#42 Masalah

343 16 0
                                    

"He Ra-ssi...."

"Eh, hai, Yoo In! Cieh, pagi-pagi udah deket-deketan aja."

Aku menatap He Ra, "Keadaan yang sebenernya kebalikan dari apa yang kamu pikir, He Ra-ssi."

He Ra menatapku, "Memangnya ada apa? Kamu berantem sama Rain?"

"Sejenis itulah."
Kami berdua terdiam.

"Kalau kamu salah, minta maaf pada Rain."

Aku melotot menatap He Ra, "Apa? Aku minta maaf?"

"Sebenernya kalau kamu nggak salah juga, minta maaf saja. Minta maaf itu bukan masalah siapa yang salah, tapi siapa yang bermasalah."

Aku terdiam. He Ra bisa berkata begitu karena tidak tahu masalahnya apa.

"Bukan aku yang salah dan masalah kali ini nggak akan selesai hanya dengan kata maaf."

He Ra menatapku, "Masalahmu dengan Rain sangat serius ya? Apa yang Rain sampai menarikmu pas kita lagi ngobrol itu masalahnya juga sama dengan sekarang?"

Aku menggeleng, "Masalahnya beda."

"Kenapa kamu suka nyari masalah sama Rain sih? Kayak nggak ada orang lain saja."

"Kuakui kalau saat Rain menarikku itu memang aku yang memancingnya. Tapi masalah kali ini, bukan aku."

He Ra menatapku bingung, "Memangnya masalah apa sih?"

Aku menatap He Ra.

"Jika He Ra sampai tahu kalau aku adalah Dewa Kehidupan, kau dan He Ra tidak akan melihat matahari terbit lagi."

Ancaman Rain tiba-tiba teringat olehku. Aku bisa saja memberitahu He Ra dan meminta He Ra untuk merahasiakannya. Tapi, Rain adalah Dewa dan bisa saja dia tahu kalau He Ra sudah tahu kalau dia adalah Dewa Kehidupan.

"Yoo In." Panggil He Ra dan aku tersadar dari lamunanku.

"Maaf, kenapa?"
"Kamu ada masalah apa sama Rain?"

Aku terdiam dan tiba-tiba terlintas dipikiranku, "Jika aku bicara, kita berdua bisa dibunuh."

Kulihat He Ra terkejut, "Siapa yang... mau membunuh kita kalau kamu ngomong?"

Aku tersenyum, "Jika aku bicara, Rain akan membunuh kita berdua."

He Ra terdiam, "Hah?"

"Terserah kalau kamu nggak percaya. Kamu masih mau tahu?"

He Ra tampak berpikir, "Jika aku tahu, kamu akan melindungiku dari kejaran Rain kan?"

Sekarang aku yang terdiam.
"Aku nggak bisa melindungimu lagi, He Ra-ssi. Berhentilah mengharapkanku."

Sekarang He Ra yang kembali terdiam, "Baiklah. Beritahu saja padaku. Aku nggak keberatan jika kita mati bersama."

Aku kembali terdiam, "He Ra-ssi, meskipun aku nggak takut mati, tapi aku nggak mau mati secepat ini."

"Oke, jadi kamu akan memberitahuku?"

Aku menimbang-nimbang pertanyaan He Ra, "Baiklah. Kita akan mati bersama."

Aku menatap He Ra, "He Ra-ssi, Rain sebenarnya--"

BRAK!
Suara pintu yang didobrak mengagetkanku. Ternyata... itu Rain yang menatapku dengan amarah dengan mata merahnya.

"Kaulupa apa yang kubilang?" Tekan Rain di setiap kata-katanya.
Sudah kuduga Rain bisa mendengarnya.

"Maaf, Rain. Aku hanya ingin bilang pada He Ra-ssi kalau kamu adalah teman sekelas kita." Jawabku penuh kemenangan, "Kenapa kamu bisa semarah itu? Kamu tersinggung?"

Rain terdiam kemudian tertawa, "Sudah kedua kalinya kamu mempermainkanku, Kim Yoo In dan bodohnya aku selalu terjebak." Rain menatapku tajam dan berbisik di telingaku.

"Apapun itu, kau boleh memberitahunya jika kalian memang ingin mati sekarang."
Rain pun pergi.

He Ra menatapku shock, "Yoo In, itu yang kamu bilang kamu berantem sama Rain? Kamu ditarik, kalian saling bertatapan, dan sekarang Rain bisikin sesuatu ke kamu? Yoo In... kamu mengkhiantiku? Padahal kamu paling jijik pas aku bilang Rain keren."

Aku langsung menggeleng cepat, "Bukan begitu, He Ra-ssi. Kamu nggak tahu apa masalah yang sebenernya."
Kami berdua terdiam.

"Yoo In, jadi selama ini kamu nggak menganggapku sahabat?"
Aku terkejut. Kenapa He Ra bisa bicara begitu?

"Kenapa kamu bisa ngomong begitu?"

"Kamu nggak mau menceritakan masalahmu, padahal aku selalu cerita semua masalahku padamu. Biarkan saja Rain membunuhku. Aku ingin kamu cerita semuanya padaku."

Aku menatap He Ra tidak percaya, "Rain akan... membunuh kita berdua. Bukan hanya aku dan bukan hanya kamu."

He Ra menatapku sendu, "Jika kamu nggak bisa melindungiku, aku yang akan melindungimu. Kalau kamu kesulitan, aku yang akan membantumu. Bukankah itu yang dinamakan sahabat?"

Aku terdiam saat He Ra bicara seperti itu.

"Ini... bukan masalah serius kok. Kamu nggak perlu menyia-nyiakan hidupmu hanya untukku." Aku meninggalkan He Ra yang masih berdiri di depan kelas.

Jangan bilang begitu, He Ra-ssi. Aku sama sekali nggak pantas kamu lindungi dan aku bukan sahabat yang bisa kamu banggakan.

***

Pulang sekolah, aku segera menuju ruang wakasek. Syukurlah tidak ada halangan lagi seperti kemarin-kemarin. Aku sudah muak sekali melihat wajah Hae Eun setiap pulang sekolah.
Aku membuka pintu ruang wakasek dan melihat Se Woo sedang menulis sesuatu.

"Nona Muda? Anda akan langsung pergi?"
Aku mengangguk.

"Bereskan barang-barangmu. Aku ingin cepat pulang dan istirahat."

***

Aku sedang menunggu Lee Joong Hae di ruang temu. Tak lama ia muncul dan duduk di hadapanku. Hanya kaca yang menghalangi pandangan kami.

"Apa kabar?" Tanyaku membuka pembicaraan.

"Menurut Anda saja." Jawab Lee Joong Hae dingin.

"Aku masih nggak memaafkan perbuatanmu pada He Ra-ssi." Balasku lebih dingin lagi.

"Apa mau Anda dariku?" Tanya Lee Joong Hae dingin.

To Be Continued~

Note: Chapter 42 terbit nih.
Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 43 ^^

God Only KnowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang