"Kalaupun bukan aku bahagiamu, setidaknya, doaku sampai pada Tuhan."
•••
"Di! Ardi! Handuk gue dong! Gue mau mandi di bawah aja!"
Ardi membuka matanya perlahan, suara bising itu berhasil memekakan kedua telinganya. Ardi terduduk dengan mata mengerjap. Matanya dengan susah payah melirik ke arah jam dinding yang menggantung, pukul 7 pagi. Ardi melotot menyadari itu, ia pun segera menyingkap selimutnya dan turun dari tempat tidur. Ardi menyibak gorden kamarnya dan mendapati Algy tengah menyirami tanaman di pekarangan rumah. Ardi terpejam sesaat sembari membuat gembungan pada kedua pipinya.
"Bentar!" timpal Ardi setengah berteriak dari balkon kamar.
Ardi berbalik untuk mengambil handuk Algy yang biasa digantung dekat pintu kamar mandi atas. Lalu pergi ke teras kamar mereka. "Ini kan?!" tanya Ardi masih dengan suara lantang. Algy mendongakkan kepalanya untuk melihat sebentar, lalu mengangguk secepatnya, sinar matahari pagi ini sangat mencolok.
"Gue lempar ya!?" tanya Ardi lagi. Kali ini Elma yang mendongakkan kepala untuk melihat putra keduanya di lantai dua. Ia menggeleng di tempat sambil membawa nampan berisi minuman dari mentimun, Ardi melihat beberapa potongan timun di dalam teko besar yang bening itu. "Kalau abangnya nyuruh disamperin atuh, Ar. Masa mau dilempar.. gimana sih sopan santun anak mama.." ucapnya sangat lembut, logat Sunda-nya kental sekali.
Ardi berdecak pelan sembari mengalihkan pandangannya. Langkah pertamanya dihentak, ia tidak bisa tidak patuh dengan perkataan Elma. Selalu.
"Nih!" ujar Ardi. Algy spontan menengok ke sampingnya, sebuah tangan telah terjulur menunggunya mengambil handuk itu. Algy menerimanya dengan baik.
Algy tersenyum simpul pada Ardi, walau tanpa sepengetahuan Ardi. "Arigatou!" ucapnya, kemudian kembali pada aktivitasnya tadi; menyiram tanaman. Detik itu juga, Ardi menatap ke arahnya dengan raut wajah yang tak biasa.
Ardi menautkan dahi melihat Algy yang kini tengah fokus menyirami tanaman. Ada yang berbeda dari Algy. Ya, ada senyuman yang tak pernah lepas dari wajah abangnya satu ini. Ardi melengos, sesungguhnya bukan tidak boleh, tapi Ardi ingin tahu karena apa. Dan juga.. mengapa harus pakai bahasa Jepang?
"How delighted you are"
Algy menoleh secepatnya. Baru saja, Ardi mengucapkan itu dengan nada yang terkesan meremehkan. Namun tidak sebenarnya, ia hanya heran dengan tingkah Algy yang tidak biasa ini. Benar, Ardi kini tengah menatapnya dengan penuh tanda tanya. Algy sedikit membungkuk untuk mematikan keran, lalu kembali tegak dengan tangan kosong.
"Ada apa sih?" tanya Ardi. Algy hanya bisa tertawa renyah sembari mengusap bahu Ardi. "Gue hari ini 3 bulan sama Angel." jawab Algy santai. Lalu membungkuk lagi untuk menyalakan keran. Saat membungkuk itulah, dadanya mendadak nyeri. Dia terpaksa berbohong. Bukan itu penyebabnya bahagia.
Ardi mematung di tempat. Ia tak ingin mencurigai Algy, lagipula apa juga yang harus ia curigakan? Ardi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan saat ini. Ardi mengangguk seraya tersenyum. "Happy 3 months! Long no last ya!" ucapnya. Algy tersenyum simpul. "Thanks, Brotha!"
See? Algy tidak sama sekali mengamini doa Ardi. Bahkan di dalam hati sekalipun.
Ardi tidak tahu, Algy meringis tiada ampun saat mendengar Ardi mengucapkan kalimat itu, hatinya perih begitu membayangkan jika memang benar hubungan mereka kan bertahan selama-lamanya, sementara ada cinta lain yang lebih pantas diperjuangkan.
Apa Algy tahu? ada yang kan lebih perih darinya jika mendengar itu?
•••
"Lo jadi ke Pesta Rakyat sama Angel?" tanya Ardi tiba-tiba. Mereka berlima kini tengah menikmati sarapan di ruang makan. Elma dan Fadhli langsung saja menoleh kepada Ardi dan Algy yang duduk berhadapan. "Angel? Siapa itu, Ar?" tanya Elma. Pertanyaannya itu langsung saja disusul oleh anggukan kepala Fadhli.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Worst
RomanceTentang bagaimana seorang "Barbie hidup" yang berusaha disingkirkan oleh kehidupan, lewat persahabatannya, keluarganya, cinta, juga hobby-nya.