32: Start of All, Isn't it?

119 12 0
                                    

"Mau jadi sahabat kakak juga kan?"

Yuka mendongak sebentar untuk memandang Shafa dan Ardi bergiliran. Lalu selang beberapa detik, Yuka ikut tersengir dan menjabat kelingking kiri Ardi seraya tersipu malu. "Yuka sayang Kak Ardi!" seru Yuka amat bersinar.

Shafa ikut senang melihatnya. Ia pun ikut tersengir bersamaan dengan Yuka dan Ardi. Mereka kini mulai berjalan kembali setelah sempat berhenti di sisi kiri jalan. Mata Shafa terus berkeliaran kemana-mana arah yang ia suka. Hatinya melompat-lompat di dalam. Shafa benar-benar menyukai suasana seperti ini. Banyak lampu-lampu kecil dipasang pada setiap kedai yang ada. Sepintas mungkin hal ini tidak ada artinya bagi orang lain. Namun lain halnya dengan Shafa yang terbiasa mengurung diri di rumah. Baginya, ini semua terkesan meriah dan istimewa. Beginilah yang Shafa sebut sebagai kebahagiaan. Shafa benar-benar bahagia berada disini. Ardi memang pantas disebut sahabat. Ardi benar-benar membawa kebahagiaan pada Shafa. Ardi kan selalu menjadi teman terbaik dalam hidupnya, setidaknya sampai ia mengecewakan hati Shafa.

"Oy, Shaf," panggil Ardi. Shafa langsung saja menoleh ke arah Ardi yang masih berjalan dengan pandangan fokus ke depan. Shafa melipat bibirnya ke dalam dan menaikkan alisnya, matanya terbelalak alias diperlebar. Ini merupakan bahasa tubuh dari pertanyaan ada apa.

Ardi terhenti dan menolehkan wajahnya ke belakang agak menyerong. Ardi sedikit berjengit ketika mendapati ekspresi Shafa yang begitu lucu. Sedikit tidak pantas, mungkin karena Ardi baru kali ini diperlihatkan wajah yang seperti itu oleh Shafa. Ardi mengangkat tangannya dan meremas wajah Shafa yang menggemaskan dengan satu telapak tangannya. Shafa hampir limbun ke belakang karena gaya yang diberikan tangan Ardi cukup kuat. Shafa yang menjadi korban pun hanya diam karena tidak bisa menggerakkan sedikit pun otot wajahnya.

"Jangan gitu mukanya. Jelek tau" cibir Ardi dingin. Lalu melepaskan tangannya dari wajah Shafa dengan mata yang diputar sinis.

Shafa hanya cengar-cengir di tempat. Hatinya mulai terasa tidak karuan lagi. Jantungnya mendadak berdegup lebih kencang. Bagaimana pun juga, telapak tangan Ardi lah yang baru saja menyentuh kulit wajahnya. Tidakkah Ardi merasa gemetar telah melakukan itu pada dirinya, Shafa benar-benar ingin tahu.

Tidak lain tidak bukan, Shafa tidak boleh lupa jika mereka berdua adalah sahabat mulai sekarang. Shafa sendiri yang mengikrarkannya. Shafa tidak punya alasan yang cukup kuat untuk memarahi Ardi karena perbuatannya yang terbilang seenak jidat itu. Shafa terus memandangi wajah Ardi yang kini tengah berpaling darinya. Shafa tersenyum diam-diam, Ardi ternyata bisa menjadi lebih baik dari Algy. Benar juga kata Gea waktu lalu. Ardi sepintas tidak ada bedanya dengan Algy, dalam hal baik.

Ardi menarik kedua sudut bibirnya ke atas tanpa Shafa tahu. Sebenarnya Shafa itu selalu cantik, hanya saja ia tidak punya alasan lain untuk mempertahankan posisinya agar tetap aman. Ardi mulai sadar jika sikapnya tadi terlalu lancang untuk Shafa. Lagi-lagi ia kurang pandai menahan rasa gemasnya pada Shafa, juga kekagumannya pada sosok seniornya yang genius ini.

Shafa memang tidak melihatnya, tapi Yuka, anak kecil yang sedari tadi berada dalam naungannya menyaksikan sendiri bahwa Ardi tengah tersenyum-senyum geli tanpa ada angin tertentu. Yuka mendongak ke sisi kanannya dan terus memandangi Ardi yang masih belum sadar dari tingkah memalukannya. Yuka menggoyakkan pakaian Ardi kuat-kuat. Matanya memandang penuh ke arah Ardi. "Kak Ardi, Kak Ardi!" pekiknya pelan. Sebagai anak kecil yang manis, Yuka tentu tidak enak hati untuk bicara dengan suara keras pada orang yang lebih tua darinya.

"Kak Ardi, Kak Ardi!"

"Shafa, why are you so gorgeous!"

"Kak Ardi? ini aku Yuka."

Ardi tersenyum kecut begitu menyadari bahwa di sisi kirinya hanya ada Yuka. Ardi menoleh lagi ke belakang. Shafa menatapnya dengan datar, mungkin tidak mengerti mengapa Ardi tiba-tiba menengok ke arahnya. Ardi mencoba tetap bersikap santai atas apa yang terjadi. Shafa tidak mendengar apapun, sekiranya begitulah yang dapat Ardi simpulkan begitu melihat air muka Shafa yang tidak terkejut sedikitpun. Ia pun tersenyum simpul pada Yuka. Gadis kecil ini masih memandanginya dengan intens.

The WorstTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang