#45 Berhasil Memaafkan

277 19 0
                                    

Aku terdiam. Sejak kapan He Ra bisa sebijak itu?

"Aku... nggak tahu." Jawabku sambil menarik wajahku dari tatapan He Ra.

"Bicaralah pada mereka kalau kamu mau maafin mereka dan bertemanlah dengan mereka."

Mataku terbelalak saat He Ra mengucapkan kata 'bertemanlah dengan mereka'. Apa dia sudah gila?

"Kamu sudah gila?! Aku memaafkan mereka bukan berarti aku mau berteman dengan mereka!"

Suasana kelas seketika menjadi hening.

"Aku nggak mengerti dirimu, Yoo In." Ucap He Ra pelan, "Aku nggak tahu seketerlaluan apa So Eun dan Im Sil padamu, tapi apakah benar-benar sulit untukmu untuk melupakannya?"

Aku bangkit dari bangkuku dan menatapnya tajam.
"Kalau kamu nggak tahu, jangan bertanya seperti itu padaku dan coba rasakan sendiri!"

Aku pun pergi keluar kelas karena kesal dan marah sekaligus. Aku tidak pernah semarah ini pada He Ra, tapi ucapan He Ra benar-benar membuatku marah dan tidak percaya.

Aku duduk di bangku pinggir lapangan dan menatap lapangan yang kosong. Aku memikirkan apa yang He Ra katakan padaku.

Apakah aku bisa melupakan apa yang So Eun dan Im Sil lakukan padaku?
Apakah aku bisa berteman dengan orang selain He Ra?
Apakah aku bisa melangkah maju dan... menemukan kebahagiaanku?

Aku bisa melakukan pertanyaan pertama dan kedua, tetapi tidak untuk yang ketiga karena aku melangkah maju bukan untuk menemukan kebahagiaan, tapi untuk membalaskan dendam Soo In oppa.

Itulah alasanku berada di sini dan masih hidup sampai sekarang.

***

Pada jam istirahat, aku bersama He Ra menemui Han Na, So Eun, dan Im Sil yang sedang makan di bangku kantin. Han Na tidak pernah mengajakku ngobrol sejak aku tahu dia punya maksud denganku. Mereka bertiga kaget begitu melihatku.

"Bisakah kami bergabung dengan kalian?"

Aku sama sekali tidak percaya jika aku bicara seperti barusan pada mereka dengan mulutku sendiri. Mereka bertiga terdiam dan menatapku tidak percaya. Bahkan semua orang yang berada di kantin menatapku.

"Kalian nggak mau? Baiklah, kami akan pergi." Aku bersiap pergi.

"Tunggu!" Tahan Han Na dan aku menoleh ke arahnya.

"Boleh kok. Duduklah di sini." Han Na, So Eun, dan Im Sil otomatis menggeser posisi duduknya. Aku dan He Ra pun duduk dan kami pun makan dengan diam tanpa obrolan.

"Aku bisa memaafkan kalian." Ucapku memecah keheningan. Mereka berempat refleks menoleh kearahku dengan ekspresi terkejut.

"Kenapa kalian kaget?"

So Eun dan Im Sil menggeleng, "Nggak. Terima kasih, Yoo In. Semoga kita bisa berteman dengan akrab."

Aku memaksakan diriku tersenyum, "Baiklah."

He Ra tersenyum.

***

Sepulang sekolah, aku segera menuju ruang wakasek.

"Yoo In!" Suara Im Sil terdengar dari arah belakang. Aku menoleh dan mendapatinya sedang berjalan ke arahku.

"Kamu mau ke mana?"
"Pulang."
"Rumahmu di mana? Kalau searah, bagaimana kalau kita pulang bersama?"

Aku terdiam. Inilah risikonya jika aku mempunyai teman lebih dari 1. Mereka akan mulai mencurigaiku karena aku mempunyai banyak keanehan.

"Rumahku cukup jauh dari sini. Nggak perlu sampai pulang bersama."
"Tapi pulang berdua lebih aman daripada sendiri."
"Aku sudah dijemput kok. Tenang saja."

Im Sil menatapku lamat-lamat, "Kamu bohong?"

Hening. Dia tahu darimana?

"Jangan kaget. Aku bisa membedakan mana orang yang bohong dan jujur."

Aku terdiam. Kemampuan yang sangat mengerikan.

"Kamu nggak dijemput kan? Jadi kamu mau ke mana? Kamu mau ke arah sana hanya ada ruang guru, ruang kepala sekolah, dan wakil kepala sekolah. Kamu punya urusan dengan seonsaengnim?"

Aku terdiam. Apakah aku benar-benar tidak bisa bohong?

"Hahaha, kurang lebih begitu. Aku punya urusan dengan Se Woo seonsaengnim. Kamu tenang saja. Bukan masalah serius kok." Aku pura-pura tertawa.

Im Sil kembali menatapku, kembali mencari kebohonganku. Tapi aku jujur sekarang.

"Baiklah. Aku yakin urusanmu bukan karena nilaimu kurang. Kamu siswa terbaik dan kebanggaan se-SMA Yong Sik."

"Hahaha, iya, begitulah." Aku pura-pura tertawa lagi.

"Kalau begitu, aku duluan." Im Sil membalik badannya namun ia membalik badannya kembali ke arahku.

"Yoo In, aku ingin memberitau sesuatu. Ini penting. Aku nggak tagu kamu akan percaya atau enggak, tapi dengarkan aku." Im Sil tiba-tiba serius.

"Ini tentang He Ra, sahabatmu."

Aku menatap Im Sil.

"Aku cukup sering bicara dengannya, tapi sebagian besar omongannya adalah... kebohongan."

Mataku terbelalak karena ucapan Im Sil barusan. Apa dia ingin bilang kalau He Ra sering berbohong?

"He Ra, dia selalu berbohong terutama jika aku menanyakan tentang orangtuanya. Aku ingin dia jujur, tapi aku pikir itu nggak perlu."

Aku terdiam.

"Kamu tahu kan kalau ayah He Ra sudah meninggal? Dia bilang kalau pekerjaan ibunya adalah pegawai, tapi aku sangat yakin dia bohong tentang itu."

"Bagaimana jika He Ra-ssi benar-benar nggak bohong dan kamu salah menafsirkannya?" Belaku.

"Kamu sudah lihat sendiri kan? Aku bahkan tahu kebohonganmu dan mana kejujuranmu dengan tepat."

Aku terdiam.

To Be Continued~

Note: Chapter 45 terbit nih.
Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 46 ^^

God Only KnowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang