20: Latent Wish

74 12 0
                                    

      Shafa kini merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Lalu mencari kontak Willy di buku telepon. Detik selanjutnya, Shafa mulai mendekatkan ponsel itu di telinga. "Will, bisa jemput gak?" ucap Shafa, suaranya parau.

Algy tersentak.

Willy ... siapa?

"Lo, lo nelfon siapa?" tanya Algy gelagapan. Air mukanya berubah. Shafa meliriknya malas. Hatinya sempat terbawa oleh mata teduh yang sedang menatapnya penuh tanda tanya itu. Mata yang masih menjadi salah satu mata favorite Shafa. Sesungguhnya.

Shafa terkekeh kemudian, ponselnya terus saja mengeluarkan suara seseorang di seberang sana. Shafa membuka mulutnya, hendak menjawab. Tapi lagi-lagi..

"Lo nelfon siapa?" tanya Algy kedua kalinya. Shafa menyekap ponselnya di dada. Panggilan itu terputus tanpa sengaja. Tubuhnya selalu saja tiba-tiba kaku saat menghadap orang satu ini. Akhir-akhir ini.

"Temen gue." jawab Shafa datar. Pandangannya dialihkan sesuka hati.

"Lo tuh gak punya kuping ya? Mama gue nyuruh gue anter lo pulang, itu amanah, lo gak perlu lagi minta jemput siapapun."

Oh, please, Al! How can I move on?

Shafa tidak mengerti lagi. Ia pun mematung di hadapan Algy. Algy yang menyadari itu menggeram sendiri di dalam hati. Shafa kelihatan seperti boneka sungguhan. Algy ingin sekali bisa membelinya, tak ada siapapun yang boleh menyentuh Shafa selain dia. Maka berjengit senang lah Algy sekarang, entah mengapa, ada hasrat yang berapi-api, mendorongnya untuk mengantar gadis ini. Ia ingin bersujud di kaki Elma detik itu juga, berterimakasih atas amanat yang menyenangkan itu.

Keinginan Algy terpendam; bisa melindungi gadis itu lagi dari jarak dekat.

Algy tersadar, ia sempat memutar bola matanya kesal. "Minggir lo!" sergahnya keburu sewot. Tangannya dikibaskan; memberi isyarat pada Shafa agar membuka jalan untuk dirinya. Shafa menggeser tubuhnya yang terasa mengeras, raut wajahnya tak dapat dibaca.

Shafa masih mematung di tempat. Lehernya yang sedikit kaku perlahan diputar beberapa derajat untuk melihat Algy yang sudah siap membawanya pulang di jok kemudi. Shafa memejamkan matanya sesaat, tangannya dikepal kuat, ada secercah penyesalan di dalam hatinya, rasa sesal telah menginjakkan kaki di rumah ini lagi.

Tinnn!tinnn!

Shafa terkejut, hampir saja terlonjak ke belakang.

"Mau nginep di rumah gue?!" ujar Algy dari dalam. Shafa mendengus sebal, lalu segera mengambil langkah untuk duduk di jok belakang. Ada perasaan yang tidak bisa Shafa mengerti sampai sekarang.

Rindu dan gengsi, kedua kata ini selalu datang berdampingan, menyelimuti hati seseorang yang diam-diam masih berharap pada masa lalu.

•••

The WorstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang