saja seumur hidup pada omonganku kali ini."

Hening.

"Han Na-ssi, makhluk yang sudah membuat ayahmu 'pergi',--"
Han Na terbelalak begitu aku menyebut kalimat barusan,

"--aku sudah... menyeretnya ke neraka."

Han Na langsung bangkit dari kursinya dan mencengkram bahuku, "Apa?!"

Aku tersenyum, "Jika kamu ingin tau siapa pelakunya, aku akan menjawab. Kamu ingin tau?"

Han Na terdiam. Begitu pula He Ra, So Eun dan Im Sil.
Kulihat bahu Han Na bergetar,
"Si... apa?"

"Kim... Jin... Se."

Hening.

Tatapan Han Na tampak di antara nanar dan tidak percaya.
"A... pa?"

"Nggak percaya? Terserah. Pilihanmu untuk percaya atau enggak. Tapi, aku sudah menyeretnya ke neraka, sesuai janjiku pada diriku sendiri."

To Be Continued~

Note: Chapter 56 terbit nih.
Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 57 ^^

God Only KnowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang