Tidak. Tidak dapat terpanggil. Layar ponselnya mendadak tidak dapat disentuh saat dalam keadaan cemas seperti ini.
Shafa masih berusaha menekan tombol panggil yang tertera di layar. Usaha yang sia-sia, layarnya benar-benar tidak bisa disentuh, tidak bisa menjalankan perintah apapun. Shafa memaklumi, ponselnya ini sudah berumur hampir 3 tahun, tapi mengapa harus rusak disaat seperti ini?
Kenapa lo gak berguna disaat lagi kayak gini! Batin Shafa. Shafa meletakkan ponselnya di meja tadi. Kemudian berjalan menuju belakang kedai ini. Ia akan mencari Yuka kemanapun. Tanpa menyusahkan Gea, Willy dan Belle.
"Shaf?" lirih seseorang. Shafa yakin orang itu sedang berdiri di hadapannya. Shafa tidak tahu lagi, ia hanya ingin menangis sekarang. Shafa berlari kecil dan langsung menghambur ke dada orang itu. Dia tidak menemukan Yuka di kedai tetangga sekalipun, dan ponselnya tidak dapat dimanfaatkan. Shafa menangis, meski tidak begitu keras. Bahunya bergetar hebat. Shafa mampu merasakan sesuatu, saat dirinya menghambur dalam pelukan itu, orang yang ia peluk itu terkejut bukan main. Shafa merasakannya. Benar-benar merasakannya.
"Shaf, ini gue-" lirih orang itu lagi. Shafa menghentikan isakannya, ia pun mendongak untuk memastikan dada siapa yang telah ia basahi barusan. Shafa terdiam. Seharusnya ia tak sebodoh ini. Shafa kehilangan atmosfer. Shafa butuh oksigen.
Willy, pemilik kedai kecil ini pun menghentikan langkahnya, ia memilih untuk mengatup mulut serapat mungkin. Matanya mengamati wajah seseorang yang dipeluk Shafa lurus-lurus. "Lo yang-?" desisnya. Tangannya mengepal kuat di bawah. Matanya terpejam sebelum selesai bicara. Ia tidak ingin Shafa sampai mendengar, apalagi sampai menimbulkan keributan. Willy tak ingin menambah gundah diri Shafa.
•••
Shafa menunduk di sepanjang kakinya melangkah. Tidak peduli seberapa keras badannya tercampakkan oleh pengunjung yang lalu-lalang disini. Ia hanya perlu terdiam sekarang, ia sibuk mengurusi nasibnya yang tak pernah berubah. Ia sibuk memikirkan kebodohannya di belakang kedai Willy beberapa menit ke belakang. Yang seharusnya tidak pernah ia lakukan. Shafa bodoh, Shafa merasa orang paling bodoh di seluruh alam semesta.
"Stupid" gumam Shafa. Seseorang yang sedaritadi berjalan di sampingnya ini memilih untuk berhenti melangkah. Dia tidak mengerti, mengapa orang genius seperti Shafa masih bisa menyebut dirinya sendiri bodoh. Shafa sudah bergumam seperti itu tiga kali, pemuda ini menghitungnya. Dia sungguh tidak keberatan dengan perlakuan semena-mena Shafa tadi. Hanya terkejut sedikit. Tapi tidak terlalu sedikit.
Algy tersenyum. Keajaiban benar datang padanya hari ini. Bisa berjalan berdampingan dengan Shafa kembali, bahkan dapat satu pelukan dari Shafa. Algy tersipu di tempat, pandangannya ditundukkan untuk menyembunyikan itu. Ia tidak tahu mukanya sudah memerah.
Algy menegakkan kembali pandangannya. Shafa berjalan sudah jauh di depan sana, tapi masih dengan pandangan yang tertunduk.
Algy mulai berjalan kembali. Matanya membulat begitu melihat seseorang di depan sana tengah membawa banyak barang berat di punggungnya. Orang itu terlihat memaksakan diri membawa semua barang-barang tersebut. Orang itu bahkan berjalan lebih cepat sekarang. Algy mendadak ngeri, ia takut salah satu barang itu jatuh menimpa Shafa. Shafa yang mendadak jadi melankolis setelah menatap matanya. Shafa yang sebentar lagi akan tertimpa salah satu tumpukan barang itu apabila dirinya tidak segera sadar.
"Shafa! Hati-hati!"
'Bruk'
Kenapa, Algy... Kenapa lo lakuin ini...
Shafa terus saja membatin di dalam dekapan Algy. Entah ada angin apa, Algy tiba-tiba saja menarik lengan dan salah satu sisi pinggang Shafa, lalu menjatuhkannya ke dalam dekapan, tanpa perasaan. Kedua tangan pemuda itu kini melingkar erat di tubuh Shafa. Shafa terdiam, memperhatikan tangan kekar Algy yang tidak takut-takut menyentuhnya. Algy yang katanya tak mengenal Shafa itu. Algy yang merasa paling benar itu. Algy yang menghujatnya. Algy yang membekaskan begitu banyak luka, kenangan manis, kenangan pahit untuk Shafa.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Worst
RomanceTentang bagaimana seorang "Barbie hidup" yang berusaha disingkirkan oleh kehidupan, lewat persahabatannya, keluarganya, cinta, juga hobby-nya.