Maaf ya ganti POV. Soalnya prolognya lebih bagus pake POV tokoh utama.
•••
Di sisi lain, seorang pemuda sedang berkutat pada layar ponselnya, ibu jarinya menari-nari mengetikkan sebuah kalimat untuk seseorang. Dia mengabaikan seorang temannya yang tengah duduk di kursi yang sama, juga sama-sama tengah menunggu hujan reda.
Pemuda itu kini sudah berhenti memainkan ponselnya. Ia mendongakkan kepalanya menatap langit yang menangis. Ia bosan, ingin pulang. Namun hujan nampaknya belum mengizinkannya beranjak dari kursi ini. Saat kepalanya dirasa tak mampu lagi mendongak, dari kejauhan, tiba-tiba saja matanya menangkap seorang gadis tengah duduk sembari memeluk tubuhnya, dengan kepala yang mendongak ke atas.
Si pemuda tadi terus memperjelas pandangannya. Ia mencoba mengenali gadis ber-cardigan putih tersebut. Hatinya sangat yakin kalau ia mengenal sosok cantik itu, dan sang Gadis pun juga mengenal dirinya.
Gadis itu kini tak lagi mendongak. Ia mampu melihat semuanya, bahkan wajahnya, ia mengenal wajahnya, walau yang terlihat hanya siluet dari samping. Pemuda ini mendesah sedikit, ia hampir berhasil melihat wajah sosok cantik itu.
Gadis yang kini masih jadi pusat perhatiannya menoleh, seolah-olah melihat ke arah sang Pemuda yang sedaritadi gemas bukan kepalang ingin mengetahui parasnya. Membuat raut muka pemuda itu berubah, menjadi terkejut setengah mati. Juga hampir membuat jantung si pemuda ini lepas dari tempatnya.
Pemuda ini lagi-lagi mendesah, hatinya sangat teringin berlari menerobos hujan yang datang keroyokan. Lalu, mendekati gadis itu, memberikan jaketnya, juga pundaknya untuk gadis itu bersandar.
Tidak. Ia bermimpi terlampau jauh. Ia tidak mungkin melakukan semua itu kepada seorang gadis yang terlanjur disakiti nya. Ia sudah terlanjur menciptakan sebuah permainan, yang justru malah menjerumuskannya ke dalam sebuah penyesalan. Ia sudah terlanjur membuat gadis manis itu tidak ingin mengenalnya lagi.
Semua memang salahnya, ia terlambat menyadari itu. Sampai-sampai kini ia meremas celana jeans yang ia kenakan. Sadar atau tidak sadar.
"Shafa..." desis Algy setengah menggeram. Tangannya meremas celana jeans-nya sendiri kuat-kuat.
Ste tak sengaja menyaksikan tingkah teman baiknya tersebut. Ia pun berkerut dahi dengan mulut sedikit menganga. "Al, kenapa?" suara Ste membuyarkan semuanya. Algy terkekeh, ia menyembunyikan tangannya di belakang. Berlagak seakan ada sesuatu yang harus digaruk di punggungnya.
Algy menggeleng seraya tersenyum. Matanya tetap terpaku pada si gadis ber-cardigan putih. Ia sendiri tidak tahu jelas sedang dilanda apa hatinya saat ini. Yang ia tahu adalah ia belum ikhlas jika gadis itu harus memakai jaket laki-laki lain, seperti yang ia lihat barusan. Laki-laki yang nampaknya ia kenali dari bentuk tubuh dan pakaiannya. Algy masih mempertahankan tatapannya, mencoba mendapatkan wajah lelaki beruntung tersebut dengan jelas.
Algy menunduk. Sudah menyerah. Ia merasa sangat payah dalam urusan sesepele ini. Ia merutuki kebodohannya dalam hati. Seharusnya ia tidak menyakiti gadis itu. Seharusnya jaketnya yang menghangatkan gadis itu. Seharusnya dia yang duduk di sebelah gadis itu sekarang. Serta.. ia benar-benar ingin tahu, siapakah gerangan yang telah berhasil menaklukan hati gadisnya itu pertama-tama. Sehebat apa dia, Algy ingin tahu.
"Stupid" gumamnya. Ia sedikit menjambak rambut bagian samping kepalanya. Dan itu menciptakan pandangan sengit dari Ste. "Apaan dah lo, Al?" heran Ste. Algy terkekeh.
Sial, cewek itu bikin gue kelihat gila di mata temen gue. Batinnya.
•••
Shafa mulai merasa lehernya kaku. Ia pun mengganti posisi kepalanya menjadi tegak kembali. Matanya melihat ke sembarang arah. Setidaknya ia berhasil untuk mencoba tidak menangisi hal itu lagi. Ia menghembuskan nafasnya kuat-kuat, lalu menoleh ke suatu tempat. Tepatnya ke sebelah kanannya. Ada dua orang laki-laki yang tertangkap oleh matanya di sebuah kursi panjang, dan salah satunya sedang memandang ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Worst
RomanceTentang bagaimana seorang "Barbie hidup" yang berusaha disingkirkan oleh kehidupan, lewat persahabatannya, keluarganya, cinta, juga hobby-nya.